10 - BAD DREAM

120 16 3
                                    




















• L O V E A G A I N•












"Mark?"

"Oh! Hello, morning Alana. Duduklah." Menoleh, Mark menyapa Alana yang baru saja keluar dari kamarnya.

Dan dengan senyuman Alana menyambut secangkir cappuccino dan sebuah cornetto di hadapannya sebelum Mark ikut bergabung di meja makan bersamanya.

"Ini lezat." Ucap Alana kembali tersenyum, membuat Mark tersipu senang.

"Kalau begitu nikmati sarapanmu."

"Ya, kau juga. Terima kasih."

Untuk beberapa saat keduanya sibuk dengan sarapan masing-masing sampai kemudian Mark menyadari bahwa sejak duduk di kursi itu Alana terus mencuri pandang ke arah kursi yang biasa ditempati Keith dan pagi ini kursi itu kosong.

"Hari ini ada rapat penting di kantor jadi pagi-pagi sekali Keith sudah berangkat." Bohongnya, sebab nyatanya sudah sejak semalam Keith meninggalkan mansion.

"Oh, begitu."

Mengangguk-angguk cukup lama Alana melirik ke arah kursi itu sebelum menggigit cornetto nya, namun tiba-tiba sesuatu menghentikan gerakan mulutnya yang tengah mengunyah dan membuatnya menatap Mark lekat.

"Jadi kau dan Laura saudara sepupu?"

"Ah, aku belum bercerita ya?" Mark menyeruput cappucino nya sebelum menatap Alana antusias, hampir lupa bahwa sekarang yang tengah dia hadapi adalah wanita ini.

"Ayah Laura dan ayah ku, kakak-beradik. Setelah paman meninggal Laura yang mengambil alih perusahaan, ayahku dan aku sama sekali tidak tertarik berkecimpung di dunia bisnis. Passion ku berbeda dan jadilah aku yang sekarang, di sini bersama Keith."

"Sudah berapa lama kau bekerja dengan Keith?"

"Sekitar tujuh tahun? Pokoknya aku pertama kali bertemu Keith saat masih sekolah menengah."

Mengangguk-angguk lagi, Alana tampak masih memikirkan sesuatu namun bibirnya terlalu kelu untuk berucap sampai kemudian Mark berucap lebih dulu.

"Silakan tanyakan saja apa yang ingin kau tanyakan.  Akan ku jawab sebisaku."

"Kalau begitu...." hati-hati Alana berucap dan meskipun sempat ragu wanita itu kembali melanjutkan.

"Kau pasti mengenal Claire dengan baik bukan?"

Kali ini gerakan tangan Mark yang akan meraih cangkir capuccino nya terhenti, raut wajah pria itu tiba-tiba berubah tegang namun buru-buru kembali tersenyum.

"Tentu saja. Kami sangat dekat dan aku sudah menganggapnya seperti kakak kandungku sendiri."

"Tapi kenapa tiba-tiba Claire?" Tanya Mark penasaran, lebih tepatnya ingin memastikan sesuatu.

"Aku bermimpi semalam, tetapi mimpi itu terlalu nyata untuk disebut sebagai mimpi. Rasanya aku sendiri yang mengalami hal itu sampai-sampai rasa takut dan sakitnya ikut terasa bahkan setelah aku bangun."

LOVE AGAINTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang