•••
Setelah drama yang ditimbulkan Ana tadi pagi akibatnya Jiana jadi sering kehilangan fokus. Ia jadi ingin cepat pulang dan mengistirahatkan tubuhnya dan pikirannya yang lelah. Sedangkan Ana sudah tidak sekesal tadi. Anak itu sudah duduk manis didekatnya. Menemaninya diantara kepadatan Jakarta. Mereka duduk menunggu bus karena sama-sama lebih memilih memanfaatkan transportasi yang disediakan pemerintah meski terkadang harus terjebak macet.
Jiana merenggangkan tulangnya yang terasa kaku. Pandangannya menyisir sekitarnya sampai menemukan seseorang diantara puluhan lainnya. Entah mengapa Jiana merasa pemuda itu tengah kesulitan. Melihat bagaimana rautnya yang tampak lelah. Jiana tidak bisa mengalihkan pandangannya selama beberapa menit. Rasanya ia ingin terus memandang pemuda itu lebih lama. Dan lebih luar biasanya ia merasa melihat dirinya sendiri didalam diri pemuda itu. Perasaannya berjalan sangat aneh. Namun Jiana menurutinya kali ini. Dengan kesadaran penuh ia ingin melihat senyum merekah diwajah pemuda itu. Sampai ia mengingat ada tiga lolipop didalam tasnya.
Matanya berbinar melihat bocah laki-laki yang kebetulan tiba-tiba lewat didepannya. Otaknya mendapatkan ide yang sangat cemerlang.
"Dek!" Panggilnya sedikit keras agar anak itu mendengar suaranya.
Anak itu menoleh. Maupun terlihat bingung ia tetap menghampiri Jiana.
"Kenapa, Kak?"
"Kakak boleh minta tolong? Nanti kakak kasih dua lolipop buat kamu."
"Boleh." Jawabnya semangat. Membuat Jiana semakin melebarkan senyumnya.
"Mau ngapain lo? Anak orang itu." Tanya Ana yang penasaran apa yang akan sahabatnya lakukan.
"Udah jangan kepo lo, diem aja perhatiin."
Tangannya merogoh dan mengambil satu untuk ia letakkan ditelapak kecil milik bocah menggemaskan didepannya. Wajahnya maju dan berbisik dan dijawab dengan anggukan. Kemudian anak itu berlari untuk melakukan apa yang Jiana minta.
Ia masih memperhatikan bagaimana interaksi mereka. Setiap pergerakan pemuda itu membuatnya tidak sadar menarik bibirnya jauh lebih lebar dari sebelumnya. Senyum yang lama tidak terlihat diwajahnya. Senyum yang selama ini ia lupa bagaimana cara menciptakannya.
Dari bagaimana pemuda itu terkejut lalu tersenyum ramah kepada anak kecil itu sampai mata keduanya yang sempat beradu persekian detik.
Jiana langsung berpura-pura tidak melihat. Ia jadi malu ketika ketahuan. Beralih kepada anak kecil tadi yang sudah kembali didepannya untuk menagih janji. Sesuai perjanjian Jiana memberikan dua permen lolipop sisanya. Anak itu berterima kasih lalu berlari menghilang dari hadapannya.
Hanya dengan begitu hatinya menghangat. Perasaan itu memeluknya. Seperti pelukan yang sudah lama ia rindukan.
Terlalu hanyut dengan perasaannya sendiri Jiana terkejut ketika merasakan tepukan pelan dibahunya. Tubuhnya langsung berbalik untuk mengecek.
Ah, ternyata pemuda itu tadi.
"Iya?"
Jantungnya terpacu begitu cepat. Ada perasaan membuncah yang entah apa ketika melihat kedua binar milik pemuda didepannya.
Sepertinya pemuda itu ingin mengatakan sesuatu namun belum sempat Jiana mendengar suara pemuda itu, Ana sudah berteriak memanggilnya dari ambang pintu bus. Ia sampai tidak menyadari bus sudah datang. Dengan sangat berat hati berpamitan karena bus sudah ingin berangkat.
"Maaf, ya, duluan."
Tubuhnya berbalik dengan cepat, namun sebelum benar-benar pergi Jiana menyempatkan menoleh dan tersenyum.
Semoga kita bisa ketemu lagi.
Dan bus melaju setelah bokongnya berhasil duduk. Disaat memandang keluar Jiana melihat bagaimana terakhir sebelum ia masuk kedalam bus. Raut pemuda itu terlihat menegang beberapa detik sebelum akhirnya kembali tenang dan tersenyum.
Dia kenapa?
"Kenapa gue jadi penasaran, sih."
Kepalanya menggeleng. Merasa aneh dengan perasaannya sendiri. Namun tanpa sadar karena pertemuannya dengan pemuda itu membuatnya melupakan semua pemikiran buruknya sejak pagi tadi.
"Lo kenapa, sih? Aneh banget perasaan dari tadi." Tanya Ana yang masih merasa heran dengan Jiana yang bertingkah tidak jelas sedari tadi.
"Ketempelan lo, ya? Ngomong-ngomong sendiri."
"Enak aja, enggaklah." jawab Jiana tidak terima. Orang lagi seneng bukannya ikut malah sewot.
"Oh! Atau jangan-jangan lo naksir ya sama cowok itu tadi?" ujar Ana sedikit nyaring. Membuat setengah perhatian orang yang ada bus ter arah kepada mereka.
"Berisik lo, ah." geram Jiana sedikit berbisik menahan malu.
"Gue nggak naksir. Sama sekali enggak." lanjutnya.
"Tapi itu tadi ngapain lo ngasih dia permen terus senyum-senyum nggak jelas kek gitu. Kalo nggak naksir apaan coba." ucap Ana menggebu-gebu.
"Engga, Ana sayangkuu." jawab Jiana berusaha meyakinkan Ana dan menghilangkan prasangka tidak berteori miliknya.
"Tapi lo-
Sebelum Ana kembali mengeluarkan teorinya Jiana buru-buru membekapnya dengan tangan.
"Udah diem! Lo nggak malu semua orang ngeliatin kita."
Dan Ana berhasil diam. Setidaknya untuk sementara.
•••
•••
Aku kembali dengan upaya yang terus aku usahakan. Maupun masih belum begitu rapi aku terus beraniin diri untuk tetap semangat menyelesaikan apa yang aku mulai. Terimakasih sudah baik dengan mampir dan mau membaca tulisan aku yang masih sangat acak-acakan. Bahagia terus untuk kalian, yaa.
KAMU SEDANG MEMBACA
SEGITIGA
FantasyRumah akan tetap menjadi rumah seberantakkan apapun isinya. Selama apapun perginya tetap harus pulang. Hujan dan panas nggak akan peduli meskipun kamu sekarat. [REVISI] Start ; 28 Januari 2022 End - #5 - ryunjin (181023)