🥀MDW-Menginap🥀

1.7K 57 0
                                    

Setelah baca, jangan lupa tinggalkan jejaknya, ya😁

Di dapur, Gave segera menutup pintunya, kemudian menarik tangan Lily, membawanya ke pojok

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Di dapur, Gave segera menutup pintunya, kemudian menarik tangan Lily, membawanya ke pojok. Sesekali Gave menyisir keadaan, waspada jikalau salah satu mertuanya menghampiri mereka. Merasa aman, Gave semakin mencengkram kuat tangan gadis itu, menyebabkan Lily meringis ngilu. Spontan Gave menaruh jari telunjuknya, tepat di tengah-tengah bibir.

"Shut  ...diem!" ketusnya, namun dengan nada suara yang pelan, seperti berbisik.

"Aku tidak mau tau, pokoknya kamu usir orang tuamu itu dari rumah ini! Aku itu capek, pengen istirahat, ngerti, nggak?! Ayahmu itu juga dari tadi ceramah mulu, sok paling benar." Kedua bola matanya melotot, tanda dirinya sudah tidak bisa menahan lagi.

"Tapi bagaimanapun juga, orang tuaku adalah orang tuamu. Tidak sepantasnya kamu berbicara seperti itu, mana sopan santunmu?" Tak suka orang tuanya dihina, Lily langsung angkat suara.

"Tidak usah mengajariku sopan santun, kamu itu tahu apa tentangku? Pokoknya aku mau mereka pulang secepatnya!" tegasnya, tetap pada pendirian.

"Kamu boleh mengataiku, tapi aku tidak akan tinggal diam kalau kamu mengatai orang tuaku!" Kali ini, Lily berani berbicara tegas, tidak seperti biasanya, yang selalu diam disaat dibentak oleh sang suami.

"Oh, berani melawan kamu?!" Gave melotot tajam, sembari mendekatkan wajahnya. Sontak saja, Lily menundukkan kepala ke bawah, Gave pun melepaskan cengkraman itu dengan deru nafas yang tak beraturan.

'Jder!

Suara petir menggelegar, membuat kilatan di langit. Sinarnya berhasil masuk ke jendela dapur, spontan Lily memegang dada karena terkejut. Tak lama kilat menyambar, tetes demi tetes air hujan mulai turun, membasahi tanah. Lambat laun, air hujan turun begitu derasnya, membuat kebisingan di atas genteng.

"Lho, kalian belum masak lagi?"

Gave maupun Lily sontak memutar badan ke belakang, ditemuinya Ana sudah berada di depan pintu, sembari memegang dua buah piring kotor. Tanpa disadari oleh keduanya, Ana sudah membuka pintu tersebut. Hal itu membuat Gave menjadi was-was, bisa saja Ana sempat mendengar pembicaraan mereka tadi.

"I-ibu sejak kapan disini?" tanya Gave, terbata-bata.

"Baru saja, kalian kenapa belum masak juga?" Ana memasukkan seluruh tubuhnya ke dalam dapur, dan meletakkan piring kotor tersebut ke wastafel. Ethan nampak muncul dari belakang, serta membawa beberapa cangkir dari ruang keluarga, juga ruang makan.

"Lho, dikira udah selesai," sahut Ethan, ketika tak menemukan hasil masakan mereka.

Lily melirik ke arah Gave, yang sepertinya tidak mau berbicara. Lily menghembuskan nafas panjang, kemudian mengukir senyum. "Tadi kami keasyikan cerita, iya 'kan?" tanyanya, sembari menatap pria itu.

"Iya," jawabnya, singkat. Dengan terpaksa ia mengembangkan senyum simpul, seolah mengatakan bahwa semuanya baik-baik saja.

"Ya sudah kalau begitu, kalian ke ruang makan saja, ibu yang akan masak," ucap Ana, setelah mencuci piring.

"Ngg---"

"Nggak papa, Lily, sana, gih," potong Ana, sebelum Lily meneruskan kalimatnya.

Gave yang sudah terlanjur kesal, melangkah pergi, tentunya setelah mengucapkan kata terimakasih. Mau tidak mau, Lily mengikuti jejak suaminya, untuk kembali ke ruang makan itu.

Tak berselang lama, Ana dan juga Ethan berpamitan ingin pergi. Tetapi Lily melarangnya, sebab hujan masih turun begitu derasnya, terlebih lagi kilatan petir masih saja tergambar di langit hitam. Gave yang awalnya senang karena kedua mertuanya akhirnya mau pulang, tidak jadi, pasalnya Lily meminta orang tuanya agar menginap di rumah mereka saja. Sorotan mata yang tajam, mengarah ke Lily, tetapi Lily tidak mempedulikan itu sekarang. Yang terpenting baginya, orang tuanya tidak kebasahan, dan bisa saja mereka nanti akan jatuh sakit.

"Maaf, kami jadi merepotkan kalian," ucap Ana, kepada anak serta menantunya.

"Nggak papa, Bu, lagipula rumah ini juga termasuk rumah ayah sama ibu juga," sahut Lily.

"Ta---"

"Sudahlah, ayah sama ibu nginep aja disini, kamar kosong masih ada, anggap saja rumah sendiri," sambar Gave, memotong kalimat Ethan, membuat Lily memandang ke arahnya. Sekilas Gave menoleh kepada Lily, tentunya dengan sorotan mata yang tajam juga dingin.

"Terimakasih, Nak." Ethan tersenyum kepada keduanya.

"Mari, Bu, Yah, ku antar." Lily berjalan lebih duluan, diikuti oleh kedua orang tuanya. Sebentar Ethan menepuk pelan bahu kanan Gave, sembari melempar senyum, dan dibalas oleh Gave berupa senyuman berat.

Gave memandangi ketiga punggung yang mulai menjauh dari pandangannya, dan menghilang setelah berbelok ke kiri. Tanpa disadari pun, kedua tangan Gave mengepal kuat, tatapan matanya yang sinis, terlihat sangat membenci ketiganya. Bersamaan dengan sinar kilatan petir, yang menembus masuk ke dalam rumah, dapat dilihat dengan jelas urat leher Gave bertimbulan, sedangkan kedua matanya tak berkedip sama sekali. 'Awas saja kamu Lily,' batinnya, geram.

Sehabis mengantarkan orang tuanya ke dalam kamar yang kosong, Lily harus melewati ruang keluarga lagi, agar bisa pergi ke kamarnya. Gadis itu berjalan sambil menundukkan kepala ke bawah sedikit, memandangi dua tungkai kakinya, dikarenakan Gave masih berada di ruangan tersebut. Melihat kedatangan istrinya, Gave langsung bangkit dari duduknya, secepat kilat ia meraih pergelangan tangan gadis itu, sontak saja Lily terkejut karenanya.

Tanpa bicara, Gave menarik Lily agar ikut dengannya. Ternyata, ia membawa Lily masuk ke dalam kamarnya, setelahnya, Gave mengunci pintu itu. "Kau tahu, aku yang sudah benci denganmu, makin bertambah benci," ucap Gave, bersuara berat, penuh penekanan. Cowok itu membalikkan badan dari depan pintu, menghadapi istrinya yang masih saja menekukkan wajah. Dapat dilihat oleh Lily, kedua kaki suaminya yang mendekat ke arahnya, membuat degup jantungnya berdetak lebih cepat.

Gave memegang dagu Lily, sehingga membuat wajah gadis itu terdongak. Betapa gugup dirinya, lantaran cowok itu semakin mendekatkan wajahnya, sampai jarak di antara mereka diperkirakan hanya 5 centi, saking dekatnya. Kedua netra kecoklatan milik Gave membuat Lily terpana, hembusan nafasnya yang hangat dapat menyentuh pipinya. Secara tak sadar, kedua pipinya memerah.

"Besok, kamu akan tahu akibatnya, Lily Ainsley Abigail."

"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
My Doll Wife [End]✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang