07

11.1K 792 12
                                        

Happy Reading

──────⊹⊱✫⊰⊹──────

Cahaya pagi yang lembut menyinari taman sederhana di halaman rumah. Bunga-bunga yang bermekaran tampak segar, masih dihiasi butiran embun yang bergelayut di ujung-ujung kelopaknya. Angin berembus pelan, membawa aroma tanah yang lembap setelah malam berlalu. Namun, di dalam kamar seorang remaja lelaki, suasana pagi yang segar itu seolah tak ada artinya.

Zeyron masih terlelap dalam balutan selimut tebal, enggan untuk bangun meski alarm di meja nakasnya telah berdering sejak sepuluh menit lalu. Nada nyaring itu memenuhi ruangan, berpadu dengan suara burung yang berkicau di luar jendela. Meski begitu, ia tetap tidak menunjukkan tanda-tanda akan bangun, seolah dunia mimpi masih terlalu nyaman untuk ditinggalkan.

Suara pintu kamar yang terbuka membuyarkan sedikit ketenangan itu. Seorang wanita berdiri di ambang pintu, kedua tangannya menyilang di depan dada. Wajahnya menunjukkan ekspresi yang sudah terlalu sering ia tunjukkan setiap pagi.

"Alar, bangun! Nanti kamu kesiangan! Katanya ada kelas pagi!" seru Kayrani, ibunya, sedikit menaikkan nada suaranya sambil menarik selimut yang menutupi tubuh anaknya.

Zeyron bergeliat malas, menggeliat seolah berusaha mempertahankan kehangatan yang masih tersisa di balik selimutnya. "Eunggh... Ibu?" gumamnya, suaranya masih berat karena kantuk. Ia bahkan tidak sepenuhnya sadar dengan apa yang terjadi di sekelilingnya.

Namun, keterkejutan mendadak menyerangnya saat ibunya mulai memukulnya dengan bantal. "Ampun! Jam berapa ini?!" serunya panik, kini benar-benar tersadar dari tidurnya.

"Mandi lalu sarapan! Ibu tidak ke toko dulu, mau mengurus taman dan kebun," kata Kayrani, meninggalkan kamar setelah melihat putranya akhirnya bangkit dari tempat tidur.

Zeyron hanya mengangguk lemas, mengusap wajahnya yang masih setengah sadar. Ia melirik jam di dinding dan menghela napas panjang sebelum akhirnya menyeret langkah menuju kamar mandi.

.....

Kelas pagi telah terlewati dengan cukup lancar. Untungnya, hari ini hanya ada dua kelas, sehingga masih ada waktu untuk bersantai sejenak sebelum kembali ke rutinitas. Ia dan teman-temannya kini tengah duduk di pojok sebuah kafe yang cukup nyaman, milik Reza, kakak Verrel. Namun, kali ini, mereka tidak hanya berempat. Ada satu tambahan yang belakangan ini hampir selalu ikut dalam setiap pertemuan mereka—Asher.

Verrel, Diva, dan Viona tampak jengkel melihat kehadiran kating mereka yang satu ini. Rasanya ingin sekali mereka mencekiknya. Bagaimana tidak? Sejak awal pertemanan mereka, belum pernah ada orang yang begitu menempel pada Zeyron seperti ini. Seolah tak ingin kehilangan kesempatan, Asher selalu berada di sekitar Zeyron, bahkan sering kali memonopolinya tanpa memberi kesempatan bagi yang lain.

"Lo ngapain sih ikut juga? Emang nggak punya teman?" cibir Diva dengan nada tajam.

Asher hanya mengangkat bahu acuh tak acuh, tidak menggubris tatapan kesal yang diarahkan kepadanya. Ia lebih memilih untuk fokus menyuapi Zeyron dengan spageti yang dipesannya. Sementara itu, Zeyron sendiri tampak pasrah, meski di hadapannya masih ada sepiring makanan yang belum ia sentuh.

"Udah, Asher," ujar Zeyron akhirnya, merasa tak nyaman dengan perlakuan berlebihan itu.

"Dikit lagi," bujuk Asher dengan wajah memelas.

"Nggak, udah kenyang," tolak Zeyron tegas. Perutnya sudah penuh, bahkan nyaris ingin muntah jika ia harus memaksakan diri.

Asher cemberut, merasa kecewa. Padahal tinggal satu suapan lagi. Dengan berat hati, ia akhirnya menyantap suapan terakhir itu sendiri. Sementara itu, Verrel dengan santainya mengambil piring Zeyron dan mulai menghabiskan makanannya.

Posionous Boyfriend's (Sedang Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang