SOMEONE YOU LOVED
Aku melangkah mantap di atas treadmill, terpesona oleh ritme langkahku yang semakin kencang. Senyum terukir di wajahku, membawa kembali kenangan semalam di Kota London yang memompa semangatku. Wanita dari masa laluku muncul begitu saja, dan entah bagaimana, semuanya berubah dalam semalam.Tubuhku terasa bertenaga, dan semangat untuk bekerja memenuhi setiap langkahku. Ingatan akan senyuman dan tatapan dari semalam memicu semangat yang baru. Semua terasa begitu hidup, seolah-olah tak ada beban yang membebani pikiranku.
"Dylan, hi. HI!"
Panggilannya itu terus terngiang-ngiang di kepalaku. Tak henti-hentinya aku mengingat senyuman di wajahnya.
Namun, tiba-tiba, tubuhku terasa berat. Napasku tersengal, dan denyut jantungku berdegup tak teratur. Aku mencoba menahan rasa sakit di dadaku, tetapi serangan jantung mendadak melanda, menghancurkan kebahagiaan yang baru saja aku temukan.
Pandangan dunia berubah drastis dalam sekejap. Treadmill yang semula seperti arena kemenangan berubah menjadi medan perang pribadi. Aku merasakan ketakutan mendalam dan kesadaran bahwa hidupku mungkin berakhir di sini.
Namun, dalam keadaan penuh ironi ini, senyum itu masih terukir di wajahku. Bukan karena kebahagiaan, melainkan karena keajaiban momen yang tak terduga. Pikiranku melayang ke wanita itu, kehidupan yang berubah, dan ironi bahwa saat aku menemukan semangat, kematian pun seakan langsung menghampiriku.
Aku mencoba menahan rasa sakit, mencari dukungan, tetapi tubuhku semakin lemah. Semua menjadi samar, dan aku menyadari bahwa takdir memegang kendali sepenuhnya. Mungkin ini adalah cara kehidupan memberiku penutupan yang tak terduga, di tengah-tengah senyum yang penuh arti.
***
Aku menghempaskan tubuhku ke atas kasur. Hari ini merasa lelah setelah menyelesaikan urusan administrasi di kampus. Well, biar ku beritahu. Jadi untuk semester lima ini aku ikut program merdeka belajar yaitu pertukaran pelajar di Inggris. Dan yeah, karena sekarang aku sudah ada di Inggris itu berarti aku keterima di program IISMA ini.
Tubuhku begitu letih, sehingga begitu tiba di rumah, aku hanya ingin merem melek di atas kasur. Aku meraih bantal, mencoba menenangkan diri, dan merayakan penyelesaian tugas harianku. Waktu sudah menunjukkan 5 sore hari. Namun, rasa lelahku mendadak hilang tatkala mata ini terpejam dan mengingat kejadian tadi malam.
Karena bertemu Dylan tadi malam, suasana hatiku semakin bagus sehingga aku benar-benar bersenang-senang di festival musik sampai lupa waktu. Tapi kenapa begitu pulang, rasanya hampa dan sedih.
Why....
Why...
You Coming Back?....
Why did I come to this town in the first place? Why did I choose London anyway?
🎶They say, home is where the heart is. But God, I love the English🎶
Oh, Taylor... Padahal aku datang ke sini buat liburan sama ngejar pendidikan dan mungkin manifesting bisa ketemu sama London Boy yang sweet and gorgeous, bukannya mencoba getting back together.
Kan, aku yang kena batunya. Galau sendiri. Sembuhnya lama, kenapa harus kegores lagi? Siapa yang mau tanggung jawab coba. Gaada! You're on your own!
Hal yang aku ingat selanjutnya adalah aku berasa di alam mimpi. Entahlah...
Suara dering ponsel pun kembali membuatku membuka mata.
Yes! Kak Satria!
Kalian tahu apa yang dia katakan begitu aku mengangkat teleponnya?
Seketika aku langsung teringat ucapan Dylan tadi malam yang menyebut nama Kak Satria sebagai opsi terakhir dia saat mencoba mencari kontakku. Telepon dari Kak Satria membuyarkan ketenanganku.
Tubuhku seperti kehilangan energi, tapi hatiku berlari secepat kilat. Tanpa berpikir panjang, aku segera bangkit dari kasur, mengambil jaket yang aku lempar ke atas meja dan langsung menuju rumah sakit. Perasaanku campur aduk, tidak bisa kuartikulasikan. Apa yang terjadi? Bagaimana bisa segalanya berubah begitu cepat?
"Aku tahu ini terdengar mendalam, tapi aku harus memberitahumu. Dylan, dia... dia mengalami serangan jantung. Dia tiba-tiba jatuh saat berolahraga di gym. Mereka langsung membawanya ke rumah sakit. Aku tidak tahu apa lagi yang terjadi dengan kalian. Ini pertama kalinya dia menghubungiku kembali. Iya, ini sangat mengejutkan. Tapi aku adalah orang terakhir yang dia hubungi hingga pihak RS menghubungiku. He saved my number as "My Bro, Satria", Sil. So, the hospital thinks I'm his brother. You even know what does it mean? Guess we never know. I will pray for him to recover quickly."
Aku berlari tanpa ragu. Hati berdebar, pikiranku berkecamuk.
Sampai akhirnya...
Di dalam ruang tunggu rumah sakit, aku merasa seakan waktu berhenti.
Ternyata, kakakku adalah orang yang terakhir dihubungi oleh pria itu sebelum kehilangan kesadaran di gym. Nama kontaknya yang membuat hatiku berdesir, "My Bro, Satria," memberikan arti baru pada kejadian ini.Aku tidak tahu apa yang harus kulakukan, tapi satu hal yang pasti, aku tidak bisa kehilangan dia. Pikiranku berkecamuk, mencari jawaban atas nasib yang tiba-tiba berubah. Hidupku seakan terjatuh dalam pusaran kebingungan dan kekhawatiran.
Di dalam ruang tunggu rumah sakit, suasana tegang menyelimuti udara. Detak jam di dinding seolah melambat, menciptakan aura keheningan yang memperkuat kebingungan dalam diriku. Ketidakpastian akan nasib Dylan menggelayuti setiap sudut pikiranku.
Tiba-tiba, seorang dokter mendekati dengan seragamnya yang putih. Tatapannya mencari pemilik identitas sebagai wali dari Dylan. Aku, yang sedang mondar-mandir tanpa arah, dihentikan oleh pandangannya yang tajam.
"Excuse me, are you Dylan's guardian?"
Mendengar itu, aku menoleh ke arahnya.
Now, WHAT????
"Dokter?" ucapku dalam bahasa Indonesia.
Sungguh, aku tak bisa berkata apa-apa lagi.
That London bloke from the aeroplane.
•••
Saturday,
October 19, 2024
Xx
KAMU SEDANG MEMBACA
SOMEONE YOU LOVED : DYLAN WANG [THE SHORT FANFICTION]
FanfictionSERI 2 of [Short Fanfiction from Dylan Wang] ° ° ° Berlatar empat tahun setelah pertemuan di Las Vegas (Januari, 2020). Di bulan Juli tahun 2023 ini Silvi tengah bersiap memasuki semester lima di universitasnya. "Kamu memang belum bisa move on ya?"...