"maafkan aku azizam, jika saja aku membaca surat dari raja Sapujagat, jika saja aku tidur bersamamu, jika saja aku memperketat penjagaanmu__" begitu banyak pengandaian yang memeluk erat sebuah rasa penyesalan dalam diri Kastara
"sudahlah yang mulia.. sudah berlalu. lagipula aku sudah kehilangannya" tak ada air mata lagi, yang ada hanya raut datar dengan tatapan kosong, selama hidup mungkin ini merupakan titik terendah dalam hidupnya
"mungkin memang Sang Agung tak ingin aku memilikinya, bukankah dulu aku juga kehilangannya sekaligus nyawaku, aku sudah pernah melalui ini untuk yang kedua kalinya yang mulia, bedanya kali ini aku tidak mati bersamanya"
Kastara mengerjap beberapa kali untuk menghalau air matanya yang mendesak turun, namun ia gagal karna air matanya tetap mengalir, tangannya terulur menggapai wajah kuyu Lunara
"k-kau? kau ingat Jaha? kau ingat aku sebagai Bratamu?" Lunara mengangguk masih menatap Kastara datar
"oh Sang Agung.. garis takdir macam apa ini.." Lunara menenggelamkan wajahnya pada dada bidang suaminya, sedikit... lagi, sedikit lagi ia akan bertemu putranya, namun lagi-lagi diambil sebelum waktunya
"tinggalkan aku sendiri yang mulia, aku ingin istirahat" Kastara mengangguk, sebelum itu mencium kening Lunara penuh kasih, ia akan memberikan Lunara ruang untuk menenangkan diri dari rasa sedihnya
sejak kehilangan untuk yang kedua kalinya, Lunara kini menjadi pribadi yang pendiam dan tak seceria biasanya, ia sudah memikirkan satu cara untuk menenangkan dirinya dari kegundahan ini
tak mungkin rasanya jika ia terus begini, ia harus bisa melawan rasa sakitnya saat mengingat masa-masa sulit dan masa-masa sedih saat kehilangan putra yang ia nanti-nanti
"salam yang mulia raja Kastara, semoga kesejahteraan senantiasa dilimpahkan untuk Cendana" ucap Bondowoso pada menantunya, saat ini pria paruh baya itu tengah duduk ditemani Naraya dan Helena, menunggu putrinya selesai bersiap
"salam ayah, maafkan aku, aku gagal menjadi ayah sekaligus suami untuk cucu dan putrimu, sekali lagi maafkan aku" Kastara menyatukan kedua tangannya didepan dada memohon ampun atas kesalahannya pada Bondowoso
"tidak yang mulia, ini bukan salahmu, kau diperdaya oleh kejahatan sihir, dan lagi__ ini merupakan takdir dari sang pencipta, kita terlalu kecil untuk mengetahui semua ketetapan-Nya" Bondowoso membawa Kastara dalam pelukannya, rasa bersalah kembali menghujam jantungnya
"ayah.. aku sudah siap" Lunara berjalan dengan anggun mendekati sang ayah, tak ada lagi tampilan seorang selir agung yang mewah nan mencolok, kini ia hanya menggunakan gaun sutra seadanya tanpa polesan riasan wajah, maupun perhiasan berkilauan yang biasa melekat manis ditubuhnya
"yang mulia.. jangan begini, aku akan kembali setelah aku berdamai dengan diriku sendiri, aku tetaplah istrimu, saat aku kembali nanti aku akan datang sebagai Lunara versi terbaik, kau harus selalu sehat karna semua orang membutuhkan raja mereka, dan yang paling penting aku selalu mencintaimu kapanpun dan dimanapun aku berada" Kastara tak dapat menahan diri untuk merengkuh tubuh Lunara, sejak Lunara mengatakan keinginannya, sejak itu pula Kastara tak dapat menahan rasa sedihnya
sekarang tak hanya putranya, bahkan istrinya pun turut akan meninggalkannya, apakah ini karma karna beberapa bulan kebelakang ia tak memperdulikan istrinya ini?, apakah ini yang dirasakan Lunara?, jika memang dengan begini Lunaranya bisa kembali tenang dan dapat menghilangkan kesedihannya maka ia tak masalah walaupun rindu akan menghukumnya dengan amat sangat kejam, namun apakah ia mampu kehilangan Lunara untuk yang kedua kalinya?
"aku ingin terus bersamamu azizam, kau ingin aku merasakan kehilanganmu lagi untuk yang kedua kalinya hum? kau tau aku bisa mati perlahan jika begini Lunara, aku tak akan sanggup" air mata Kastara tak dapat dibendung, sungguh! kini ia tak ubahnya sosok anak kecil yang tak ingin ditinggal ibunya ke pasar
tak hanya Kastara, Naraya, Helena, dan Noni pun merasakan hal yang sama seperti yang dirasakan Kastara
"benar nak fikirkan lagi, kau bisa menenangkan dirimu disini, jika kau tak ingin diganggu maka kita bisa membuatkanmu rumah baru disamping ladang bunga tempat kesukaanmu" kali ini Helena turut angkat bicara membujuk Lunara
Lunara mengurai pelukannya pada Kastara, beralih pada sang ibu suri, mendekap hangat tubuh orang yang selama ini selalu ada menemaninya saat ia hamil
"terima kasih Bu, tapi maafkan aku, aku ingin pergi sejauh mungkin agar bisa menata hidupku kembali, terutama ruang hatiku yang kosong setelah kepergiannya""terima kasih selama ini sudah mengajarkan aku tentang banyak hal, termasuk menjadi calon ibu yang sabar dalam menjalani masa kehamilan, aku bersyukur memiliki ibu disisiku, terima kasih sudah memperlakukanku dengan sangat baik" Helena menangis terisak membelai rambut panjang Lunara yang masih memeluk erat tubuhnya
"aku menyayangimu Lunara, bahkan melebihi yang kau tau, aku baru merasakan kehangatan memiliki seorang putri, lalu kini kau akan pergi dariku?, dari kami semua?, jangan pergi nak.. Ibu mohon" setetes air mata Lunara jatuh
Ibu dengarkan? sekarang Lunara sudah memiliki seorang Ibu yang sangat menyayangi Lunara sama seperti Ibu..
"istriku.. sudah ya, kita harus memberikan menantu waktu untuk berdamai dengan dirinya sendiri, tidak mudah untuk semua hal yang sudah terjadi padanya, dia berhak bahagia, berikan dia ruang agar bisa menata hati dan perasaannya kembali" bujuk Naraya pada Helena, perlahan wanita paruh baya itu melepas pelukannya pada Lunara
"janji akan kembali lagi?"
"janji Ibu.." jika menantunya ini bersikeras ingin pergi, dia bisa apa?
jadi untuk menenangkan diri Lunara akan ke Desa
tapi itu hanya terjadi dalam mimpi Kastara, karna yang sebenarnya terjadi ialah..
sekeluarnya Kastara dari kamar bernuansa emas itu, Lunara mendudukan dirinya meraba sisi ujung kasur tempat dimana pedang untuk melindungi petinggi istana jika dalam keadaan terdesak
"maafkan aku Brata.. aku ingin putraku, sampai bertemu pada kehidupan selanjutnya"
srett..
pedang tajam itu tepat menghujam jantung Lunara, seketika itu juga ia terbatuk-batuk mengeluarkan darah segar dari mulutnya, hingga dalam beberapa saat kelopak matanya tertutup sempurna, bersamaan dengan hilangnya denyut nadi dan jantungnya
untuk yang kedua kalinya Brata kembali kehilangan Jahanara.. kehilangan wanita berharga dalam hidupnya
pamitnya Lunara dalam mimpi Kastara ternyata mengandung makna menyayat hati, hingga kini kerajaan Brajaha hanya diliputi kesedihan mendalam karna meninggalnya putra mahkota serta Selir Agung istri kesayangan Raja
KAMU SEDANG MEMBACA
KastaLuna (kisah Bratadikara dan Jahanara dengan versi dan zaman yang berbeda)
FantasiKisah seorang raja jin yang teramat mencintai istrinya ratusan tahun silam hingga atas kebaikan sang pencipta, sang raja pun terlahir kembali menjadi manusia seutuhnya, dan buah atas kesabarannya ia menemukan wanita yang sangat mirip mendiang istrin...