HOME «01»

103 6 0
                                    

Sebagai orang pertama yang bangun pagi di rumah ini, Deivan mengecek satu persatu adik-adik nya. Dia terbiasa melakukan hal ini untuk sekedar mengecek apakah mereka tidur dengan nyenyak malam ini?

Deivan hanya bisa tersenyum tipis ketika masuk ke kamar si kembar, Satya dan Wara. Satya yang tidur di kasurnya dengan headphone nya masih di telinganya dan Wara yang tertidur di meja belajar nya yang penuh dengan kertas soal. Mereka terlihat menggemaskan.

Deivan mendekati meja belajar dan membangunkan Wara.

"Wara bangun... " kata Deivan lembut sambil mengelus kepala Wara. Wara pun terbangun dengan bekas merah di pipi kanan nya karena dijadikan tumpuan tidur.

"lain kali belajarnya dibatasin ya? Kamu boleh belajar tapi ingat istirahat. " ucap Deivan yang membantu Wara membereskan kertas soal materi kimia yang membuat pusing.

"iya bang. Wara janji bakal inget istirahat. "

"jangan janji-janji aja, lakukin. Badan kamu pasti sakit, abang dah buatin kamu minuman hangat. Bangunkan abang mu dan turun kebawah ya. " pintah Deivan sebelum keluar dari kamar.  

Berganti ke kamar selanjutnya, Kamar Kaffi dan Gilang. Belum sempat bangun, anak bungsu kedua, Kaffi sudah rapih dengan seragam SMA dan tas hitam di pundaknya. Berbeda dengan Gilang yang masih setia dengan selimut di badan nya.

Deivan terkekeh, " ini baru jam 5 adik. Kenapa sudah siap? "

"kata bu guru anak baik harus berangkat pagi-pagi. Kaffi kan anak baik kata bunda." jawab polos Kaffi.

Bunda...

Deivan diam sejenak setelah mendengar perkataan dari sang adik. Sesayang itu Kaffi dengan bunda. Padahal bunda sudah menjadi orang jahat yang tega pergi meninggalkan tanggung jawab nya dan melemparnya ke Deivan.

"abang? Bang ivan kenapa diem aja ihh!"

"oh e-enggaa. Iya kok Kaffi anak baik, Kaffi ke bawah yaa nunggu yang lain. Kita sarapan dulu bareng-bareng ya! " katanya, tak lupa dengan senyuman manisnya. Kaffi membalasnya dengan anggukan dan keluar dari kamar.

"Gilang? " Deivan yang ingin membangunkan Gilang.

"ntar gua bangun kok bang. Kampus gua masih siang nanti. Izin rebahin tubuh" tolak Gilang.

"yaudah tapi jangan lama-lama ya? Sakit badan nya nanti, " ucap Deivan dan di balas dehem dari Gilang.

Deivan membiarkan nya istirahat sebentar. Ia tahu kebiasaan buruk Gilang yang sering tidur jam 4 pagi dan baru saja terpulas.

Deivan kembali keluar dari kamar kedua anak itu dan membangunkan Chiko dan setelah itu Deivan turun kebawah untuk ikut sarapan bersama.

"abangg~ susu Kaffi abiss! " Kaffi yang berlari ke Deivan dengan wajah cemberutnya.

"tadi malam bukannya Kaffi simpen 2 di kulkas? Kok dah habis?" jawab Deivan sambil mengusap pipi gembul Kaffi.

Kaffi dengan wajah cemberutnya, "iya! Tapi udah gaada di kulkas! Pasti ada yang ambil. Ihhh bang gimanaa, adik mau sekolahh huaa! " Kaffi yang menangis di pelukan Deivan. Kaffi memang manja, lebih manja dari adiknya Chiko.

"udah yaa kaffi nanti pulang sekolah abang beliin ya? "

"gamauu!! Mau sekarangg. Adik mau susuu! Kalau gaada Kaffi gamau sekolah! "

Deivan menggaruk kepalanya, memikirkan bagaimana cara agar Kaffi berhenti menangis dan mau berangkat ke sekolah. Sebuah ide terlintas di dirinya ketika sang pelaku pengambilan susu kotak milik Kaffi lewat.

"Satya satya sini deh! "

Satya yang menurut itu menghampiri Deivan. Ia sedikit bingung saat melihat Kaffi yang masih tak berhenti menangis di pelukan Deivan.

"bantuin abang, kamu gaada kampus kan hari ini? " bisik Deivan di telinga Satya. Satya menangguk.

"abang ajarin kamu tanggung jawab kan? Adik kamu nangis ini susunya kamu ambil. Nanti kamu anterin dia sekolah sambil beli susu ya."

"memang ada yang buka bang? Pagi banget ini? " ucap Satya tanpa bersuara.

"di warung bu Ira ada kok. Abang dah mesen tinggal ambil aja. Kamu anter dia ya kesana? Abang mau kerja. "

Satya membalasnya dengan jempolan ibu jari ini. Dan berakhir Kaffi yang mau sekolah yang di antarkan Satya dengan syarat dibelikan susu se kardus.

Suasana kembali sepi setelah semua menjalankan aktivitas di luar sana. Deivan dengan baju kantor nya sudah siap untuk bekerja. Deivan kini adalah seorang arsitek terkenal di daerah tempat tinggal nya karena projeknya yang selalu di pakai oleh pemerintah daerah. Hari ini Deivan ingin memantau perkembangan projek nya.

Saat hendak ia di depan pintu, tibalah Arya dengan wajah lelah nya menerobos masuk dan langsung tertidur di sofa depan tv. Tak tega, Deivan menghampiri adik pertama nya itu.

"pasien di rumah sakit banyak ya? Abang ambilin makanan. "

Arya hanya menggeleng, "abang pergi kerja aja... Arya mau tidur... " ucap lemah nya.

"no, perut kamu harus di isi. Ga lucu kalau kamu sibuk ngurusin orang lain biar sembuh tapi kamu sendiri ga terurus. " ucapnya sebelum pergi ke dapur untuk mengambil makanan.

Beberapa menit kemudian, Deivan kembali dengan makanan dan teh hangat di nampan yang ia bawa dan taruh ke meja.

"Arya gamau makan bang... Mau tidur. " dumel Arya menolak.

"sesuap saja ya? Kamu ini dah pulangnya jam segini. Mau berangkat lagi nanti. Ayo dimakan. " paksa Deivan.

Mau gamau Arya merubah posisinya menjadi duduk dan melihat sop ayam buatan abang nya di temani nasi dan secangkir teh. Abang nya begitu khawatirnya dengan dirinya.

"nanti kalau Gilang dah bangun suruh makan juga ya? Abang dah siapkan. Abang mau pergi kerja dulu. "

"iya hati-hati ya bang. Makasih buat sarapan nya. "

Senyuman manisnya kembali muncul dari wajah manis Deivan memandang adiknya yang juga tersenyum walau terlihat lemas. Sebenarnya dirinya tak mau melihat adiknya kelelahan karena pekerjaan dokter dan menyuruhnya mengganti pekerjaan nya. Tetapi Arya menolak dan akan tetap menjadi dokter karena itu adalag cita-cita yang sudah dia impikan dari dulu.

—H O M E—

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

—H O M E—

HOME || RIIZE OT7Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang