Part 11 - Persiapan Festival (Safira)

8 1 0
                                    

Perintah Atasan

"Every good servant does not all commands."

(Sumber: Cymbeline)

~William Shakespeare

Penyair dan dramawan dari Inggris 1564-1616

Safira Fitri Anggaraini seorang Anggota Komite Disiplin di sekolah yang sedang sibuk dengan persiapan festival di sekolah, Komdis dan juga OSIS saling berkerja sama dalam pembuatan Festival yang akan di pertunjukan saat musim semi telah berakhir. Safira kini benar-benar sibuk dengan tugas-tugasnya sebagai anggota Komite Disiplin.

Semakin dekat nya jadwal Festival Sekolah, semakin banyak hal yang harus diatur dan diawasi. Safira telah menerima tugas khusus dari Ketua Komdis yaitu Kak Yogi, untuk memastikan bahwa semua hal berjalan lancar dan tidak ada masalah internal antara OSIS dan Komdis atau pun dengan siswa perwakilan kelas yang mungkin muncul selama festival berlangsung.

Safira dengan sikap tegas dan penuh tanggung jawab, menjadi salah satu panita pertemuan persiapan festival bersama Komite Disiplin, OSIS, dan perwakilan siswa dari berbagai kelas. Mereka duduk di aula sekolah, yang di mana meja dan kursi-kursi telah disusun dengan rapi di hari sebelumnya.

"Baik, teman-teman semua," ujar Safira dengan suara yang tegas. "Festival sekolah adalah acara besar bagi kita semua. Kami (Komdis) harus memastikan bahwa semuanya berjalan dengan lancar tanpa masalah apapun. Semua mata akan tertuju pada kita."

Kak Yogi, Ketua Komdis, mengangguk setuju. "Benar, Safira. Kami (Komdis) telah bekerja keras untuk mempersiapkannya, dan kami tidak ingin ada masalah yang merusak acara ini, apapun masalah nya. Kalian harus bisa menuruti perintah yang akan di perintahkan ketua pelaksana kali ini yaitu ketua OSIS, Kak Rizka."

 Safira dan Kak Yogi baru tersadar bahwa Kak Rizka tidak ada di tengah-tengah mereka, mereka kebingungan dimana Kak Rizka berada. "Seperti nya ketua pelaksana kita masih di luar, sebentar saya cari terlebih dahulu." Ujar Safira menenangkan para peserta rapat yang hadir.

 Lalu Safira cepat-cepat menghubungi Kak Rizka untuk segera datang ke aula sekolah untuk memimpin rapat, namun panggilan Safira tak terjawab oleh Kak Rizka. Tapi, saat Safira sedang sibuk menghubungi telepon Kak Rizka, tiba-tiba datanglah Kak Rizka dan Dika masuk ke aula sekolah. Mereka berdua terlihat santai, seakan-akan tidak menyadari bahwa pertemuan sudah  berlangsung. Safira merasa hatinya berdebar-debar, dan rasa cemburu tiba-tiba melandanya.

 Dia berusaha menyembunyikan perasaannya yang bergejolak dan segera menghampiri Kak Rizka dan Dika.  "Kak Rizka tau kan rapat nya udah di mulai dari tadi? Kenapa gak langsung ikut rapat nya?" ujar Safira dengan suara tetap tegas, meskipun hatinya masih gelisah.

"Maafkan kami, Safira. Kami baru aja memantau bagian panggung dan membeli beberapa bahan tadi, jadi mari kita lanjutkan pertemuan ini." Ucap Kak Rizka memohon maaf kepada Safira.

 Safira merasa semakin tidak nyaman dengan kedekatan antara Kak Rizka dan Dika dalam pertemuan ini. Dia mencoba untuk tetap fokus pada tugasnya sebagai anggota Komite Disiplin, tetapi kecemburunya dengan Kak Rizka tidak bisa dia sembunyikan sepenuhnya.

 Pertemuan dilanjutkan dengan pemaparan detail tentang tugas masing-masing panitia dan koordinasi antara Komite Disiplin, OSIS, dan perwakilan siswa. Safira mencatat dengan cermat semua informasi yang dibagikan dalam pertemuan ini, meskipun pikiran dan pandangan nya kadang-kadang mengarah kepada kedekatan antara Kak Rizka dan Dika.

Ketika pertemuan hampir selesai, Safira tidak bisa menahan diri lagi. Dia ingin tahu apa hubungan antara Kak Rizka dan Dika, yang membuatnya merasa cemburu seperti ini. Dengan berani, dia bertanya kepada Kak Rizka, "Kak Rizka, apakah Dika juga terlibat dalam persiapan festival?"

Kak Rizka tersenyum. "Iya, Safira. Dika adalah salah satu perwakilan kelas yang ku tunjuk langsung untuk jadi panitia, dan kami bekerja sama dalam memastikan festival ini sukses."

 Safira merasa hatinya semakin berat. Dia merasa seperti ada jarak antara dirinya dan Dika, walaupun hubungan nya dengan Dika hanya sebatas teman. Tapi di hati Safira, Dika adalah milik nya. Karena sebelumnya Dika sudah menyatakan cinta nya kepadanya, jadi Safira berpikir bahwa pernyataan cinta Dika hanya sebatas main-main.

 Setelah pertemuan berakhir, Safira meninggalkan aula sekolah dengan berat hati. Safira tahu ia harus mengatur perasaannya sendiri dan tetap fokus pada tugas sebagai anggota Komite Disiplin, tetapi  kecemburunnya masih mengganggu pikirannya. Dia berharap bisa menemukan cara untuk mengatur perasaan ini dan tetap profesional dalam persiapan festival sekolah.

 Safira mencoba sebaik mungkin untuk mengatasi perasaannya yang bergejolak. Dia tahu bahwa cemburu adalah perasaan alami, tetapi ia tidak ingin perasaan nya ini mengganggu tugas-tugasnya sebagai anggota Komite Disiplin. Setiap hari, ia bekerja keras bersama dengan panitia lainnya untuk memastikan festival sekolah berjalan lancar.

 Kak Rizka dan Dika tetap dekat selama persiapan festival, dan Safira terus melihat mereka bersama-sama. Meskipun hatinya masih merasa tidak nyaman, dia berusaha untuk tetap bersikap profesional dan menjaga jarak. Dia tidak ingin menjadi penghalang bagi persahabatan mereka berdua.

Suatu hari, ketika mereka sedang beristirahat dari persiapan festival, Safira mengajak Dika untuk duduk bersamanya di bawah pohon besar di taman sekolah. Mereka berbicara bukan dari mata ke mata, namun dari hati ke hati. Safira mulai resah dengan keadaannya dengan Dika kalau seperti ini.

"Dika," ujar Safira dengan ragu, "tentang perasaanmu padaku dulu... itu cuma main-main ya?"

Dika menatap Safira dengan serius. "Safira, apakah mata ini membohongi kamu? Aku belum pernah merasakan kehangatan sehebat ini, dan namun saat kamu suruh aku menunggu jawaban. Hati ku menjadi dingin kembali."

 Safira merasa hatinya berdebar kencang mendengar kata-kata Dika. Dia merenung sejenak, mencoba memproses apa yang baru saja Dika katakan. Rasa cemburu dan ketidakpastian yang selama ini mengganggunya mulai berkurang.

"Dika, aku minta maaf jika aku meragukan perasaanmu," ucap Safira dengan suara lembut. "Aku merasa resah jika kamu gak ada di dekat aku, tapi aku bingung menjelaskan hubungan kita. Aku gak tau hubungan ini mau kemana, tapi aku tau satu hal. Aku cuma mau kamu Dika..."

 Dika tersipu malu akan perkataan Safira, dan ia langsung menggenggam tangan Safira dengan lembut. "Safira, aku juga merasa hal yang sama. Aku ingin kamu selalu ada di sini, di dekatku. Hubungan ini mungkin akan memiliki rintangan dan ujian, tapi selama kita bersama, kita bisa mengatasi semuanya bersama-sama."

 Dada Safira lama-kelamaan semakin sesak, apakah hal yang dirasakannya merupakan bentuk cinta nya kepada Dika? Namun di sisi lain, Dika yang mengatakan hal seromantis itu tak kuasa menahan pertanda cinta untuk Safira. Mata dari keduanya saling menandakan ada sesuatu yang harus di satukan, tangan mereka pun menyetujui itu. 

 Karena tak kuasa dengan genggaman tangan Dika, Safira melepas genggaman itu. Lalu ia lari sekencang-kencang nya tak tahu kemana, Dika yang sekali lagi merasa di campakkan begitu saja tetap berharap kepada Safira. Dika berharap bahwa suatu saat ia akan memiliki Safira, bagaimana pun caranya.

Until You Look At Me!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang