Sweet road {} Sungjake O7

293 26 34
                                    

Happy reading and enjoy the story
Have a nice day




















[''']

Sunyi, hanya terdengar suara deru pendingin ruangan yang mendominasi ruangan bernuansa putih itu. Cerahnya dunia luar tampak tak sedikitpun pengaruhi sang penghuni ruangan itu— tubuhnya terduduk bersender di atas ranjang berseprai senada dengan ruangan itu, irisnya tatap lurus pada luasnya langit biru pada ujung sana, berhiaskan beberapa gumpalan awan putih yang tengah ikut hiasi bentang biru tengah tergambar pada maniknya. Pandangannya kosong, seolah tak pancarkan minat sedikitpun didalam maniknya, hanya ada tatapan hampa penuh luka— jiwanya seolah tak berada pada inangnya. Dengan tanpa sadar sebuah lelehan bening itu kembali turun hiasi pipi tirusnya tanpa permisi, buat sosok lain di ruang itu remat sendok pada genggamannya.

Siapapun akan tahu, bahwa jiwa sosok itu tengah pendam segala bebannya sendiri. Buat sosok manis itu gerakkan jemarinya, genggaman tangan sosok itu yang bebas dari infus yang kini terasa begitu dingin dalam genggamannya— pergerakan itu jelas curi atensi dari yang lebih muda. Terbukti dengan maniknya lirik yang lebih tua sesaat sebelum tangannya yang lain bergerak lepaskan genggaman keduanya.

"Keluar," ajunya. Sedangkan yang diminta gelengkan kepalanya, kala satu kata itu meluncur tusuk rungunya dengan datar dan tajam.

Manik jelaganya, tatap nanar kondisi sosok berbalut pakaian khas pasien rumah sakit itu. Hatinya terasa teriris kala dapati kondisi sosok teman masa kecilnya itu, tubuhnya tampak mengurus seiring berjalannya waktu. Pipi berisinya itu telah lenyap, tak lagi pancarkan ronanya terlebih lagi kantung mata yang menggelap tergantung dibawah maniknya.  Ranumnya tak lagi udarakan sebuah tawa atau ulaskan sebuah senyuman. Kulit putihnya makin buat sosok itu terlihat begitu pucat, dengan tatapan kosong pada maniknya— keadaannya total bagaikan mayat hidup. Hega singkirkan piring berisikan lauk pauk itu dipangkuannya, beranikan dirinya kembali raih jemari itu namun nihil buat tangannya kembali ditepis oleh sosok itu, "Haidar," panggilnya.

Sedangkan yang dipanggil, hanya lirik tak minat dari ekor matanya. Tampak tak peduli dengan sosok manis yang tengah layangkan tatap khawatir pada dirinya. "Ayo, makan dulu sebentar lagi jad—

Labiumnya kembali terkatup, kala dapati suara berat itu kembali mengudara potong kalimatnya, "Keluar."

Hega gelengkan kepalanya samar, gigit bibir bawahnya ragu sesaat, tak ingin idahkan permintaan yang lebih muda beberapa bulan darinya itu— bagi Hega dirinya tak dapat diam begitu saja, bagaimanapun dirinya ikut jadi akar perubahan sifat Haidar, "Dengerin gue cu—

"Keluar," sambarnya cepat, jelaganya tatap sengit sosok bersurai perak dihadapannya itu, kunci manik keduanya dalam sebuah tatapan, "Raesaka Hega Tirta, gue bilang keluar. Ya, keluar," sambungnya cepat sedikit tinggikan suaranya, seolah tulikan pendengarannya dengan kalimat penjelas yang akan diutarakan si Taurus.

"Gue mohon, keluar Hega," ucapnya memohon tatap obsidian di hadapannya itu, sedangkan yang ditatap turunkan egonya— jemarinya bergerak cepat kembali rapihkan piring juga bawaannya, tatap nanar kacaunya pemilik nama Darby dihadapannya. "Maaf," ucapnya, lirik sesaat sosok Haidar sebelum angkat tubuhnya sedari tadi terduduk isi bangku tepat pada kursi pasien itu.

Haidar kembali alihkan atensinya, pada luar jendela yang kini tengah tampilkan beberapa burung tengah ikut bertengger pada pinggir jendela. Dirinya hanya ingin banyak waktu sendiri, sebelum kembali tercekik oleh kehidupan. Tak butuh waktu lama untuk Hega keluar dari ruangan berbau obat itu, mata kucingnya lirik sesaat keadaan Haidar yang masih enggan ubah posisinya. Labiumnya kini tertarik, ulaskan sebuah senyum kala dapati sosok berbeda generasi darinya itu tengah tersenyum lembut pada dirinya, "Om masuk dulu ya," ajunya lembut beriringan dengan Hega berikan sebuah anggukan pada sosok yang telah hadirkan Haidar di dunia ini— Huni. Huni lewati tubuh teman semasa kecil anaknya itu, tinggalkan si April tengah berdiri tatap nanar sosok Haidar didalam sana, "Maaf, ini juga bukan mau gue," lirihnya sebelum langkahkan tubuhnya jauhi pintu berwarna coklat muda itu.

Belamour - Enhypen Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang