41. pesan

2.7K 256 37
                                    

______________________
_______________
_________
Sudah tiga hari semenjak tragedi itu terjadi.

Pagi ini Nazira tengah menyapu halaman rumahnya. Sebenarnya ia masih tidak ingin melakukan apapun tapi ia tetap mencari kesibukan agar tidak terus berlarut-larut dalam kesedihan.

"Eh denger denger Mba Zira baru ditinggal suaminya ya," ucap seorang wanita sambil berjalan melewati rumah Nazira.

"Iya, kayaknya itu azab deh, soalnya saya denger mereka itu pergi dari rumah karena berantem sama ayahnya," timpal wanita lainnya.

"Ih amit-amit deh saya, saya kira mereka itu alim soalnya penampilan dan perilaku mereka itu baik. Eh ternyata malah anak durhaka." Nazira yang mendengar pembicaraan mereka itu langsung kesal. Moodnya mendadak berubah, gadis itu pun langkah meninggalkan pekerjaannya dan masuk ke dalam rumah.

"Apa-apaan sih ibu-ibu itu. Orang lagi sedih malah dibikin gak mood kayak gini." Nazira mendudukkan dirinya di sofa kemudian mengambil ponselnya. Ia membuka galeri dan membuka foto-foto kenangannya bersama Gus Farzan.

"Dasar murid kurang ajar!"

"Kamu gimana sih Ra? Tadi udah nabrak saya sekarang ngalangin jalan saya, kamu mau caper sama saya?"

"Heh bocah! Ngapain kamu ngeliatin saya? Terpesona ya sama kegantengan saya?"

"Jangan suka ngatain saya cowok kulkas,gak sopan."

"Saya janji, saya akan memintamu di hadapan orang tuamu. Secepatnya saya akan datang ke rumahmu untuk melamarmu Nazira."

Saat mengingat semua itu Nazira kembali meneteskan air mata namun senyumnya mengembang sempurna. Ia tidak tahu harus bahagia atau bersedih, bahagia karena pernah mengalami semua kenangan indah bersama orang yang dicintainya atau bersedih karena sekarang semuanya telah usai. Kasihnya telah pergi, kebahagiaannya hancur, dan hidupnya berantakan.

"Laut begitu jahat, dia sudah mengambil kekasihku, dia merenggut semua kebahagiaanku. Aku benci laut! Ya Allah, bukankah laut itu adalah ciptaanmu? Dia sudah merebut cintaku dariku ya Allah, suruh dia untuk mengembalikan cintaku itu ya Allah. Aku hancur tanpanya," gumam Nazira. Saat ini ia hanya bisa memasrahkan semuanya kepada tuhan.

Tiba-tiba saja terdengar suara ketukan pintu. Nazira segera menghapus air matanya dan berjalan untuk membuka pintu.

"Ngapain Abi ke sini?" Tanya Nazira saat melihat sosok yang berdiri di hadapannya itu adalah Gus Syaqil.

"Nazira, Abi hanya ingin kamu kembali ke pondok pesantren Al-furqan. Abi ingin kamu tinggal di sana lagi karena bagaimanapun anak yang kamu kandung itu adalah cucu Abi. Tidak apa-apa jika kamu tidak mau tinggal di Ndalem, kamu bisa tidur di asrama asal kamu tinggal di pondok pesantren Al-furqan. Abi mohon nak, Abi ingin menebus kesalahan Abi dengan cara menjaga Kamu dan anak kamu." Tampak jelas dari matanya, Gus Syaqil benar-benar berharap jika Nazira akan setuju untuk tinggal di pondok pesantren Al-furqan lagi. Nazira terkekeh mendengar ucapan Gus Syaqil, "setelah apa yang Abi lakukan kepada Mas Farzan, Abi masih berani menyuruh aku untuk tinggal di pondok pesantren Al-furqan. Enggak Bi!"

"Abi tau Abi salah, maafkan Abi nak. Abi mohon tinggallah di pondok pesantren Al-furqan."

"Dulu Abi sudah mengusir Mas Farzan dan bahkan sudah memutuskan hubungan keluarga dengan Mas Farzan, lalu setelah Mas Farzan pergi dan Abi mendapatkan kabar jika aku sedang mengandung cucu dari keluarga itu, Abi meminta aku untuk kembali." Nazira terkekeh pelan, "Abi pikir aku adalah mesin pemberi anak? Dan apa Abi mengira jika aku mau kembali ke tengah-tengah keluarga yang sudah menghancurkan suamiku? Tidak Bi, aku tidak akan kembali lagi ke sana dan anakku pun tidak akan pernah tinggal di sana. Aku tidak akan sudi jika anakku nantinya akan diasuh oleh kakeknya, orang yang sudah menghancurkan ayahnya. Abi gak usah berharap apa-apa lagi dari aku karena selamanya pun aku tidak akan mengizinkan anakku tinggal di sana, dan jangan berusaha untuk menemui aku lagi karena aku sudah tidak Sudi lagi bertemu dengan seseorang yang membuat senyum manis cintaku luntur." Setelah itu Nazira menutup dan mengunci pintu rumahnya di depan Gus Syaqil tanpa memikirkan perasaan ayah mertuanya itu.

Diantara Gus Kembar Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang