23

2.3K 97 25
                                    


"Turunkan aku!" ucap Jia memaksa Jaemin untuk menurunkannya di tepi jalan.

"Tidak! Kita akan pulang dan jangan mengomel!" bentak Jaemin sambil menatap tajam pada Jia.

"Mengapa kau melakukan semua ini padaku hah! Seharusnya bayi ini tidak hadir di dalam perutku! Enyahlah kau!" racau Jia sambil memukul-mukul perutnya.

Jaemin yang melihat hal itu pun di buat panik. Dengan segera ia menepi untuk menghentikan aksi biadab sang pujaan hati.

"Berhenti Jia! Kau akan melukai bayiku!" bentak Jaemin sambil mencekal tangan Jia yang hendak memberontak.

"Benar, dia bayimu! Bukan bayiku! Harusnya aku hamil anak Jeno dan bukan kau sialan!" ucap Jia kembali meracau.

"Jika kau tidak menginginkan bayi itu maka lahirkan dia untukku, maka aku akan merawatnya dengan sepenuh hatiku meskipun tanpa dirimu" ujar Jaemin menatap manik mata sayu Jia yang sudah berair.

"Tidak, aku tidak mau bayi ini lahir! Bayi haram ini akan ku musnahkan dari perutku! Aku tidak sudi!"

"JIA!" bentak Jaemin muak melihat sikap Jia yang begitu egois.

"Bagaimana bisa kau mengucapkan hal itu pada anakmu sendiri? Sejahat itu kah kau pada darah dagingmu? Dosa apa dia padamu hingga kau berniat melenyapkannya? Apa ini benar dirimu? Benarkah sikap aslimu seperti ini? Dimana hati nuranimu sebagai manusia hah!"

Jia terdiam mendengar rentetan kalimat Jaemin yang seakan memukul telak kesadarannya. Benarkah ini memang dirinya?. Ia pun bertanya-tanya mengapa ia bisa segila ini mencintai seorang pria yang bahkan tidak meliriknya lagi.

"Hiks.. Hiks.." tiba-tiba Jia menangis meraung meratapi nasibnya yang begitu sulit.

Mengapa Tuhan begitu tega padanya?. Apakah ini akibat dari perbuatannya selama ini? Jika memang iya maka ia memanglah pantas mendapatkannya.

Sekarang ia baru menyadari kebodohannya selama ini. Ia mencintai suami orang yang jelas-jelas hanya menganggapnya sebagai mainan semata.

"Menangislah jika memang membuatmu lebih baik" lirih Jaemin sambil memeluk erat Jia dengan sayang.

"Jae.. Hiks.. Mengapa aku begitu jahat? Aku orang baik kan? Aku.."

"Benar, kau orang yang sangat baik. Tanamkan hal itu pada dirimu maka kau akan kembali ke jati dirimu. Menjadi gadis cantik dan manis untuk semua orang"

Hati Jia tersentuh mendengar kalimat Jaemin yang begitu menyejukkan hatinya. Selama ini Jaemin memang selalu mengerti keadaan Jia.

Jaemin lah yang merawat Jia selama ia hamil. Saat Jia mengidam, Jaemin selalu mengusahakan untuk mendapatkan semua yang Jia mau. Bahkan saat tengah malam Jia mengalami muntah-muntah yang hebat, Jaemin akan selalu ikut bangun dan merawatnya hingga rasa mualnya menghilang.

"Mengapa kau begitu baik padaku?" lirih Jia di dalam pelukan Jaemin. Kini tangisannya sudah mulai mereda hanya tersisa isakan kecil dari mulutnya.

"Jika aku bilang bahwa aku mencintaimu apa kau percaya?"

"Secepat itukah?" tanya Jia yang masih meragukan kalimat cinta dari Jaemin.

"Mengapa? Bukankah cinta bisa datang kapan saja? Aku jatuh cinta padamu saat kita mulai hidup satu atap. Kau sudah seperti rumah tempatku pulang. Aku selalu merindukanmu di mana pun dan kapan pun. Aku tidak bisa menyembunyikan kebahagiaanku saat tahu kau hamil anakku. Aku sungguh senang saat itu. Ku harap kau bersedia melahirkannya untukku. Dan jika kau mau, kita bisa membesarkannya berdua nantinya"

Entah mengapa Jia begitu tersentuh melihat kesungguhan Jaemin. Selama ia hidup baru kali ini ada seorang pria yang begitu menatapnya penuh damba. Ia merasa begitu di cintai hanya dengan merasakan sentuhan dan perhatian sederhana dari Jaemin.

"Apa kau tidak akan menyesal mencintai wanita sepertiku?"

"Tidak ada yang perlu ku sesalkan karena kau adalah kebahagiaanku. Jika bumi dan langit menolak pun aku akan tetap memilihmu. Jadi.. Maukah kau menikah denganku?"

Jia tersentak kaget saat Jaemin mengeluarkan sebuah cincin dari saku jasnya. Ia tidak menyangka jika Jaemin sudah mempersiapkan semuanya.

"Jae.. Aku.."

"Kau tidak harus menjawabnya sekarang. Aku tahu kau membutuhkan waktu untuk membalas cintaku tapi ku harap kau mau menerima ku"

"Tolong bantu aku agar bisa belajar mencintaimu" lirih Jia memandang Jaemin penuh penyesalan.

"Tentu sayang.."

.
.

"Jen, aku sedang ingin pangsit goreng bikinan Tiffany eomma" ucap Karina berbisik pada Jeno yang hendak menutup matanya.

Jeno yang mendengar ucapan sang istri pun melirik jam dinding di kamar mereka yang sudah menunjukkan pukul sebelas malam.

Anak-anak sudah tertidur sejak satu jam yang lalu dan sekarang saatnya mereka beristirahat. Namun Karina sepertinya tidak akan membiarkan sang suami tidur nyenyak kali ini.

"Harus sekarang?" tanya Jeno hati-hati.

Karina cemberut mendengar respon sang suami. Biasanya Jeno langsung menuruti keinginan Karina saat ia mengidam. Namun hari ini sepertinya Jeno sangat lelah hingga sepertinya ia tidak semangat sangat Karina mengutarakan keinginannya.

"Kalau kau lelah tidur saja. Aku akan memesan online saja" ucap Karina lalu meraih ponsel sang suami yang lebih dekat dengannya.

"Tapi kan kau bilang ingin pangsit buatan eomma?" tanya Jeno yang tidak enak hati pada sang istri.

"Tidak apa, aku akan menikmati pangsit itu nanti sambil membayangkan jika itu buatan Tiffany eomma" balas Karina santai sambil masih mengotak-atik ponsel sang suami.

"Baiklah kalau begitu. Maafkan aku ya sayang. Aku sungguh lelah hari ini. Terima kasih sudah mengerti" ucap Jeno sambil mengusap kepala sang istri yang masih fokus menatap ponsel Jeno.

Hingga tatapan Karina berubah menjadi kesal saat melihat sebuah email yang masuk di ponsel Jeno.

"Bisa jelaskan padaku apa ini?" tanya Karina sambil memperlihatkan ponsel Jeno yang menunjukkan sebuah foto di mana di sana Jeno tengah mencium pipi Jia dulu. Persis seperti foto yang dimiliki Jaemin.

"Sayang itu.."

"Gadis mana lagi yang kau jadikan selingkuhan Jeno-ya!?" ucap Karina memandang jengah pada sang suami.

"Itu foto lama sayang.. Dia.."

"Oh jadi kalian sudah lama berhubungan di belakangku? Bagus sekali! Sekali selingkuh memang ingin selingkuh terus! Aku membencimu!" ujar Karina dengan nada kesal lalu melempar ponsel sang suami tepat di dada Jeno.

Jeno mengaduh saat ponselnya tepat mengenai ulu hatinya. Namun ia kembali panik saat Karina keluar dari kamar.

"Sayang.. Kau mau kemana? Dengarkan penjelasanku dulu sayang.. Wanita itu.."

"Diam! Aku tidak mau mendengar penjelasan apa pun darimu. Aku lelah melihat tingkahmu seakan kau tidak bersalah padahal aku.. Hiks.."

Oh tidak! Lagi-lagi Karina menangis karenanya. Dia sungguh merutuk kesal pada seseorang yang telah berani mengirimkan foto itu. Sialnya sang istri lah yang mengetahuinya pertama kali. Sungguh sial!.

"Karina.."

"Aku akan tidur dengan Leon malam ini. Jangan mengikutiku!"

Brak!

Pintu kamar Leon di tutup cukup kencang oleh Karina. Jeno hanya mampu menatap pintu bercat putih bergambar T-Rex itu dengan sendu. Ia menyugar rambutnya merasa frustasi dengan keadaan ini.

"Aarghh sialan!" ucap Jeno memandang foto laknatnya bersama Jia yang entah mengapa bisa menyebar.

Jeno masih mencoba membuka pintu Leon siapa tahu tidak di kunci, namun harapannya pupus saat ternyata karina menguncinya dari dalam.

Ia hanya mampu menghela napas beratnya tanpa tahu jika sang istri tengah menahan sakit hati di dalam sana.

.
.

TBC

Faithful I Jeno X Karina ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang