Part 9 [Toko Kue]

72 10 0
                                    

Hari libur sekolah, di sini lah Cheryl membantu kedua orang tuanya yang tengah membuat kue untuk mereka jual hari ini. Biasanya ketika hari libur, toko mereka akan jauh lebih ramai dari biasanya, dan itu yang membuat Cheryl selalu membantunya. Lagi pula dia juga tidak memiliki teman, jadi lebih baik menghabiskan waktu bersama keluarganya saja.

“Kamu ini kenapa gak main aja sana sama teman kamu,” ucap ibunya yang tengah menata kue agar cantik terlihat oleh pembeli.

Cheryl tersenyum mendengar ucapan ibunya, dia tidak akan memberitahu pada ibunya tentang apa yang terjadi pada dirinya. “Cheryl lebih suka bantuin aja di sini, Cheryl kan udah sering ketemu dan main sama teman di sekolah. Udah cukup kok buat Cheryl itu.”

“Tapi kan beda kalo hari libur pasti punya waktu lebih banyak sama teman main di luar sana, ke mall, taman, jalan-jalan.”

“Cheryl kadang pulang telat sekolah itu jalan-jalan kok sama temen-temen Cheryl yang lain,” katanya menyembunyikan fakta kalau sebenarnya kalau pulang terlambat itu menjadi korban bullying teman sekolahnya. Selama ini dia kembali dengan pakaian yang bersih dan rapi membuat orang tuanya tidak mencurigainya. Untung saja sekolahnya memiliki loker khusus untuk siswa, dia bisa menyimpan seragam lebih di sana untuk berganti pakaian.

“Kamu ini baik banget sih, ibu bangga deh.” Ibunya mengusap kepala anaknya itu. “Lain kali ajak temen kamu dateng ke sini, biar ibu traktir kue paling enak.”

“Iya nanti kapan-kapan Cheryl ajak mereka dateng ya.” Cheryl menyembunyikan kesedihan dibalik senyumannya itu. Teman? Bahkan dia tidak memiliki satu pun, bagaimana dia bisa mengajaknya untuk datang ke tokonya ini.

“Jangan lupa, ibu akan siapin kue yang banyak nanti.”

“Iya, ibu.”

“Anak ibu baik banget begini, pasti temen-temennya juga baik banget ya.” Ibunya itu tersenyum dengan mata yang menampilkan kebahagiaan.

Cheryl menampilkan senyumannya. Cheryl bahagia, dia senang di rumah, kedua orang tuanya selalu mendukung dan menyayanginya, itu alasan Cheryl bisa bertahan sampai saat ini. Dia masih ingin tetap melihat senyuman kedua orang tuanya. Dia masih ingin menghabiskan hidup bersama dengan kedua orang tuanya yang masih lengkap, karena dia tau tidak banyak orang yang seberuntung dirinya.

“Ngobrol apa nih kalian, sampe lupa bawa kue ke depan,” kata ayahnya sambil membawa kue di atas nampan yang sudah di potong segitiga dengan rapi.

“Eh maaf, ayah. Cheryl lupa.”

“Gak apa-apa.” Ayahnya menyunggingkan senyumannya seraya memberikan kue-kue itu pada istrinya agar kembali ditata.

Pintu toko berbunyi menandakan ada pelanggan datang. Cheryl dengan sigap merapikan pakaiannya dan menyapa pelanggan itu.

“Selamat siang.” Cheryl seperti tidak asing dengan wajah gadis yang datang seorang diri itu. Cantik, tapi terlihat begitu lelah di wajahnya.

“Pesen yang best seller aja satu sama minumnya juga.” Pesannya yang langsung duduk di salah satu bangku di dekat jendela.

Toko kue keluarga Cheryl juga merangkap seperti cafe kecil, yang bisa digunakan untuk berkumpul dengan teman, walaupun tidak besar dan banyak bangku seperti cafe karena memang utamanya ini adalah toko kue, lebih banyak orang yang membeli untuk di bawa pulang dari pada makan di tempat.

Gadis itu duduk dia menghela nafasnya dan menatap jalanan di luar sana dari kaca jendela di sampingnya itu.

“Capek banget,” keluhnya sambil meletakan tas yang dibawanya itu dibangku yang berada di sampingnya, karena dia duduk di meja yang memiliki empat kursi, di mana dua bangku lainnya ada di hadapannya dengan meja berbentuk segi empat di tengahnya berwarna serasi dengan bangkunya yang berwarna putih.

“Yeva Prawija.”

Gadis yang dipanggil namanya itu menoleh. Dia sedikit terkejut karena gadis yang menyambutnya di toko itu mengenal akan dirinya.

Cheryl memberikan pesannya sambil tersenyum ramah dan meletakan pesanannya itu di atas meja. “Ah maaf ya, soalnya aku pernah liat kamu di twitter karena sering menang lomba.”

Yeva pun menyunggingkan senyumannya dan menganggukkan kepalanya. “Oh hai, iya aku Yeva,” katanya yang mengikuti cara bicara Cheryl.

“Abis dari mana?” tanya Cheryl yang melihat tas besar yang dibawanya itu.

“Oh tadi abis pulang dari les melukis di dekat sana,” jawabnya.

“Wah kamu emang pinter banget ya, bisa melukis juga lagi. Hebat banget,” ucap Cheryl menatapnya dengan kagum pada gadis yang berada di hadapannya itu.

Yeva tersenyum canggung karena ucapannya itu. “Ah enggak kok, aku juga masih belajar ini makannya les biar bisa.”

“Iya semangat ya,” ujar Cheryl sebelum melangkah meninggalkan Yeva yang kini menghela nafas dan menikmati kuenya itu.

Dia duduk diam sendiri di sana, walaupun beberapa kali menangkap Cheryl yang beberapa kali mencuri pandangan padanya tapi Yeva diam saja seolah tidak mengetahuinya. Yeva tidak mengerti kenapa anak itu bersikap seperti itu, dirinya ini bukan artis atau selebgram seperti itu, tapi tingkah gadis penjaga toko itu seolah menatapnya seperti itu.

“Enak juga kue di sini,” gumamnya sambil menikmati kue itu beserta minuman yang dipesannya itu.

Setelah beberapa saat Yeva sudah menghabiskan pesanannya itu dan melangkah untuk membayarnya.

“Terima kasih, silahkan datang kembali,” ucap ayah Cheryl yang melayani pembayaran Yeva.

Sebelum Yeva membuka pintu toko ini dia berhenti ketika mendengar ada yang memanggilnya.

“Yeva tunggu.”

Dia menoleh dan melihat gadis yang menjaga toko itu berlari kecil menghampirinya dengan kotak kecil ditangannya.

“Ini buat kamu, anggep aja sebagai hadiah biar kamu tambah semangat belajarnya,” kata Cheryl sambil menyodorkan kedua tangannya yang menggenggam kotak kecil itu pada Yeva.

“Ah terima kasih banyak.” Yeva menerimanya sambil tersenyum dan tertawa kecil melihat tingkah gadis itu.

“Iya, hati-hati ya. Sering-sering dateng ke sini ya.”

Yeva mengangguk dan bertanya, “oiya namanya siapa?”

“Cheryl,” balasannya dengan wajah yang begitu ceria.

“Iya Cheryl, nanti aku sering dateng kalo ada waktu ya,” balasnya. Dia senang melihat Cheryl yang terus tersenyum dengan ceria seolah dia sangat bahagia dan menikmati hidup ini, dia pun yang melihatnya ikut senang, ternyata memang benar mood seseorang itu bisa menular. Yeva sekarang percaya akan hal itu.

“Ok, hati-hati ya.” Cheryl melambaikan tangannya pada Yeva yang berjalan keluar tokonya dengan senyuman di wajahnya.

“Siapa itu Cheryl?” tanya ayahnya melihat Cheryl yang menyapa pelanggannya dengan gembira bahkan dia memberikan kue gratis padanya.

“Teman kamu?” kini giliran ibunya yang bertanya.

Cheryl menggelengkan kepalanya dan berjalan kembali ke tempatnya semula. “Bukan, dia itu anak yang pinter banget, Cheryl sering liat dia jadi trending topic di twitter karena menang lomba.”

“Oh ya? Pinter ya dia.”

“Iya kan, makanya Cheryl suka liatnya, udah cantik banget pinter juga lagi,” sambung Cheryl.

“Eh, anak ayah juga cantik banget kok,” kata ayahnya.

“Iya, baik juga lagi,” sahut ibunya.

“Ini kan berkat gen kalian yang juga bagus.” Cheryl tertawa dan memeluk ibunya yang berada di dekatnya, karena sang ayah yang berada di kasir jadi dia memeluk ibunya lebih dulu saja.









Tbc
Lebih suka alur cepet atau lambat?

The Tinted FatesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang