Agasta Lukman Febian

38 6 0
                                    

Hari yang tidak akan dilupakan oleh Eliams. Sepanjang sejarah peraturan tegas Eliam High School terpatahkan oleh satu siswa penerima beasiswa yang menanggalkan kekuasaan seorang Elang. Society bereuforia menyambut Defangga, sedangkan sebagian minoritas scientist berduka karena kehilangan sosok yang jadi panutan mereka. Kegaduhan ini membuat Eliam kacau, termasuk OSIS Eliam High School.

“Gila! Kacau! Ada yang mau obrak-abrik kita,” kata Bagas selaku ketua OSIS periode akhir yang akan purna bakti karena dia naik ke kelas XII dan harus konsentrasi mempersiapkan ujian.

“Yang bener yang mana, nih, Gas?” tanya Cintya wakil ketua OSIS yang juga naik ke kelas XII.

“Lebih tepatnya kacau, guys!” tegas Bagas.

“Kalian tahu kenapa ada rapat dadakan?” Bagas bertanya ke anggota OSIS yang duduk mengelilinginya.

“Ada sangkut pautnya sama Defga, ya?” tanya Cintya. Bagas mengangguk. “Padahal, sebentar lagi ada penerimaan OSIS baru. Tetapi malah ada kegaduhan seperti ini. Bakal panas, guys! Bakal ada war class.” Bagas memegang dahinya seperti orang yang pusing berat.

“Pak Erwan –Waka kesiswaan – meminta kita mengantisipasi adanya ini. Gue merasa akan ada rekor baru dalam pemilihan OSIS.”

“Apa itu?” tanya Anggi salah satu anggota OSIS.

Setelah ada Defga menjadi bagian society, Bagas menerima bom pesan bahwa society siap menjadi pionir di Eliam untuk menjadi pemimpin baru agar Eliam tidak hanya dikuasai scientiest. Apalagi sebentar lagi aka nada pendaftaran OSIS. Selama tiga tahun berturut-turut, OSIS di Eliam 100% diisi oleh scientist. Society yang sebenarnya makhluk sosial malah malas ikut organisasi. Bukan karena malas berpikir, tetapi karena dikuasai oleh orang-orang licik dari scientist.

“Nggak mungkin kita menolak huru hara ini. Kita hadapi saja daripada dilawan, tetapi kita siap untuk berdarah karena sekarang yang akan kita lawan adalah Defga.” terlihat dari tampang Bagas yang merah dan mengepalkan tangan dengan kencangnya. Dia tidak ada masalah sebenarnya. Tetapi, Elang mengontrolnya. Bagas tidak bisa melawan.

“Kak!” Asta memanggil Bagas dan menyerahkan sebuah surat. Surat itu ia lihat tergeletak di meja samping rak buku inventaris OSIS. Bagas membuka surat itu. Ternyata ….

          Hai Eliams! Let’s the party begin! See you when I see you!

                                                                                  “L”

Bagas merebahkan badannya ke belakang bangku sambil membuang surat itu ke atas meja rapat. Teman-temannya membaca isi surat itu. Raut wajah yang tadinya penasaran berubah menjadi ketakutan. OSIS dipermainkan oleh sosok berinisial “L”. Siapa itu? Kenapa OSIS? Maksud surat itu apa? ‘Party’ yang berarti pesta. Pesta apa? Timbul pertanyaan dan juga pernyataan dari mereka. Ini pasti society yang membuat ulah. Bagas tidak mau gegabah menyalahkan society. Belum tentu mereka. Walaupun, pesan dari society dan "L" Letter datang hampir dalam waktu bersamaan. Jadi, nggak salah mereka berspekulasi kalau society yang mengirim surat itu.

“Kak, izin menyampaikan saran. Kita tidak boleh menyalahkan anak XI IPS 4, belum tentu mereka,” jelas Asta.

Saat Asta hendak mengentikan pembicaraannya, tiba-tiba ada suara yang menyela pembicaraan Asta, “Lo bisa apa?”

“Gue akan cari sampai tuntas siapa yang menulis suarat ini,” saran yang diberikan Asta diterima.

Asta siswa dari kelas XI IPA 2 yang dikenal sebagai sang proklamator sekolah dan digadang-gadang menjadi next ketua OSIS karena keahliannya dalam berdebat. Selalu menang setiap kali olimpiade debat antarsekolah. Cowok science class yang lebih cocok masuk social class ini bukan cuma jago berdebat tapi juga pandai dalam menganalisis suatu masalah dengan detail. Asta adalah orang yang sangat dipercaya Bagas sang ketua OSIS. Jadi, dia tidak ragu untuk menyerahkan masalah “L” Letter ke Asta.

"L" LetterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang