“Yeva mamah denger perkembangan kamu di les gambar menurun,” ucapnya sambil memegang kertas hasil laporan dari tempat les.
“Iya maaf, Mah. Yeva akan terus berusaha nanti,” ujarnya yang tengah fokus pada laptopnya, karena dia memiliki tugas di sekolahnya, dan harus selesai hari ini juga. Sebenarnya tugas ini dari beberapa hari yang lalu, hanya saja dia sibuk untuk mengikuti berbagai les. Dari les pelajaran sampai les melukis dia lakukan.
“Kamu ini, gini aja gak bisa. Mamah udah bayar mahal loh, inget ya beberapa bulan lagi kamu harus ikut lomba melukis dan harus juara satu,” perintah ibunya dengan tegas.
Yeva menoleh pada ibunya dengan wajah yang lelah. “Iya, Mah.”
“Terus sekarang kamu ngapain ini? Main-main aja? Belajar!”
Yeva menunjukkan laptop pada ibunya untuk meyakinkan dengan pasti ucapannya. “Yeva lagi ngerjain tugas buat besok pagi.”
“Yaudah kerjain cepet, harus dapet nilai seratus. Awas aja ya kamu nilainya turun, terus abis itu belajar lagi, ini ada nih nilai kamu dapet A minus, harus dapet A plus.”
“Iya Mah.”
Ratna selaku ibu Yeva melihat ponsel anaknya itu menyala dan melihat pesan yang masuk di sana. “Cheryl? Siapa itu?” tanya ibunya membaca nama kontak yang tertera di ponsel anaknya.
“Temen baru Yeva.” Dia segera mengambil ponselnya itu untuk membaca pesan apa yang dikirimkan, tapi sebelum itu dia menyadari tatapan dari ibunya itu. “Sama Liliane, Yeva kenal Cheryl sama Liliane juga.”
Ibunya itu menganggukkan kepalanya seolah lega mendengar penjelasan dari anaknya itu. “Bagus, begitu kalo cari temen tuh. Nanti kapan-kapan ajak aja temen kamu dateng ke sini.”
Yeva menatap ibunya tidak percaya. “Beneran boleh?”
“Boleh dong, kan temen kamu. Masa gak boleh dateng ke sini.” Dia bangga sekali anaknya pandai memilih teman mana yang baik dan tidak. Mana bisa dia melarang anaknya tidak bermain kalau temannya seperti Liliane, anak old money yang begitu dikagumi dan disegani seperti itu.
“Iya lain kali Yeva ajak mereka dateng deh,” ucap Yeva dengan gembira sambil membuka ponsel membaca pesan dari Cheryl yang mengirimkan foto kue baru yang akan dijadikan menu baru.
Yeva semakin senang melihatnya ketika tau kalau dia dipinta untuk mencicipinya sebelum diperjualkan. Dia merasa spesial saja, dan dia menyukai itu.
“Oh temen kamu itu bisa bikin kue?” tanyanya yang melihat gambar di ponsel anaknya itu.
“Iya, Cheryl jago banget bikin kue. Dia bisa bikin kue apa pun kayanya, bikinan kuenya juga enak banget.”
“Oh ya?”
Yeva mengangguk antusias. “Yeva udah cobain, enak banget. Bahkan Liliane sampe bawa pulang kuenya, saking enaknya.”
“Oh Liliane juga suka? Mamah juga mau coba dong,” ucapnya yang juga terlihat tertarik.
“Ok, nanti Yeva bawain buat Mamah.” Dia senang sekali ibunya tidak melarangnya.
Ibunya itu menganggukkan kepalanya. “Mamah keluar dulu, kamu jangan main hp aja, selesain tugas kamu itu jangan lupa.”
“Iya Mah, sebentar lagi selesai kok,” balasnya.
Setelah ibunya keluar dari kamarnya itu, Yeva bersandar pada bangku yang selalu menemaninya ketika belajar sepanjang hari ini. Rasa bosan dan lelah tadi seolah lenyap ketika melihat foto kue yang dikirimkan Cheryl, dia suka sekali melihat orang membuat kue dan menjadi begitu cantik. Ingin sekali rasanya dia mencoba membuatnya, tapi selalu saja di larang oleh orang tuanya karena diharuskan untuk belajar dan mengikuti banyak les.
“Nanti coba ngeluangin waktu buat liat Cheryl bikin kue,” gumamnya sambil mengirimkan pesan kembali pada Cheryl.
“Jadi gak sabar buat besok.” Yeva menatap langit-langit kamarnya yang putih bersih, dia menyunggingkan senyumannya. “Oh jangan lupa buat alibi dulu kalo besok mau pergi sama Liliane lagi.”
Liliane yang tengah membaca buku melihat ponselnya, dia mengerutkan dahinya melihat pesan dari Yeva. “Tumben, kemaren gua ajak kumpul lagi gak bisa katanya.”
Tidak lama senyumannya muncul diwajahnya itu. “Oh ngajak kumpul ketemu Cheryl lagi.” Dia segera menegakkan tubuhnya dan membalasnya dengan begitu antusias. “Wah ada kue baru juga, gak boleh dilewatkan ini mah.”
Liliane senang sekali mengetahui hal ini, tapi dia cukup sedih mengetahui kalau Cheryl hanya memberitahu hal ini pada Yeva saja. Padahal mereka sudah bertukar nomor ponsel, tapi kenapa tidak menghubunginya juga, mereka kan sudah saling mengenal.
“Gua telfon aja deh sih Cheryl.”
Beberapa detik setelah berdering Cheryl mengangkatnya dan bertanya padanya dengan ceria.
“Hai Cheyrl,” kata Liliane yang juga tidak bisa menyembunyikan senyumannya. Terdengar dari suaranya saja Cheryl terdengar begitu ceria sekali, bagaimana bisa dia tidak tersenyum.
“Kata Yeva besok ada kue baru, kok gak bilang gua sih? Kan kita udah temenan sekarang, kecewa deh lo Cuma kabarin Yeva doang,” ucapnya langsung tanpa berbasa basi lagi, dia ingin tau reaksi Cheryl saat ini.
Dan terdengar balasan di sana, suaranya terdengar panik dan terus meminta maaf padanya.
‘Maaf Liliane, aku kira kamu gak tertarik. Soalnya kamu juga temen Yeva, aku takut jadi sok akrab sama kamu dan kamu jadi risih sama aku. Maaf ya Liliane.’
Liliane yang mendengar itu tertawa. “Gak apa-apa, maaf ya gua Cuma bercanda kok. Gua gak marah sama sekali, lain kali kabarin gua juga ya. Kita kan udah berteman sekarang.”
‘Iya iya pasti, maaf ya Liliane. Ayo besok ke sini juga bareng Yeva ya.’
“Iya pasti gua dateng, jangan lupa kue barunya.”
Liliane mematikan ponselnya dan kembali tertawa. “Cheryl bahagia banget sih, jadi iri.” Dia bersandar pada sofa dan sudah melupakan buku yang sebelumnya sudah dibacanya itu.
**
Yumna melihat komentar yang ada dipostingan dirinya bersama dengan Rynata. Lebih banyak komentar buruk yang menyerang dirinya, tapi dia tidak heran. Yang membuatnya penasaran adalah, siapa yang telah memotret dirinya bersama dengan Rynata di sana, padahal dia sudah menjauhi keramaian sebelumnya.
“Ryn.” Dia melihat pesan yang dikirmkan oleh orang baru saja dia lihat dipostingan itu.
Alisnya mengerut membaca pesan darinya, dia terkekeh. “Oh jadi ini kerjaan tiga pembully itu.”
“Hah?” Dia membelalak sejenak lalu tertawa terbahak. “Gila, lucu banget para pembully itu, Cuma karena di traktir es krim sama cowok yang ditaksir mereka jadi mau bilang kalo ini Cuma salah paham?” Yumna begitu terbahak membacanya.
Yumna tidak pernah melihat orang sekonyol ini sebelumnya, atau lingkungan dia saja yang terlalu kecil sampai belum pernah bertemu dengan manusia sekonyol itu.
“Hiburan malam hari, gua harus ketemu buat bahas ini face to face sama Ryn.” Dia membalas pesan Rynata untuk mengajaknya bertemu nanti di toko di mana mereka pertama membahas berita tentang mereka yang beredar itu.
“Toko kue Cheryl emang enak banget sih,” gumamnya sambil kembali mengirimkan pesan pada Rynata. Lain kali mungkin dia akan tetap datang ke sana tanpa Rynata, dia sudah memutuskan hal itu. Tapi ternyata dia akan ke toko Cheryl lagi untuk bertemu dengan Rynata di sana.
“Gua akan makan banyak di sana, bersiaplah perut mungilku.” Yumna tertawa sambil mengelus perut datarnya itu. Dia bahkan sudah melupakan komentar buruk yang tertuju padanya di sosial media itu.
Tbc
Tanda-tanda apa?????
KAMU SEDANG MEMBACA
The Tinted Fates
Fiksi PenggemarDalam perjalanan hidup yang tak pernah lurus dan mulus, persahabatan menjadi sumber dukungan, candaan, kenyamanan dan keberanian. Kelima gadis yang dipertemukan oleh takdir dengan memiliki latar belakang serta kehidupan yang jauh berbeda, sebuah ik...