Chapter • 14

160 14 1
                                    

Bukannya membelikannya pakaian seperti yang Mada janjikan, lelaki itu malah membelikannya jaket

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Bukannya membelikannya pakaian seperti yang Mada janjikan, lelaki itu malah membelikannya jaket. Saat ditanya, Mada hanya bilang karena perjalanannya jauh.

Memangnya Mada mau membawanya ke mana sebenarnya?

Dan saat ini, mereka sedang berkendara dengan Annchi yang menumpang di belakang. Cukup jauh hingga membuat Annchi bertanya-tanya dalam hati ke mana tujuan mereka karena motor Mada sudah melewati jalanan Puncak yang berkelok-kelok.

Beberapa menit kemudian, Mada akhirnya menghentikan laju motornya di sebuah lapangan yang luas dengan rerumputan yang dipotong rendah. Di sekelilingnya terdapat pepohonan rimbun yang berdiri menjulang dan berderet-deret di bawah kaki bukit.

Sampai sini Annchi masih bertanya-tanya, apa yang akan mereka lakukan di sana? Ini hanya lapangan kosong. Mada juga tak mengatakan apa-apa.

Semakin bingung saat mereka harus menaiki sebuah mobil yang kemudian membawa mereka ke jalanan yang semakin menanjak dan berkelok-kelok.

Kalau Annchi tebak sepertinya mereka akan menaiki bukit.

Dan saat mobil akhirnya berhenti hampir mendekati puncak bukit, entah kenapa jantung Annchi berdegup kencang. Tiba saat dia sampai di puncak dan melihat kerumunan orang, mata Annchi berbinar. Beberapa orang menggunakan harness di tubuh dengan parasut yang melayang di belakang.

Mada sukses membuatnya terkejut dengan destinasi ini.

Paralayang.

Annchi sudah lama ingin melakukan kegiatan seperti ini, namun belum ada kesempatan. Mengajak Adelio tidak mungkin karena laki-laki itu sama sekali tidak menyukai kegiatan luar seperti ini.

Membuat Annchi tiba-tiba berpikir, kenapa ya dia bisa menyukai Adelio padahal kepribadian mereka sangat bertolak belakang?

Seketika, Annchi mengibaskan pikiran aneh dalam kepalanya. Namanya juga cinta. Tidak harus memiliki alasan. Saat perasaan itu datang, kita juga tidak merencanakannya, kan.

Annchi kembali ke kesadarannya saat sebuah tepukan ringan terasa di bahunya. Mada sedang menatapnya.

“Nggak takut ketinggian, kan?” tanya laki-laki itu.

Annchi seketika menggeleng, “Malah udah lama banget gue pengin lakuin ini,” jawabnya. Sepertinya terdengar terlalu antusias karena Mada jadi terkekeh geli.

“Berarti gue nggak salah, dong. Syukurlah!” katanya, “Tunggu di sini sebentar, ya. Jangan ke mana-mana!” Lalu, Mada menjauh.

Yah, lagi pula dia mau ke mana juga. Tidak ada yang dia kenal di lingkungan yang asing ini.

Mada terlihat berbicara dengan seorang pria. Sepertinya mereka sedikit terlibat perdebatan, tetapi dari interaksi mereka tidak terlihat Mada bicara dengan orang asing.

Annchi lebih memilih mengalihkan pandangan. Pada orang yang berlari menuruni bukit lalu berteriak ketika kakinya tidak lagi memijak tanah, pada beberapa dari mereka yang melihat kejadian itu sama seperti dirinya sambil harap-harap cemas bahwa sesaat lagi adalah giliran mereka. Cemas dan berdebar yang terasa menyenangkan. Adrenalin yang terpacu. Seperti yang Annchi rasakan.

Revenge Partner • 97LTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang