Pilihanku

1 0 0
                                    

"Ada pasangan yang ditakdirkan untuk bersama di dunia dan akhirat layaknya Sayyid Ali dan Sayyidah Fatimah. Ada pasangan yang ditakdirkan untuk bersama hanya di dunia saja, seperti Siti Asiyah dan Raja Fir'aun. Ada pasangan yang ditakdirkan untuk tidak bersama di dunia tapi di akhirat mereka akan di satukan, yaitu Majnun dan Qois"
.

Raja menutup mata istrinya, mereka berjalan di atas semak-semak. Udara yang dihirupnya amat bersih. Tanah yang diinjaknya begitu lembut. Angin yang dirasakannya begitu sejuk. Ratu sudah mengira bahwa ini bukan di kota. "Raja, katakan padaku ini dimana. Aku sungguh merasakan dunia yang jauh lebih indah dari kota". "kau akan segera melihatnya. Sekarang hitung sampai tiga" ujar Raja. Ratu pun mulai menghitung dengan suara yang pelan dan berbeda. Suara yang menandakan bahwa ia sedang gugup "satu....... Dua....... Ti...ga". Ratu membuka matanya perlahan. Samar-samar dilihatnya dedaunan yang jatuh. Hingga terlihat sempurna sebuah bangunan dengan dinding terlihat seperti batu bata menjulang tinggi. Dilihatnya sekeliling bangunan itu penuh dengan tumbuhan hijau, burung yang bersiul berterbangan, kucing liar yang amat bersih layaknya kucing rumahan, dan sungai kecil yang begitu bersih mengalir tanpa hambatan. "Nikmat mana lagi yang engkau dustakan. Raja, apakah sekarang ini aku sedang mimpi?". Tanya ratu dengan mata sendunya. "Ini nyata nona. Kita akan mengukir kenangan indah di sisa waktu yang tuhan takdirkan". Pasangan itu berpelukan, menarik angin ke arahnya dan membiarkan dedaunan kering menyapu tubuh mereka.
.

Foto pernikahan mereka menjulang tinggi di dinding perpustakaan rumahnya. Dari ujung lantai sampai ke ujung atap dinding itu di penuhi rak buku. Tempat yang sangat nyaman untuk Ratu menggambar. Dengan pandangan ke depan melihat banyak buku, sebelah kanan terlihat rerumputan daun tumbuhan besar menjulang tinggi, sebelah kiri terlihat pasangan yang amat bahagia. Ratu teringat akan sesuatu yang belum tersampaikan kepada suaminya. "Sayaaang, kemarilah" panggil Ratu mengarahkan suaranya ke arah Raja.

Raja duduk di samping istrinya dengan wajah yang mengisyaratkan bahwa dia sedang menunggu apa tujuan Ratu memanggilnya. "Aku ingin bicara denganmu" ujar Ratu. "Heem" jawab Raja mengangguk sembari minum kopi. "Perutku sudah mulai besar, tidak lama lagi akan lahir permata hati kita". Raja tersendak mendengar ucapan Ratu. Ratu menepuk bahu Raja "Pelan-pelan" tegur ratu.
"Maaf, minumku terlalu panas". Ratu paham bahwa Raja tersendak karena perkataannya bukan karena minumannya. "Mas. Sudah 21 tahun kita mengharapkan kedatangannya, kita berusaha segala hal agar kita bisa memilikinya, kita berdoa setiap petang agar Tuhan percaya bahwa kita sanggup mengemban amanah itu. Sekarang Tuhan telah mempercayai kita. Anak yang tumbuh di rahimku, adalah titipan Tuhan" ujar Ratu. "Lalu bagaimana dengan kamu?" Tanya Raja memegang tangan Ratu. "Mas. Ini saatnya aku berkorban. Bahkan nyawa akan aku berikan. Antara aku dan anakku, aku lebih memilih anakku untuk hidup. Sekarang apa kamu bisa menerima takdir kita?". Tanpa di sadari Ratu menetekan air mata. "Aku menginginkanmu di kehidupanku sampai tutup usiaku, tapi rencana Tuhan pasti yang terbaik. Kamu atau anak kita adalah pilihan yang terberat. Karena anak itu tumbuh di dalam rahimmu, maka aku akan ikut keputusanmu. Mengikhlaskanmu untuk kelahiran anak kita".

Kedua pasangan itu tak hentinya berpelukan sambil menangis, seakan hari esok sudah tidak ada. 

Putri Berkepala Kotak Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang