Angkara

20 1 0
                                    

Elang dan bala kurawanya, Asta, Lutfi, tim OSIS, dan Bella plus Pink Lowkey berlarian. Bukan hanya mereka, Eliams yang lain juga bergegas menuju kantin. Elang mempercepat langkahnya karena dia sangat tidak sabar ingin bertemu dengan rival yang membuatnya malu.

“Cupu! Sini lo!”

Seluruh Eliams di kantin menatap sumber suara. Ternyata, di kantin ada banyak sekali society.

“Lo makan aja. Biar gua yang urus,” bisik Dewa. Defga melanjutkan makannya. Orang-orang terdekatnya sangat paham kalau Defga sangat tidak suka diganggu saat makan.

“Ada apa tuan muda? Kenapa diam saja di sana. Come here and hug me, baby!” Dewa membentangkan tangannya berharap dipeluk Elang. Eliams tertawa mendengar godaan Dewa.

Sebenarnya Elang mau ke sana dan langsung menghajar Defga, tetapi dari tadi tangan dan badannya dirangkul teman-temannya. Shalom dari awal bilang agar Elang tidak buat masalah karena mereka lagi dalam tahap pemulihan nama baik.

“Takut? Oh, iya! Lagi mau caper ke kami semua kok, ya. Pemulihan nama baik, tuh! Hahaha!”

“Gua ada urusan sama Defga, bukan sama lo! Minggir lo!”

“Unchhh… Galak banget sih pak caketos ini,” goda Dewa.

“Lo kan yang nyebarin video itu? Dan lo juga kan si "L"?”

“Atas dasar apa lo bilang gitu? Mana buktinya?” tanya Dewa.

“Halah! Jelas! Setelah gua analisa, video pertama yang ada di kelas, lo ambil dari kamera yang ada di kaca mata lo, kan?”

Hahhh!!!! Para Eliams mulai berbisik. Elang mengempaskan tangan teman-temannya. Dewa tertawa lirih sambil melihat Defga yang tetap asyik menyantap nasi goreng kesukaannya.

“Dugaan pertama. Defga pemenang lomba robotik tingkat nasional. Juga, di akhir tahun menang lomba cipta fisika, lo buat alat yang bisa membuat portal kereta api tertutup otomatis dengan jarak 500 meter sebelum kereta api melintas di area rel pemukiman. So, mudah sekali buat lo kalau hanya membuat kaca mata ada kamera micro.”

“Kedua, pada akhir video pertama kamera itu berjalan ke arah gua tapi tiba-tiba mati. Adegan itu sama kayak lo tiba-tiba maju mau bogem gua. Pasti langsung lo matiin biar nggak ketahuan kalau lo lagi rekam itu. Yang lebih meyakinkan, pengambilan video itu juga mengarah di posisi lo duduk. Iya, kan? Ngaku aja lo!” napas Elang mulai tersengal-sengal karena dari tadi berbicara menggebu-gebu.

“Wedede…. Gimana, Bro, rasanya dipuji Elang. Tuan muda Lukas loh mengakui kegeniusan anak beasiswa kayak lo. Waw!!!” Dewa yang berbicara sambil membulatkan mulutnya itu ditertawai Eliams. Mereka tahu kalau Dewa mengejek Elang. Defga diam saja. Masih menikmati nasi gorengnya yang sengaja ia makan dengan lambat.

“JAWAB!!” Elang mulai tidak sabar.

“Sabar, Tuan Muda. Lalu, kenapa lo bisa nuduh kalau Defga adalah L?” tanya Dewa dengan santai.

“Inisial L bukan berarti menggunakan awalan L. Bisa saja diambil dari suku kata. Defangga El Sadam. Biar tidak diketahui identitasnya, lo pakai nama tengah lo, El. Kata El kalau diucapkan bagaimana membentuk huruf L bukan?”

“Kalau kayak gitu semua orang yang suku katanya ada huruf E dan L juga bisa menjadi tersangka, dong,” kali ini Steffy yang angkat bicara, “Atau… Sebenarnya L itu lo?”

“Kok bisa gua? Nggak mungkin lah. Nggak akan gua nyari kalian kalau gua tersangkanya.”

“Sekarang zamannya membalikkan fakta. Kayak politik, tersangkanya adalah yang menjadi korban. Lo sengaja membuat lo jadi korban agar yang lain iba padahal ini semua adalah ide lo. Iya, kan El-lang. Dengar kata gua? El-lang. Yang kalau dipenggal ada dua suku kata El dan Lang. Suku kata awal apa, guys?” Steffy membalikkan badannya ke posisi society.

“L!!!!”

See? Oh iya, bisa juga L itu dari huruf depan Lukas. Nama tengah lo.”

“BUKAN GUA!!! Kalau gitu bisa juga Dewa dan lo, Steff! Levin dan Lamira yang ada huruf L-nya.”

“Berarti banyak kemungkinan, dong. Bisa juga Lutfi, Agasta Lukman, Leona, Ladyna. Nama-nama bala kurawa lo itu yang ada unsur huruf L-nya,” imbuh Dewa.

"L" LetterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang