Aku masih berjalan dengan santai karena sinar matahari cukup terik. Meskipun rumahku dekat, tapi kalau panas begini kok berasa jauh ya. Kalau seperti ini saja, kadang aku mengeluh ingin punya motor.
Ketika sedang berjalan, dari kejauhan aku melihat seseorang yang sedang mengendarai motor. Sepertinya aku kenal orangnya. Dari penampilannya sih mungkin dia santri pesantren Al-Asy'ari.
"Loh, Kak Senja!" Pengendara motor itu berhenti.
Astaga ... ternyata dia ... dia ...
"Zaidan?"
"Kak Senja apa kabar? Pulang kuliah ya?" tanyanya.
"Emm bukan. Aku pulang ngajar,"
Alis cowok itu mengernyit. Mungkin dia merasa aneh, masa aku pulang mengajar memakai jas almamater. Dia pasti berpikir aku pulang kuliah.
"Aku magang di sekolah lama,"
"Oalah gitu toh. Kakak semester berapa emang? Ternyata udah magang ya,"
"Menuju semester 7,"
"Masya Allah, alhamdulillah. Sukses terus ya, Kak." Zaidan menyunggingkan senyumnya.
Senyuman ini yang selalu aku rindukan dari dulu. Nyatanya aku masih gak bisa melupakan itu. Zaidan, kita bisa balik lagi kayak dulu kan!
"Amiin, makasih do'anya, Zaidan," ucapku. "Emm, kamu sendiri dari mana? Kok tumben siang-siang keluar?"
"Ada perlu hehehe. Oh iya, aku pulang dulu ya. Kalau Kak Senja magang di sekolah lama, mungkin kita juga bisa ketemu lagi,"
Ucapan Zaidan sukses membuatku salah tingkah. Andai aku tak terpikat oleh cowok-cowok di kampus, mungkin sampai sekarang aku masih dekat dengan Zaidan, santri yang menjadi idola pondok pesantren.
"Eh, hehehe iya pasti ketemu sih,"
"Ya udah kalau gitu Kak Senja hati-hati pulangnya. Aku pamit ya, assalamualaikum!" Zaidan tersenyum tipis dan kembali melajukan motornya.
Aku menghela napas berat. Rasa yang dulu sudah ku kubur dalam-dalam kini memaksa untuk muncul ke permukaan. Andai waktu itu komunikasiku dan Zaidan masih berjalan, mungkin di antara kita sudah ada kata hubungan. Tapi sepertinya tidak mungkin, mengingat aturan pondok yang melarang santrinya untuk menjalin hubungan dengan lawan jenis.
"Nyatanya rasa kagum aku sama kamu masih sama kayak dulu, Dan,"
***
Sambil menunggu teman-temanku datang, aku hanya duduk di tempat guru piket. Beruntung hari ini aku tidak ada jadwal mengajar. Mahasiswa yang tidak mengajar akan dijadwalkan untuk piket harian. Untuk tugasnya, nanti akan diberitahukan oleh Pak Dika.
"Assalamualaikum, Kak," sapa seseorang.
Aku menoleh ternyata ada beberapa siswa yang baru datang dan yang mengucap salam itu adalah Ajun.
"Oh iya, kenalin ini temen aku. Yang tinggi namanya Ravi. Yang pendek imut ini Farid. Si peci putih ini Asep." Ajun memperkenalkan tiga teman yang datang bersamanya.
"Kak Senja kakaknya si Fatih kan?" tebak siswa bernama Ravi.
"Haha iyaa, kenal juga sama adik aku." Aku tersenyum tipis. Adikku dulu juga mondok di pesantren Al-Asy'ari. Tapi sekarang dia pindah ke pondok pesantren yang lebih jauh atas permintaan Ibu dan Bapak.
"Kenal dong, 'kan pernah satu kamar," timpal Farid.
"Dia gimana kabarnya, Kak?" tanya Ajun pula.
"Alhamdulillah baik-baik aja. Kayaknya dia betah di pondok. Sampai sekarang gak pulang-pulang hehe,"
KAMU SEDANG MEMBACA
Senja Bersamamu
Novela Juvenil⚠️Wajib follow sebelum baca ⚠️ Jangan lupa tinggalkan jejak, minimal vote *** "Senja selalu membuatku terus menyukainya. Karena dia selalu memberiku kehangatan dan ketenangan di saat dunia memberiku banyak masalah." -Harun. "Jika aku bukan senja yan...