BAB 11: Rumah Sakit

42 4 0
                                    

Bella berlari sekencang yang dia bisa. Suara bentakan Vania berdengung di telinganya.

"Lo egois, Bell! Lo egois! Lo matre! Lo embat semua cowok, termasuk pacar sahabat lo sendiri!!"

"Gue gak nyangka lo setega ini, Bell."

Bella ingat betul wajah marahnya Vania. Ada rasa sedih yang tersirat di matanya, juga kekecewaan yang mendalam.

Bella hanya punya dua teman sekaligus sahabat, yaitu Vania dan Verra. Bella tidak ingin kehilangan mereka berdua.

Bella pun bingung ingin meyakinkan Vania dengan cara apa. Bicara baik-baik seperti tadi saja Vania marah bukan main, sampai gadis itu tak sudi lagi melihat Bella, saking marahnya.

Verra pun ikut kena getahnya. Gadis itu dituduh membela Bella dan dituduh dipengaruhi Bella untuk menjauhinya.

Tanpa sadar langkah Bella melambat.

"Bella! Ayo!" Pak Adam berteriak dari tribun.

Bella tersentak lalu terjatuh karena tidak fokus dan hilang keseimbangan.

Pak Adam langsung berlari menghampiri Bella yang jauh berada di sudut lain lapangan bola.

Bella berdiri saat Pak Adam menghampiri. "Maaf, Pak. Bella gak fokus." Sesal gadis itu.

"Gak apa-apa, Bella. Tapi gak apa-apa kan? Gak ada luka atau cedera kan?" Cecar Pak Adam dengan nada khawatir.

Bella menggeleng kecil. Karena jatuh di atas rumput, tak ada lecet. Hanya sedikit sakit saja.

"Kita istirahat sebentar."

Pak Adam dan Bella berjalan ke tribun yang tadi duduki Pak Adam.

Bella kembali diam seribu bahasa. Pikirannya kembali melayang.

Bella benar-benar tertekan karena mamanya yang sedang sakit dan salah paham antara dirinya dan Vania karena Barra.

"Bella."

Lamunan Bella seketika buyar saat Pak Adam memanggilnya.

Gadis itu menoleh dalam diam.

"Kenapa beberapa hari ini performa kamu menurun? Dan kamu juga keliatan sering melamun saat latihan. Ada apa Bella?"

Gadis itu terdiam sejenak. Bingung juga ingin cerita dari mana.

"Mama saya sakit, Pak. Beberapa hari ini kesehatan Mama menurun." Ungkap gadis itu.

Pak Adam nampak terkejut setelah mendengar ucapan gadis di sampingnya itu.

"Semoga Mama kamu cepat sembuh." Tutur Pak Adam.

"Amin, terima kasih atas doanya, Pak." Bella tersenyum kecil.

"Pesan Bapak, kamu latihan yang bener lalu hadiahkan piala pada Mama kamu biar dia bahagia dan cepat sembuh." Pak Adam mengulas senyum tulus.

"Bapak bukan bermaksud memaksa kamu, tapi orang tua mana yang gak bahagia liat anaknya sukses?" Pak Adam memperjelas kata-katanya yang terdengar ambigu agar Bella tak salah menangkap perkataannya.

Bella mengangguk paham. Dia bukan lagi anak kecil yang sering menganggapi sesuatu dengan emosi.

Gadis berjilbab abu-abu itu berdiri dan melangkah penuh percaya diri menuju lapangan hijau di depannya.

Di tengah masalahnya itu, Bella sampai melupakan pesan Mamanya.

Walaupun gue diterpa masalah, gue harus fokus ke tujuan gue.

...

"Udahlah, Bell. Biarin aja Vania mau berpikiran kayak gimana tentang lo ataupun gue. Gue juga capek maklumi kelakuan dia yang makin ngelewatin batas."

DIARY WITH DANIEL [LENGKAP]✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang