Di Balik Topeng

12 3 0
                                    

Dua orang pramusaji bergantian mengisi gelas wine di meja makan marmer dengan delapan kursi yang masih kosong berupa Penfolds Grange Hermitage 1951.  Empat laki-laki yang duduk berhadapan di tengah tersenyum.

"Kau membawa sesuatu yang mahal ya, Kelan? Seleramu bagus.”

Disebut namanya, lelaki berumur hampir setengah dekade itu tersenyum, “sebenarnya aku tidak mau sombong, aku tidak mengatakan pada pramusaji untuk memberitahu jenis anggur ini. Tidak disangka, penilaianmu bagus juga, Teria.”

Sambil menggoyang isi dalam gelas dan tanpa bersulang, Kelan menyulap ruangan pribadi hotel ini lebih mirip seperti krematorium.

“Kurang dari dua bulan menjelang pemilu, setidaknya jika kalah, kalian harus minum anggur berkelas, bukan begitu, Peta?”

“Ck, aku tidak berminat dengan pembicaraan alot kalian, lagi pula Kelan, apa kau membelinya di Melawa? Impor? Bukankah setidaknya kau menggunakan uangmu untuk membantu rekan koalisimu yang satu ini, semua orang turun ke jalan hari ini, menyusahkan kau tahu?”

Kelan menyandarkan tubuhnya ke kursi kulit, hari ini Raja Andreas membuat pertemuan penting menjelang pemilu antar empat partai koalisi yang paling berpengaruh. Alih-alih menggunakan  gallery room di istana Torael seperti yang sudah-sudah, Kelan—perdana menteri sekarang—diminta secara pribadi oleh asisten kerajaan untuk memilih tempat pertemuan lain. Jadi mereka berempat di sini, datang satu jam lebih awal seperti biasanya.

Kelan dari partai X, Razi dari partai Y, Peta anggota termuda dari partai Z dan Teria dari partai W.

Partai koalisi Kelan yang diwakilkan Razi sedikit tersinggung, tetapi Razi cukup enteng menanggapi ucapan Peta yang menyinggung program kerjanya. “Jangan naif, politik hanya soal janji yang abu-abu.”

“Betul Peta, aku sangat terkesan dengan penerusku ini, setidaknya dia mendapatkan partner yang menguntungkan, bukan begitu? Yang satunya meniadakan upah lembur dengan dalih sebagai teguran jam kerja, yang satunya ingin menaikkan upah buruh sebanyak sepuluh persen, di mana kau tahu, itu bisa memangkas hampir empat puluh persen anggaran biaya untuk upah minimun di setiap daerah, lihat seperti ini.” 

Teria bangun dari kursi, menolak pinggang sambil satu tangannya yang lain menunjuk ke langit-langit hotel, bergaya ala bos pabrik yang perutnya buncit.

“Karena saat ini sudah tidak ada upah lembur, maka gaji kalian akan naik, sepuluh persen!”

Karena itu Kelan tertawa terbahak-bahak, sampai memukul-mukul meja. Peta meringis sambil menyesap anggurnya sampai tandas, sedangkan Razi justru bertepuk tangan.

“Itulah alasan kenapa aku menyukaimu, Teria! Selera humormu sangat bagus, begitu juga orang-orangmu, aku sangat mengandalkan kalian di Dewan Perwakilan nanti.”

Kelan lebih dulu menyodorkan gelasnya, membiarkan Peta bersulang dengan gelas kosong karena lelaki itu menolak untuk dituangkan kembali oleh pramusaji. Setelah pembicaraan rendahan itu, Razi menilik jam tangan.

“Lima menit lagi,” ucapnya.

Jadi Kelan mengisyaratkan pelayan untuk membereskan meja. Masing-masing mereka membetulkan dasi, atau bahkan mengelap mulut dari sisa remah roti kering. Peta berdeham sejenak, “dasar tukang cari muka,” ucapnya berbisik.

Kelan menoleh, tapi Teria menyikutnya dengan sopan, “politikus memang harus punya banyak wajah, anak muda.”

Merasa terpojok Peta membuang wajahnya, “orang-orang ini hanya menang uang, otaknya sedikit, hati nuraninya pelit.”

Tidak lama berdiam dalam hawa orang-orang penting ini, orang yang lebih penting lagi datang, ketika sebelumnya asisten kerajaan yang dijabat perempuan berambut bondol dengan hiasan mutiara laut di leher keriputnya masuk dan memeriksa keadaan ruangan.

“Raja Andreas, akan tiba.”

Semua orang berdiri ketika Andreas datang, Kelan memimpin hormat dan diikuti ketiga rekannya yang lain. Sesaat setelah laki-laki beruban itu duduk, yang lain juga melakukan hal yang sama.

Wajah Andreas kuyu, permasalahan di dalam istana Torael cukup keruh ditambah masa-masa politik yang mencekam. Raja tentu banyak mendapatkan dorongan tidak tentu arah dari banyak pihak, terlebih lagi soal...

“Langsung saja, soal ramalan itu. Kalian pasti sudah mendengarnya.”

“Yang Mulia, jangan khawatir, kita pasti bisa menyelesaikannya seperti biasanya.”

Andreas mendelik, seperti tahu ke mana arah pembicaraan mereka.

“Ramalan itu sudah hidup ratusan tahun, dan para pendahulu kita selalu bisa menyelesaikannya, mereka juga tidak akan pernah berani menginjakkan kaki lebih jauh di negara ini.”

“Mereka sudah di sini Kelan!”

Mendengar itu Kelan memandang Razi dan dua orang lainnya bergantian. Peta lebih banyak menunduk, menatap marmer yang lengang. Sedangkan Teria seperti biasanya, merusaha mencairkan ketegangan.

“Yang Mulia, kami sudah mendengar berita itu, pencarian secara rahasia juga sudah dikerahkan oleh pemerintah.”

“Kita harus bergerak,” ucap Andreas lugas.

“Tahta anda tidak akan terancam Yang Mulia,” kata Kelan menenangkan. “Itu tidak akan terjadi, karena jika itu terjadi, Tora bisa jadi akan kembali ke bentuk Monarki Absolut. Seperti yang kita tahu, tanah ini seperti dikutuk, jika bencana mengintai kita, kita ciptakan bencana lainnya.”

“Apa maksudmu, Kelan?” Tanya Peta Ketus.

“Jangan bilang,” tanyanya menggantung

“Ayolah, kita sudah pernah melakukan ini, Peta.”

“Sialan! Kau pikir kau siapa, kau bahkan tidak bisa menyelesaikannya, orang tuaku mati karenamu!”

Peta menyinggung pandemi yang Kelan tunggangi sendiri dua tahun lalu. MAPERA membentuk satu organisasi ilmuan secara rahasia untuk membuat racun yang dimodifikasi ke jenis ular yang tidak berbisa. Lewat manipulasi bisa ular itu, ilmuan menciptakan penyakit yang mirip virus Ebola karena sama-sama melemahkan sistem syaraf dan sel pembekuan darah. Akibat itu, Peta kehilangan kedua orang tuanya.

“Kau yang salah, tidak menjaga mereka dengan baik,” sergah Kelan cuek.

“Bajing—“

“Cukup!” Suara Andreas mengembalikan kesadaran Peta yang hampir saja lepas kendali, Teria memintanya duduk dengan tenang lagi, sementara mereka menunggu tanggapan dari Raja.

“Yang Mulia, pikirkanlah baik-baik. Kita bisa menyingkirkan gadis itu, seperti sebelumnya. Siapa namanya?” Katanya sambil menoleh ke arah Razi.

“Ean.”

“Haa, Ean. Bahkan aku menyelamatkan puteramu dari perempuan itu, bukan? Kau harus mempertimbangkan ini Yang Mulia. Ingat, dulu kau sendiri yang bernegosiasi dengan pria tua botak itu agar Ean bisa memasuki wilayah kita, tapi apa? Putra mahkota jatuh cinta pada keturunan asli Raja Armen? Atau kali ini bisa lebih buruk?”

Andreas menimang, meski bukan orang yang bisa dipercaya, tetapi perkataan Kelan lebih merujuk pada kebenaran dan solusi cemerlang ketimbang harus memusingkan lebih jauh, “akan diapakan tikus yang masuk ke dalam rumah.”

“Yang Mulia, Kelan bahkan masih menerima kritik dari rakyat karena kebodohan yang dia buat sendiri, rakyat terlalu banyak kehilangan, kita tidak boleh mengambil risiko lebih besar lagi,” terang Peta yang tidak setuju.

“Cukup, Peta. Kelan benar, untuk menyelamatkan berlian, kau harus membuang emas. Jika kau keberatan, aku tidak akan menahanmu untuk mundur dari pemilu ini.”

Raja Andreas bangkit, menandakan bahwa pertemuan ini berakhir dengan kemenangan sepihak dan penderitaan yang direkayasa.

Setelah Andreas keluar ruangan, Peta mengekor di belakangnya, “Persetan dengan kalian semua, pergilah ke neraka!”

“Jangan hiraukan dia, mentalnya masih seperti remaja usia dua puluhan, kalian tahu sendiri, kan organisasi yang dipimpinnya, jadi lanjutkan saja makan malam kalian, aku akan membujuk lelaki keras kepala itu.”

Teria melenggang ke luar. Ruangan ini jadi terasa lebih besar.

“Ada gunanya juga dia menyukai sesama jenis, apa menurutmu Peta akan luluh?” Tanya Razi.

“Aku mengenalnya dengan baik, dia orang yang bisa diandalkan, tenanglah,” jawab Kelan yang membuat Razi mangut-mangut.

"Bagaimana dengan Jen?" Tanya Kelan. Ia melepaskan dua kancing atas kemejanya, berusaha menarik napas lebih dalam untuk bisa berpikir lebih banyak.

"Mereka kehilangan anak-anak itu."

"Ke mana?"

Razi tampak ragu-ragu, ia tidak ingin memperkeruh suasana hati Kelan yang tidak tenru dan mudah berubah.

"Katakan, Razi."

"Sepertinya mereka bertemu dengan anggota Savior."

Mendengar itu Kelan bangkit, tangannya terayun otomatis menuju wajah Razi yang berjambang tipis disertai kumis.

"Dasar tolol!"

***

Aku mengurung diri di kamar seharian. Menatap jalanan Melawa tempat Laura berorasi kemarin, aku bahkan bisa melihat toko bunga dari blok tempat aku dan Gil mencoba melarikan diri, sekarang semuanya tampak membosankan. Zex sudah mengembalikan ingatanku. Jadi semua ini terasa biasa saja dari pada perasaan kehilangan Ean dulu.
Gil bahkan ikut merahasiakannya.
Sekarang aku bingung, siapa yang benar-benar jahat padaku?



Tora : The Thief & The Lost PrincessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang