Sepasang sepatu kaca berdentingan di atas tanah kala Cinderella tiba-tiba saja berdiri di depan bukaan jalan menuju istana. Beragam umbul-umbul temaram menyinari jalan setapak berbatu di depannya. Cinderella memegang kepalanya yang agak pening.
Ia menoleh ke belakang. Orang-orang berpakaian indah tengah bergerombol dalam sukacita menuju istana negeri Sepatu Kaca.
Cinderella mencari-cari tiga sosok yang ia takuti. Ibu Tirinya, Drizella, dan Anastasia. Tidak ada. Apakah Cinderella berhasil mengelabui mereka bertiga?
Tersenyum gadis itu, kemudian ia mengangkat gaunnya dan mulai melangkah memasuki gerbang, menuju istana Pangeran Charming.
Berpasang-pasang mata menyorot ke arahnya dengan pandangan takjub, kagum, dan terpukau. Desis dan bisik Cinderella dengar.
"Siapa dia?"
"Putri darimanakah gadis itu?"
"Cantik sekali!"
"Oh, ya ampun, lihatlah gaunnya."
Cinderella sedikit malu, tetapi suara-suara itu tak menghentikan langkahnya untuk sampai di depan pintu utama istana. Sepasang penjaga membungkuk hormat, setelah membelalak dan tersipu malu oleh kehadiran gadis cantik yang membalas hormat mereka dengan tekukan lutut dan senyum manisnya. Mendadak kaku tubuh kedua penjaga itu.
Cinderella kemudian memasuki ruang utama.
"Wah ...." Gadis itu terpukau oleh mewahnya pesta dansa istana. Ruang besar yang disulap menjadi ruang dansa dengan berbagai dekorasi dan ornamen berkelas. Sepasang lampu kristal menggantung mengagumkan di langit-langit, berjejer meja panjang berlapis sutera putih menyajikan beraneka ragam makanan kecil, makanan besar, sampai makanan penutup berupa kukis, cokelat, dan kue tart utama yang tak tanggung-tanggung besarnya. Cinderella tersenyum bahagia. Tak pernah ia bermimpi dapat berpijak di tempat semewah istana negeri Sepatu Kaca.
Melewati tamu-tamu terhormat satu per satu, Cinderella tersenyum hormat lagi dan lagi. Alih-alih mendapat balasan hormat, tiap-tiap pasang mata dari mereka jatuh dan tak mampu teralih dari hadirnya gadis terjelita senegeri. Sampai langkah gadis itu terhenti oleh sebab sosok yang kali ini mendapat senyumannya adalah sang pemilik pesta sendiri, Yang Mulia Pangeran Charming.
Mata keduanya bertemu, lalu pudarlah senyum dari bibir mereka. Sama-sama terpukau.
Cinderella mematung di tempat, sementara Charming meninggalkan wanita yang tengah ia ajak bicara dan melangkah ke arah Cinderella. Mata pangeran itu tak bergerak dari pupil biru terang Cinderella, pria tampan itu menyentuh pergelangan Cinderella dan mengecup punggung tangan gadis itu.
"Izinkan aku mengetahui namamu, wahai putri yang jelita," Pangeran itu berucap.
Kini seluruh mata terarah pada mereka berdua. Si tampan dan si cantik. Tak main-main seberapa meronanya pipi Cinderella sekarang.
"A-aku bukan seorang putri," jawab Cinderella gugup.
Charming menelengkan sedikit kepalanya, meminta jawaban lebih.
"Aku hanya gadis biasa di ujung desa. Maaf, jika tampilanku mengejutkanmu, a-aku tak pernah berias sebelumnya," aku Cinderella masih dalam genggaman tangan Charming.
"Kau gadis desa?" tanya Charming, tak ada mimik meremehkan pada wajahnya. "Siapa namamu?"
"Cinderella."
Charming tersenyum kagum. "Nama yang indah, Cinderella."
Tak lama, musik pelan dilantunkan, cahaya-cahaya di dalam istana meredup, memberi suasana romantis nan syahdu. Diantar waktu, pelan-pelan para tamu mengisi wilayah luas di tengah ruangan yang kini merupakan lantai dansa. Satu per satu pasangan memasuki wilayah itu dan berdansa pelan, saling meletakkan dagu pada bahu, lengan pada pinggang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Wonderland: Tales of The Eight Pawns
FantasíaTidak semua kisah berjalan sederhana di Dunia Dongeng. Demi akhir bahagia selama-lamanya, aral dan bukit terjal perlu ditempuh. Terlebih ketika Sang Ratu dari negeri bawah tanah Wonderland memanggil delapan nama untuk dijadikan patung pion di halama...