"Bener-bener anak kurang ajar! Ke mana sih dia, sampai enggak pulang ke rumah?" kesal Fina sambil menyiapkan sarapan untuk suami dan putri sulungnya.
"Kalau Kia diculik gimana? Ma, lebih baik kita ke kantor polisi." Usul Papa khawatir.
"Papa aja yang urus! Lagipula siapa yang mau culik anak tukang nyuri kayak gitu? Kalau pun minta tebusan, uang dari mana kita? Udahlah Mama sih ikhlas aja si Kia di bawa kabur."
"Ma, jangan bicara gitu! Kia itu anak kita."
Fina melotot kepada suaminya. "ANAK KITA? ITU KAN..."
"MA!!!" Tegur Papa memberi kode jika masih ada Niken di tengah mereka. Niken sendiri merasa enjoy dengan makanannya.
Mama mendengus kasar dan mulai memakan sarapannya.
Papa berdeham dan berbicara lembut pada putri sulungnya. "Teh, nanti di sekolah bisa tanya ke temannya siapa tahu Kia nginep di rumah temennya."
Niken tertawa. "Pa, asal Papa tahu aja, Kia itu di sekolah enggak punya teman. Eh ada deng satu, yang pakai kacamata tebel itu... Ghea namanya."
"Iya, siapa tahu Kia nginep di rumah Ghea. Papa khawatir."
"Kalau enggak sibuk ya Pa." Jawab Niken ogah-ogahan, namun pandangannya terpaku pada lowong pintu. ekspresi gadis itu melongo dan tangannya menunjuk ke arah depan.
"Hmm? Kenapa?" tanya Mama bingung lalu mengikuti arah pandang Niken. Mama menatap tajam pada orang yang sejak tadi menjadi pusat emosinya. "BARU PULANG KAMU JAM SEGINI? DARI MANA KAMU HAH? NGELONTE?" Teriak Fina berdiri dari kursinya.
Papa menarik tangan Mama untuk duduk, namun Fina tetap berdiri membuat Papa menyerah. Papa memilih berjalan menghampiri Kia yang menatap datar. Mata Papa terbeliak melihat ada perban di dahi anaknya.
"Kia, Nak! Kamu kenapa? Kok di perban gini? Sudah makan? Ayo duduk dulu!" Papa menarik lembut menuju meja.
Kia yang memang lapar menatap meja makan. Terdapat nasi putih, telur dadar dan tumis kangkung. Gadis itu mengambil piring dan segera mengambil nasi.
Namun tiba-tiba tangan Kia ditahan oleh Fina. "Kamu ngapain hah? Semalaman enggak pulang dan sekarang mau makan? Hidup kamu enak banget ya?"
Kia menatap tajam wanita di sebelahnya. Tatapan Kia, entah mengapa membuat Mama mematung.
Wanita ini yang selalu menyiksa Kia asli.
"Nga-ngapain kamu lihat Mama kamu kayak gitu hah?" tegur Mama menutupi kegugupannya.
"wetengku luwe, kok aku ora bisa mangan nalika ana panganan ing meja? (perutku lapar, kenapa aku tidak boleh makan sementara di atas meja ada makanan?)"
Mama, Papa dan Niken menatap bingung ke arah Kia. Kenapa anak itu berbahasa jawa? Mereka kan orang sunda, tidak ada turunan jawa.
Kia yang menyadari kesalahannya mencoba bersikap biasa. Mau bagaimana lagi, ia lebih jago berbahasa jawa dan jepang daripada bahasa indonesia yang jarang digunakan walaupun ia mengerti kalau orang lain bicara.
"Ngomong apa sih kamu? Otak kamu udah rusak ya?" Fina mengernyitkan hidung. "Badan kamu bau! Sana mandi dulu, mual Mama lama-lama."
"Makan dulu." Jawab Kia acuh dan duduk di kursi lalu makan. Gadis itu bahkan tidak peduli mengambil telur dua.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lintas Waktu
Fantasy"Lo tuh cuma beban aja tahu enggak??" " lo cukup nurut, patuh!" " hidup lo enggak ada hak buat ngebantah!!" Itu menurut orang-orang kepada Kia. Beberapa bulan kemudian. "Napa lo jadi kayak gini sih? lo stress ya?" "Ini kenakalan remaja yang terla...