Abigail menatap Anan yang makan dengan tenang di hadapannya, dan setelah selesai, gadis itu lekas berdiri dan mengulur tangannya untuk mengambil alat makan Anan membuat pemuda itu sedikit terkejut.
"Biar aku. Boleh minta tolong?" Kata Abigail kemudian.
"Minta tolong apa?" Jawab Anan lemah, suaranya bahkan sudah terdengar serak akibat menangis terlalu lama.
"Pergi ke taman belakang dan tunggu aku di sana."
Anan tak membalas, ia hanya mengangguk menuruti perintah dari gadisnya itu. Sejujurnya, Anan tak melihat kebahagiaan di wajah Abigail, ia pun tampak bersedih seperti dirinya. Bedanya, Abigail berusaha untuk menahan rasa sedihnya itu.
Tak sampai 5 menit, Abigail sudah datang dan duduk di atas gazebo tepat di samping Anan.
Keduanya sama-sama terdiam selama beberapa menit sembari masing-masing mata menatap pada senja yang sebentar lagi berubah menjadi rembulan.
"kira-kira kenapa mama bohongin gue sampai saat ini?" Lalu, Anan membuka pembicaraan lebih dulu.
Abigail tersenyum kecil, matanya melirik pada Anan yang terlihat tak sekacau tadi, "Nan, mau tau gak kenapa kucing selalu kabur ke tempat sepi secara tiba-tiba?" Tanyanya kemudian.
Anan tak berkata membiarkan Abigail menyelesaikan ceritanya.
Abigail kembali tersenyum lalu lanjut bercerita, "kucing itu punya firasat, Nan. Walaupun mereka itu hewan, setidaknya dia lebih berperasaan. Dan saat dirinya merasa terancam atau sudah tidak sanggup lagi, dia bakal cari tempat tersembunyi dimana orang-orang nggak bisa temuin dia," Abigail berhenti sebentar.
"Kamu ingat Miko gak? Kucing kesayangan aku?"
"Yang kita temuin di taman pas dia udah mati?"
Abigail turut mengangguk. "Mama bilang Miko bukan diracunin tapi emang udah sakit. Miko kabur karena takut mati di depan orang tersayangnya, Nan. Miko percaya sama aku, kucing itu takut pemiliknya bersedih."
Keduanya kini terdiam.
"Mama bukan mau bohongin kamu, Nan. Tapi, mungkin mama takut dan gak mau kamu larut dalam kesedihan. Selagi mama masih sehat mama mau kamu bisa senyum ke beliau karena waktu beliau juga udah nggak banyak, mama mau buat banyak kenangan indah dan mengenyampingkan kesedihannya itu demi kamu, demi keluarganya."
Anan tertunduk, ia mulai menetralkan perasaannya.
"Gak papa hari ini kamu bersedih, hak papa kalau besok kamu masih merasa takut, tapi, jangan berubah, ya?" Kata Abigail lagi, "semua orang punya ketakutan, Nan. Bukannya aku nggak ngerti, kamu paham kan maksud aku? Aku selalu tungguin kamu, kok."
Anan tersenyum mendengarnya. "Gak akan... Terima kasih, ya?"
"Aku yang harusnya terima kasih sama kamu, Nan."
"Kenapa?"
"Karena kamu udah jadi manusia sehebat ini."
Keduanya saling melempar senyuman dengan tujuan saling menguatkan satu sama lain.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Journey Of Us
Fiksi PenggemarKisah melankolis para remaja sekolah menengah yang merasakan pahit, asam, manis-nya kehidupan dengan hati yang bergejolak bermekaran saat musim bersemi. Written by @lavidamys