JALUR KEEMPAT BELAS

14 2 0
                                    


"Aahhh ... aku benar-benar lelah!" Azka melenguh tepat di depan Zea, gadis itu menutup mata saat kaus bawah Azka terangkat. Mereka baru kembali ke kamar hotel setelah makan di warung pinggir jalan rekomendasi dari internet.

Kamar yang Zea pesan memiliki fasilitas lumayan, dengan twin bed juga TV dan terdapat mini bar yang bisa digunakan untuk membuat kopi atau teh.

Cukup luas untuk dipakai menginap hanya semalam, biayanya juga tidak terlalu mahal. Mengingat secara dadakan, dan panik. Zea tidak mendapatkan harga promo yang biasanya bisa membuat harga jauh lebih murah.

"Cuci kaki sama sikat gigi dulu kalau mau tidur ya, Ze," tutur Azka mengingatkan. "Aku mau sholat isya' dulu."

Begitu Azka menutup pintu kamar mandi, Zea berjongkok memeluk lutut. Tubuhnya sakit, Zea merasakan jika jantungnya bekerja lebih giat sejak tadi. Detaknya semakin cepat dan keras, berawal ketika ia menatap kondisi kamar ketika check-in tadi.

Memang ranjangnya terpisah, jarak keduanya juga ada. Tetapi Zea tidak bisa menyembunyikan kegugupan dirinya. Apalagi pertanyaan yang membuat Zea overthingking selalu muncul dalam pikirannya.

Bagaimana jika Zea ternyata tidurnya mendengkur?
Kalau ternyata Azka melihat wajahnya bangun tidur, yang setiap harinya terpantau seperti singa. Bagaimana nanti malunya Zea?

Dan masih banyak pertanyaan yang masuk dan hadir. Zea khawatir pada apapun itu termasuk sikapnya pada Azka sekarang. Sejak tadi, ketika keduanya sedang makan dan duduk berhadapan. Azka sering memergoki Zea melamun.

Mendengar suara gemercik air tidak lagi ada, Zea bangkit membuka tas yang berisi baju juga alat mandi yang Zea bawa dari kosnya. Beruntung, tepat saat Azka membuka pintu, Zea telah mendekam di depan tas sedang mengubrak-abrik isinya.

Bukannya bergegas setelah menemukan seluruh benda yang Zea butuhkan, ia malah membeku saat tatapannya bertemu dengan Azka yang berdiri menunggu.

"Sudah selesai? Aku mau ambil sajadah!" ucapan itu mengejutkan Zea.

Mulutnya menganga, menyingkir dari sana dan berlari masuk ke kamar mandi. Zea mengambil napas, memegangi dadanya yang berdegup kencang. Sial, Azka semakin tampan dengan air wudhu yang turun dari rambut depannya.

Asyik bersandar pada pintu, bunyi ketukan membuat Zea terkejut. "Sikat gigi kamu jatuh, Ze!"

Lucunya, Zea tertawa pelan mendengarnya. Untung saja bukan celana dalam yang jatuh. Ya, untung saja.

***

Membuka pintu setelah menyelesaikan segala urusan di dalam kamar mandi tadi, Zea melihat Azka masih sholat. Arah kiblat membelakangi tempat Zea berdiri, tapi Azka ada di posisi samping ranjang yang Zea pilih tadi untuk menjadi tempatnya tidur.

Ranjangnya ada dua, satu di posisi dekat jendela, yang lain ada di dekat kamar mandi. Tepat di depan kedua ranjang itu, menempel TV yang sejak tadi tidak ada niatan untuk dinyalakan dari kedua penghuninya. Azka sholat di tengah-tengah antara ranjang Zea dan jendela.

Zea memilih duduk di kursi samping mini bar, mengamati nama-nama kopi dan teh yang tersedia di nampan itu. Pikir Zea, ingin membuat secangkir teh. Tapi keraguan muncul, takutnya ia menganggu Azka yang ingin istirahat.

Alasan aneh, padahal tinggal memanaskan air dan menyeduh teh. Tapi Zea berpikir mengenai lampu kamar, apakah Azka tidur dengan lampu yang menyala atau dimatikan.

Takutnya lelaki itu segan untuk tidur di kamar yang menyala lampunya karena Azka masih melihat Zea tengah minum teh.

"Tidak tidur, Ze?" tanya Azka yang sedang melipat sajadahnya kembali. Lelaki itu meletakkan perlengkapan sholatnya ke dalam koper.

"Belum mengantuk," jawab Zea singkat. Otaknya berputar bagaimana akan menanyakan masalah lampu.

Lelaki itu duduk di pinggiran ranjang, menatap Zea yang seketika tubuhnya duduk tegak. Tunggu, Azka akan melakukan apa?

"Aku khawatir besok kelewatan waktu sahur, meski kamu gak puasa, boleh gak minta tolong bangunin aku untuk sahur? Kamu bisa kembali tidur setelah bangunin aku, gimana?"

Menggemaskan, Azka seperti bocah yang meminta izin pada ibunya untuk bermain. Padahal tanpa Azka meminta, Zea sudah berniat melakukannya. Mengingat Azka sendiri yang memberikan alasan mengenai kebiasaan tidurnya tadi sore.

"Iya, akan aku bangunkan." Azka mendengar itu tersenyum lebar, berterima kasih sebagai balasan. Zea kembali mengamati, Azka berkali-kali mengebasi tempat tidur juga bantalnya baru memposisikan diri untuk tidur.

Zea tahu, apa yang Azka lakukan pernah ia dengar di suatu pengajian di mana itu merupakan ajaran Rasullulah SAW. Masyaallah, Azka menjadikannya kebiasaan. Zea patut bangga telah menyaksikannya.

"Tidur dulu ya, Ze. Jangan begadang, loh!" pamit Azka sekaligus mengingatkan. Detik berikutnya, Azka berbaring dan mulai menutup mata. Meninggalkan Zea yang sejak tadi diam mengamati dengan perasaan takjub sekaligus tidak menyangka.

Kakinya melangkah, menuju saklar lampu yang masih menunjukkan kehidupan. Melupakan teh yang tadinya ingin Zea sedih, juga perasaan gugupnya menghadapi malam bersama Azka. Zea membiarkan dirinya menikmatinya, pengalaman baru yang tidak pernah Zea duga sebelumnya.

"Selamat tidur, Azka!" ucapnya pelan. Berharap lelaki itu tidur nyenyak dan menikmati mimpi indah.

===BERSAMBUNG===

750 Kata

21.12 WIB, 16 Sept, 2023

PuMa

Mudik Jalur Selatan (Tamat) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang