17 | Her Fragile Heart

135 10 0
                                    

✨Selamat membaca ✨ 

✿︎✿︎✿︎

Alicia benci Sekolah.

"Mungkin aku harus pergi selama beberapa hari." Ucap Valentine sambil memeluknya.

Sebenarnya, ia tidak ingin berangkat sekolah. Padahal hanya tinggal tiga bulan lagi dan selesai. Tapi ia sungguh tak ingin. Setidaknya sekarang ia memiliki Valentine.

Jika pria itu tidak ada, Alicia tidak memiliki apapun yang membuat berminat masuk sekolah.

Apalagi jika ia harus berurusan dengan Anastasia dan James. Belum lagi, ia juga harus pulang dan berurusan dengan Jenna, ibunya.

Ia sudah tak pulang selama akhir pekan hingga hari ini. Jelas sekali Jenna akan mengomel.

"Kenapa, Sunshine?" Valentine mengusap pipinya. "Sejak pagi, sepertinya ada banyak sekali yang kamu pikirkan."

Usapannya beralih ke leher tepat pada bekas gigitannya dengang gerakan memutar. Alicia sudah menutupi bekas gigigitan itu dengan Concealer. Sekalipun awalnya memprotes, Valentine akhirnya setuju.

Alicia tidak ingin siswa lain melihat bekas gigitan di lehernya. Sekolah Misty tidak begitu familiar dengan matebond atau semacamnya. Karena Werewolf pasti menunggu Mate-nya berusia 20 tahun sebelum saling menjalin ikatan abadi. Artinya, mereka sudah lulus. Dengan alasan itu, Valentine akhirnya setuju. Tapi hanya saat di sekolah.

"Aku hanya tidak ingin kamu pergi. Egois, ya?"

"Mungkin. Tapi the feeling is mutual."

Alicia menyandarkan kepala ke dada bidang pria itu mencari kehangatan. Bersama Valentine, ia selalu merasa nyaman.

"Setelah misi ini selesai, aku ingin membawamu ke Luminae. Jika kamu bersedia."

"Aku bersedia, Val. Aku ingin ikut denganmu." Tak ada yang tersisa disini. Alicia sejak awal memang ingin sekali pergi jauh dari kota Misty dan meninggalkan kerajaan Zeal.

Alicia memeluk erat pria itu seolah ini adalah pelukan perpisahan. Mungkin hanya karena ia terlalu khawatir.

Di lubuk hatinya, Alicia tahu kebahagiaan, ketenangan dan kenyamanan selama beberapa hari ini tidak akan bertahan lama. Ia bisa mencium badai akan segera datang.

Tapi ia berusaha mengabaikan. Di otaknya, ia akan segera berpindah ke Luminae bersama Valentine.

✿︎✿︎✿︎

Mereka berpisah begitu Valentine mengantarnya pulang. Alicia mendesah. Ia juga tak ingin masuk ke rumah itu lagi.

"Alicia, kemana saja kamu?" Jenna berteriak begitu melihat Alicia pulang.

Alicia menjawab dengan santai. "Menginap di rumah Joan, Ma."

Untungnya, ia sudah meninggalkan pesan pada Joanna beberapa hari lalu. Sahabatnya selalu bersedia menutupi kebohongannya. Seperti saat ini.

"Kalau begitu, tinggal di rumah Joanna saja. Tak usah pulang." Ucapnya berang.

"Bertahan sebentar lagi, Ma. Begitu lulus aku segera pergi." Ucapnya pelan.

Mendengar ucapnya, seketika tubuh Jenna membatu.

Alicia tidak tahu bagian mana dari ucapannya yang mengejutkan Jenna. Ibunya tak pernah peduli kecuali hanya untuk membandingkannya dengan Anastasia.

Melihat Jenna yang tak mengucapkan satu patah kata lagi. Alicia beranjak menuju kamarnya.

Tepat di depan pintu kamarnya, Anastasia menunggu dengan bersandar ke dinding. Penyihir itu terlihat bosan.

"Kukira kamu takkan pulang." Komentarnya.

Alicia tak ingin berurusan dengannya. "Pergi, Ana."

Kemudian ia membuka kunci pintu dan masuk. Alicia memang terbiasa mengunci kamarnya tiap kali meninggalkan rumah, ia hanya tak ingin privasinya terganggu.

Ia pikir Anastasia sudah pergi, tapi wanita itu malah ikut masuk. Alicia tak ingin penyihir itu menginjakkan kaki di kamarnya.

"Aku bilang pergi, Ana. Bagian mana dari kata 'pergi' yang tidak kamu mengerti?"

Anastasia menunjukkan wajah aslinya. Rupa yang seharusnya dibenci semua orang.

"Bagian dari 'aku tidak menerima perintah' darimu, Alicia." Ia tersenyum miring. Senyuman yang terbilang kejam.

Anastasia belum pernah menunjukkan senyuman semacam itu sebelumnya. Sekarang, sebersit rasa takut menyusup.

"Apa kamu pikir Valent masih akan mencintaimu kalau dia tahu kutukan mimpimu, Alicia?"

Ucapan Anastasia menusuk tepat pada titik keraguan di hatinya. Sejak kemarin, pemikiran itu menghantui Alicia.

Valentine dan dirinya memang memiliki ikatan takdir, mereka Mate. Tapi apakah Valentine bersedia berurusan dengan kutukan mimpinya?

Alicia tidak tahu.

Seharusnya ia berkata jujur. Tapi rasanya sulit sekali. Mungkin karena dirinya ingin bersikap egois. Sekali ini saja. Memiliki Valentine bahkan tanpa pria itu mengetahui kutukannya.

"Tiap malam, kamu memimpikan pria lain. Mungkin dalam tidurmu, kamu bahkan tanpa sengaja mengucapkan nama pria itu." Anastasia tertawa.

"Pergi, Ana."

"Kenapa?" Tanyanya dengan tatapan tanpa dosa.

"Kubilang pergi." Bentaknya, lalu segera menutup pintu dengan keras. Alicia tak ingin lagi mendengar ocehan Anastasia.

Namun ia sudah terlanjur mendengar. Rasa takut membuat Alicia sulit tidur. Otaknya berkecamuk memikirkan berbagai kemungkinan yang akan terjadi. Yang paling menyiksa adalah kemungkinan Valentine tak bersedia menerimanya. Bagaimana jika pria yang terlanjur memiliki separuh jiwanya pergi meninggalkannya?

Malam itu, Alicia menangis.

✿︎✿︎✿︎

Tinggalkan voment, yuk, biar Scarlett semangat nulisnya. 

Thank You 🥰 

_______

September 27, 2023

Royal Lycan SeriesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang