16. Bertemu Papa Qiana

172 108 150
                                    

FOLLOW DULU SEBELUM BACA!

Kasih vote-nya jangan lupa ya gaess, jangan baca doang, tapi gak ngasih Vote. Ntar aku nangis nih kalo gak kasih vote😭

Komen yang banyak di setiap paragraf/line biar rameee...

🦋🦋🦋

"Makasih udah antar aku sampe rumah," ucap Qiana dengan suara datar

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Makasih udah antar aku sampe rumah," ucap Qiana dengan suara datar. "Sekarang, mending kamu langsung pulang terus istirahat," ujarnya mengusir Tristan untuk segera pulang, matanya menunjukkan ketidaksukaan.

"Gue nggak disuruh masuk dulu nih? Di depan gerbang doang kayak gini, kayak penagih hutang gue jadinya," kata Tristan, berusaha mencairkan suasana dengan lelucon ringan.

Qiana menggeleng cepat. "Maaf, nggak bisa. Di dalam ada Papa aku, aku nggak mau dia salah paham kalau lihat aku diantar sama cowok," cicit Qiana, sambil sesekali menolehkan kepalanya ke belakang, merasa was-was takut papanya keluar dan melihat Tristan.

"Bagus dong kalo ada bokap lo, sekalian gue mau memperkenalkan diri sama calon mertua," balas Tristan sambil membenarkan rambutnya, seolah-olah tengah bersiap diri.

"Tristan!" Qiana menatap lekat-lekat lelaki yang berdiri di hadapannya dengan tatapan sinis.

"Oke, oke. Gue pulang," ujarnya mengalah.

"Cepetan! Kasian itu sopir taksinya udah dari tadi nungguin kamu," usir Qiana seraya melihat ke arah mobil taksi yang tadi mengantar mereka pulang.

"Ingat, perjanjian kita mulai berlaku besok," ucap Tristan, mengingatkan Qiana.

"Iya, aku ingat," jawab Qiana acuh tak acuh.

"Bagus. Gue pulang dulu, see you tomorrow, babe." Tristan tersenyum setelah mengucapkan kalimat yang berhasil menciptakan rona merah di kedua pipi Qiana. Gadis itu langsung menundukkan wajahnya malu-malu.

"Kenapa pipi lo?" tanya Tristan usil. Tangannya menyentuh dagu Qiana, mengangkat wajah gadis itu agar menatapnya.

Qiana sontak menurunkan tangan Tristan. "Ada apa emangnya?" tanyanya balik sambil meraba-raba kedua pipinya.

"There's a blush, usually caused by feelings of shyness," jawabnya seraya tersenyum manis menatap wajah Qiana tanpa bosan.

Lidah Qiana mendadak keluh, tak berani membalas ucapan Tristan. Masih dengan raut wajah yang merona, ia kembali menundukkan wajahnya, menyembunyikan perasaan malunya dari laki-laki yang kini tak lepas memandanginya.

Dear Insanity Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang