Kita

15 0 0
                                    

"Kenapa kamu begitu yakin denganku?" Isi pesan yang kukirim padanya.

"Tidak bisa dijelaskan, Aina. Aku yakin kamu orang yang baik." Balasnya tanpa aku menunggu lama.

"Memang terlihat baik tapi aku punya lebih banyak kekurangan yang belum kamu tahu."

Aku menatap layar ponselku setelah kudapati pesan yang baru saja kukirim dengan cepat berubah menjadi centang biru. Lalu, tertera 'mengetik'.

"Aku juga punya kekurangan, dan aku tidak mencari yang sempurna," balasnya.

Namanya Albab Al Wafa. Aku biasanya memanggil mas Albab, bukan karena apa-apa. Hanya karena dia lebih tua 5 tahun dariku.

Kita saling mengenal belum lama dan sebenarnya belum kenal jauh. Kita saling mengenal bukan karena aku tahu dia dan dia tahu aku, tapi karena kita saling mengenal guru-guru kita. Dia tahu guruku dan aku pun tahu gurunya. Dan kita bertemu pada sanad guru yang sama. Begitulah kiranya proses kita mengenal. Sederhana dan tak pernah menyangka.

"Aku percaya kamu orangnya, Na," balasnya membuatku membaca sambil kebingungan.

"Jujur, aku tidak paham dengan maksudmu."

"Tidak perlu takut. Aku bukan orang yang akan berbuat buruk kepadamu. Kamu percaya kan?" Dia meyakinkanku.

"Aku percaya. Kamu santrinya beliau, pasti kamu orang yang baik," kataku sambil menoleh ke arah pigora dinding yang terpampang foto dari guru-guru Mas Albab, pun guru dari guruku.

Kita lebih banyak chat. Belum pernah ketemu. Lebih banyak cerita lewat pesan-pesan yang saling kita kirim. Membicarakan guru-guru kita, tentang pondok dulu tempatnya belajar. Aku tidak banyak berbicara tentang diriku meskipun dia sering sekali menanyakannya. Tapi yang kulihat, dia sangat effort untuk mengenalku. Menunjukkan keyakinannya kepadaku. Aku menganggap ini terlalu cepat.

"Aku sudah perempuan keberapa yang kamu ingin kenali seperti ini?" Tanyaku.

"Na, maaf. Dulu memang aku sering dijodoh-jodohkan tapi belum ada yang cocok dan memang bukan jodohnya. Untuk sekarang, aku tidak sedang mendekati siapa-siapa dan entah kenapa aku begitu yakin denganmu," jawabnya setelah kutunggu agak lama.

"Aku ingin menjalani ini dengan serius," balasnya lagi. Aku terdiam. Bingung harus membalas dengan kata apa.

Sungguh, ini terlalu cepat. Mengapa dia bisa sedemikian yakin denganku?

AINAUL MARDIYAHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang