1. Bestfriend

19.9K 726 38
                                    

Di dalam sebuah apartemen mewah yang luas, lebih tepatnya di ruang tamu yang memperlihatkan kesan elegan dan mewah, terlihat ada seorang wanita yang sedang duduk di sofa. Wanita itu berpakaian santai, memakai celana pendek berwarna abu-abu yang dipadukan dengan kaos putih polos yang terlihat sangat pas di tubuhnya. Rambut coklat gelapnya terlihat digelung dengan asal, hingga menyisakan sedikit di bagian sampingnya.

Wanita tersebut terlihat sangat fokus menatap layar laptop yang terbuka di hadapannya. Hanya untuk beberapa saat, hingga akhirnya dia menutup laptopnya diakhiri dengan helaan nafas panjang.

Wanita tersebut terdengar mengeluh pelan sembari menyandarkan punggung pada sandaran sofa mewahnya yang berwarna cream.

"Ini malam Minggu dan harusnya aku bisa bersantai."

Sasya Kusuma Chandra, adalah nama lengkap wanita tersebut. Sasya merupakan seorang wanita lajang berusia 29 tahun yang bekerja di sebuah perusahaan dan menjabat sebagai manager. Dia memiliki penghasilan yang cukup besar, yang bisa memenuhi kebutuhan sehari-harinya.

Sebagai anak tunggal dan juga yatim piatu, tentu Sasya tinggal sendiri di apartemennya tersebut. Bukan masalah besar, karena Sasya sudah terbiasa dengan suasana sepi dan hening.

Sasya yang sedang duduk menyandar di sofa terlihat menutup matanya dengan lengan. Hembusan nafasnya terdengar teratur, dengan dada naik turun perlahan. Entah dia hanya sedang merenung atau mulai ketiduran.

Beberapa menit kemudian, Sasya bisa mendengar suara pintu utama apartemennya yang terbuka, di susul dengan suara langkah kaki yang bergema. Sasya tak membuka mata dan tetap pada posisinya. Mengingat sekarang jam berapa dan hari apa, Sasya sudah bisa menebak siapa yang datang tanpa harus mengeceknya lagi.

"Kuharap kamu belum tidur, Sya. Ini masih terlalu awal untuk tidur." Suara baritone seorang pria terdengar memasuki gendang telinga Sasya. Sasya menghela nafas pelan kemudian menurunkan tangannya. Matanya terbuka dengan perlahan, menyesuaikan cahaya lampu.

"Bukannya hari ini kami ada sesuatu yang harus dibahas dengan Sadewa?" Sasya bertanya seraya menengok pada pria yang kini duduk di hadapannya. Pria itu tersenyum tipis. Tangan kekarnya yang berurat terlihat bergerak melepas jas dan dasi hitamnya.

"Aku sudah bertemu dengannya tadi sore. Jadi sekarang aku free." Pria itu menjawab dengan nada santai. Dia menyimpan jas dan dasinya di sofa, lalu berlanjut membuka dua kancing kemeja teratasnya.

"Ada masalah? Wajahmu terlihat kusut sekali." Pria itu bertanya. Sasya mendengus pelan, lalu menghela nafas lagi.

"Biasa, pekerjaan. Padahal malam ini waktunya aku untuk bersantai dan memanjakan diri," jawab Sasya. Dia berdiri lalu memakai sandal bulu rumahnya. Setelah itu sosoknya menghilang ke arah dapur. Tak lama Sasya datang lagi dengan dua kaleng minuman di tangannya. Satunya dia serahkan pada tamunya, satu lagi dia minum sendiri.

"Well, aku tidak akan bosan menawarimu kerja padaku. Mau manager, sekretaris, atau bahkan asisten pribadiku. Kamu bisa memilihnya dengan bebas." Pria itu berkata dengan santai. Sasya hanya bisa merotasikan bola matanya mendengar itu. Yap, entah sudah berapa puluh kali dia mendengar tawaran tersebut. Dan tentu saja Sasya selalu memberikan jawaban yang sama sampai sekarang.

"Tidak. Aku tidak tertarik."

Pria itu terkekeh pelan kemudian menyeruput minuman miliknya dengan perlahan. Dia tak terlihat tersinggung dengan jawaban Sasya. Ya, dia sudah terbiasa.

"Kalau begitu, bagaimana kalau kamu menjadi-"

"Sagara, aku akan tetap memberikan jawaban yang sama. Sekali tidak, ya tidak. Jawabanku tidak akan berubah." Sasya memotong perkataan pria di depannya, yang ternyata bernama Sagara tersebut.

"Baiklah, Nona. Tapi aku tak akan pernah bosan menawarimu." Sagara berucap dengan sangat percaya diri.

Untuk beberapa saat, suasana hening di antara mereka. Hanya terdengar suara jam saja yang bergerak. Sagara maupun Sasya terlihat sama-sama tenggelam dalam pikiran masing-masing.

Sagara Adyatama, adalah nama lengkap Sagara. Dia dan Sasya merupakan sahabat dekat. Mereka sudah bersahabat sejak masih SMA, dan persahabatan mereka masih berlangsung sampai sekarang. Hanya saja, ada sebutan lain untuk mereka selain sebagai sahabat. Yaitu friend with benefit.

Awalnya hubungan mereka memang pure sebagai sahabat. Namun ada beberapa kejadian tak terduga saat mereka masih kuliah, yang akhirnya mengubah sedikit tentang persahabatan mereka. Ya, hanya sedikit.

Awalnya terasa canggung, namun seterusnya mereka mulai terbiasa dan bisa dibilang menikmati juga apa yang sudah terjadi.

Selain mereka berdua, sebenarnya ada satu orang lagi yang masuk ke dalam circle persahabatan mereka. Yaitu seorang pria bernama Sadewa, yang sore tadi ditemui oleh Sagara. Di antara mereka bertiga, hanya Sadewa lah yang satu langkah di depan mereka dalam masalah percintaan. Sadewa sudah menikah beberapa tahun yang lalu, bahkan dia sudah memiliki anak juga.

"Sya, minggu depan ulang tahun Vivian dan Vino. Apa kamu sudah menyiapkan hadiah?" Sagara bertanya, setelah beberapa menit keheningan menemani mereka berdua.

"Ya Tuhan! Sagara! Aku lupa!" Sasya memekik sambil menepuk keningnya sendiri. Selanjutnya dia memijat pelipisnya sendiri dan menggerutu pelan. Vivian dan Vino adalah anak kembar Sadewa, yang minggu depan akan berulang tahun yang ke-3. Sebagai sahabat baik Sadewa, tentu Sasya harus membeli hadiah untuk anak-anak Sadewa yang akan berulang tahun.

"Ya udahlah, tak perlu panik begitu. Kamu masih punya waktu satu minggu untuk beli hadiah," ucap Sagara santai.

"Aku tahu. Tapi aku tak akan bisa pergi beli hadiah di hari kerja. Apa mungkin aku beli online saja? Tapi takut gak keburu sampai," ujar Sasya mengeluh. Dia terdiam sesaat dan terlihat berpikir. Hingga akhirnya dia teringat kalau besok adalah hari Minggu.

"Ya, mau tak mau besok aku harus keluar cari hadiah kayaknya. Padahal aku sudah menyiapkan list tontonan untuk besok," ujar Sasya lagi. Sagara tertawa pelan mendengarnya. Dia menaruh minuman kalengnya di atas meja lalu menatap Sasya dengan lekat.

"Aku bisa mengantarmu beli hadiah besok. Ya, sekalian cari untukku juga. Aku juga belum menyiapkan hadiah untuk mereka berdua," ujar Sagara, memberikan tawaran. Sasya menatap datar pada Sagara untuk beberapa saat, lalu menghembuskan nafas panjang.

"Baiklah. Kita bisa pergi bersama besok." Sasya membuat sebuah keputusan. Sagara tersenyum mendengar itu, sampai matanya menyipit. Dari ekspresi wajah yang dilihatkan sekarang, sepertinya Sagara senang mendengar Sasya menerima tawarannya.

Setelah sepakat untuk pergi bersama mencari hadiah besok, Sagara berdiri dan mendekati Sasya. Sasya tak terlihat heran dan diam saja ketika Sagara duduk di sampingnya dan mulai merengkuh tubuhnya.

"Kalau begitu, berarti malam ini kita harus tidur lebih awal," bisik Sagara di daun telinga Sasya. Setelah mengatakan itu, bibir Sagara langsung mendarat di leher Sasya. Memberikan beberapa kecupan lembut nan basah di sana. Sasya tak menolak dan memejamkan matanya.

Ya, ini memang sudah menjadi salah satu rutinitas mereka. Setelah lelah dengan pekerjaan, mereka butuh seks untuk melepas stress. Dan hal ini sudah mereka lakukan selama bertahun-tahun.

______________________________________

Hai semuanya. Cerita baru nih😁😁

Bagaimana menurut kalian untuk permulaannya?

Semoga saja aku bisa lanjut nulis lagi dan melawan rasa malasku yang sudah berlangsung selama kurang lebih dua bulan ini🫠🫠

Jangan lupa tinggalkan jejak ya. Dukungan vote dan komentar dari kalian membuatku tambah semangat loh🤭🤭

I'm Into YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang