RESORT PART 11

10 0 0
                                    

"Shoji!"
Kami bertiga terpaku.
Kemudian kami mendengarnya kembali. Suara itu berasal tepat dari luar kuil.
"Shoji!"
Kami sadar benar suara siapa itu.
Suara itu sudah tak asing lagi bagi kami.
Itu suara Misaki.
"Shoji, aku membawakanmu onigiri."
Walaupun suara itu jelas milik Misaki, namun sama sekali tidak ada intonasi dalam suara itu. Hanya suara yang datar, seolah-olah diucapkan oleh boneka.
"Shoji!"
Aku merasakan genggaman tangan Shoji semakin erat. Tentu saja ia tak menjawabnya dan suara itu terus berlanjut.
"Shoji."
"Selamat datang!"
"Aku membawakanmu onigiri."
"Shoji."
"Selamat datang!"
"Aku membawakanmu onigiri."
Ia terus-menerus mengulanginya, jelas sekali tak terdengar normal.
Aku mulai ketakutan. Itu suara Misaki. Tapi apa benar itu Misaki?
Biksu itu pernah mengatakan bahwa takkan ada seseorangpun yang akan mengunjungi kami. Ditambah lagi cara berbicara Misaki yang seolah-olah robot, aku tahu bukan ia yang berada di luar pintu kuil saat itu.
Takumi kembali dan mengenggam tanganku amat erat. Akupun tahu bahwa ia juga mendengar suara itu.
Suara itu kembali terdengar dari arah pintu kuil.
"Selamat datang!"
"Shoji!"
"Aku membawakanmu onigiri!"
Tiba-tiba pintu mulai bergetar.
Sesuatu yang ada di luar itu mencoba masuk! Aku tak bisa membayangkan apa yang akan terjadi bila makhluk itu berhasil masuk.
Aku ingin kabur secepat mungkin dari sini. Biksu itu berkata ia berada di kuil utama. Namun dimana kuil utama? Apa kuil besar yang ada di bawah itu? Bisakah kami mencapainya? Lalu bagaimana jika kami kabur dan tak menyelesaikan ritual ini? Apa ia akan terus menghantui kami? Sial!
Terdengar suara hantaman yang keras dari arah pintu. Bila tadi ia hanya menggerak-gerakkannya saja, kini kurasa ia menghantamkan tubuhnya ke arah pintu. Ia masih membuat suara-suara monoton yang sama seperti suara Misaki. Ia kemudian berhenti dan terdengar berjalan mengelilingi kuil, sambil terus menghantam-hantamkan tubuhnya ke dinding di sepanjang perjalanannya.
Ia tak bisa masuk, aku mencoba menenangkan diriku sendiri. Ia tak bisa masuk.
Kemudian aku menyadari sesuatu yang menakutkan.
Di dinding dekat dimana kami berada, terdapat sebuah retakan, celah dimana papan-papan kayu bertemu. Dan ia bergerak makin dekat dengan dinding itu.
Bagaimana jika ia mengintip ke dalam melalui celah itu? Bagaimana jika ia melihat kami di dalam sini?
Aku tak mau menunggu hingga hal itu terjadi. Aku kemudian menarik kedua temanku ke tengah ruangan. Kami bergerak perlahan namun pasti.
Jantungku berdetak sangat kencang saat itu.
Kemudian tanpa sadar aku menoleh ke retakan di dinding itu. Akhirnya aku melihatnya dengan mata kepalaku sendiri.
Ia sedang mengintip melalui celah itu.

           TO BE CONTINUED

RESORTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang