VI. Rasa Bersalah

718 79 25
                                    

"Ayah, kopinya tumpah. AYAH!"

"Awh!" Renjun mengaduh saat merasakan panas yang mengenai tangannya. Baru menyadari kalau kopi yang sedang dia tuangkan ke dalam gelas sudah terlalu meluber sampai tumpah ke segala sisi.

"Ish sudah aku bilang dari tadi," Axel berujar kesal namun tangannya bergerak menyodorkan sebuah lap yang langsung diterima Renjun. Aduh, pagi-pagi begini dia sudah membuat kekacauan.

"Ayah sedang stres ya?" Renjun memutar bola matanya mendengar pertanyaan Axel dengan nada sok tahu itu.

"Stres karena aku harus mengurusmu setiap hari!" Jawaban Renjun membuat Axel langsung memasang raut masam. "Mana ada! Malah aku ditinggalkan sendiri setiap hari tuh!"

"Ya sudah, Ayah mau mencari ibu supaya kamu tidak sendirian lagi kalau begitu," ujar Renjun dengan ringan membuat Axel langsung melotot.

"Tidak mau! Aku tidak mau!"

Renjun hanya tertawa melihat Axel yang kini berubah kesal. Bocah itu malah seperti tantrum sekarang dengan merengek tidak jelas.

"Ayah, tidak mau! Aku tidak mau punya ibu baru!"

"Iya iya bocah. Jangan berisik, ini masih pagi." Renjun berjalan mendekat lalu menyentil dahi Axel pelan membuat bocah itu mengaduh. Bibirnya mengerucut dengan ekspresi yang terlihat semakin kesal.

"Sudah, sarapan saja dulu sekarang."

"Jangan men—"

"Iya, tidak akan. Cepat makan."

Walau masih merengut, Axel tetap menurut dan memulai sarapannya. Renjun hanya tertawa pelan melihat itu. Jika anak lain mungkin sangat ingin memiliki ibu, Axel ini agak lain. Setiap Renjun membawa topik ini, bocah itu selalu mengamuk tidak jelas.

Entah karena sudah terbiasa hidup berdua dengannya atau bagaimana, Axel tidak pernah mempertanyakan tentang ibunya. Bocah itu seperti masa bodoh saja. Gantinya adalah sikapnya yang menjadi agak posesif padanya.

Setiap bertemu dengan teman atau kenalannya yang merupakan lawan jenis, Axel selalu memasang sikap defensif. Seolah tidak mau Renjun dekat-dekat dengan perempuan manapun. Hanya ada satu dua teman perempuannya yang bisa Axel terima.

"Yang itu tidak suka dengan Ayah, jadi tidak apa-apa."

Dia hanya melongo saat mendengar ucapan Axel suatu kali. Saat itu, Xinjie—temannya yang sedang menempuh program doktoral, sering datang ke apartemen. Biasa, meminta saran dan mengajak berdiskusi karena topik yang sedang perempuan itu teliti memang kebetulan juga Renjun pahami.

Awalnya sama seperti pada yang lain, Axel memasang sikap defensif. Tapi karena Xinjie itu lumayan dapat mudah berbaur dengan anak-anak, dia memcoba mendekati Axel. Entah apa yang terjadi, tapi setelahnya Axel bersikap biasa saja pada Xinjie.

Memang sih, perempuan itu juga sudah bertunangan. Jadi mungkin Axel berpikir bahwa tidak ada kemungkinan Xinjie dan dirinya akan bersama. Tapi ya bagaimana, Renjun juga tidak suka pada Xinjie sih.

Alah, memang pemikiran bocah sering kemana-mana. Jadi dia yang terkena repotnya. Resiko mengurus bocah ya begini.

"Paman Liu bilang Ayah punya pacar sekarang."

Oke, Renjun tidak mengira kalau Axel akan melanjutkan topik ini saat mereka telah selesai sarapan. Dan oh, Liu Yangyang sialan. Bisa-bisanya mengatakan hal seperti itu pada Axel. Memang teman kurang ajar.

"Dia berbohong. Jangan percaya." Renjun menjawab ringan dengan tangan yang bergerak mencuci peralatan bekas makan mereka. Dia mengernyit saat tidak lagi mendapatkan balasan dari bocah itu.

Campus ScandalTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang