Jurang Neraka

41 2 0
                                    

HUJAN turun terus membasahi setiap jengkal tubuhku, membuatku basah kuyup dan pandanganku kabur. Entahlah, aku tidak tahu di mana diriku sekarang. Sepertinya di sebuah taman. Terlihat dari jauh mata memandang hanya terdapat rerumputan dan bunga-bunga kecil berwarna kuning dan merah jambu.

Taman ini sangat gelap dan sunyi, membuat tubuhku meremang. Sayup-sayup aku mendengar suara biola dimainkan. Aku mencoba menajamkan pendengaranku, sepertinya aku tahu lagu itu. Benar, itu lagu yang dimainkan saat aku berusia sepuluh tahun. Kakiku melangkah, mengikuti naluriku untuk mencari sumber suara.

Sampai akhirnya, tak jauh di sana, aku melihatnya. Seorang lelaki dengan tunik hitam serta rambut legamnya tengah duduk di kursi taman dengan biola hitam di tangannya. Aku yakin itu dia. Air mataku jatuh ketika melihat wajahnya.

Dia melihat ke arahku dan langsung menghentikan permainan biolanya. Rambut hitam legamnya begitu seksi dan menawan, menyatu dengan gelapnya malam dan gemercik air hujan. Ada perasaan aneh di hatiku ketika dia manatapku. Aku hendak pergi, tapi langkahku seolah tidak bisa maju atau mundur. Seolah kenangan pahit itu kembali berputar di benakku. Kenangan saat dia menyentuhku. Meski kutahu, dia sangat membenciku.

Tapi harus kuakui, aku sangat teramat merindukannya.

Dia tersenyum ke arahku, membuatku mati rasa seketika. Dia mulai melangkah ke arahku dengan gontai. Seluruh tubuhku terasa gemetar. Tapi, saat jarakku dengan dia sudah dekat, dia melangkah mundur dengan satu tangan melambai ke arahku.

Aku bingung. Jarakku dengannya perlahan jauh. Dia terus berjalan mundur dengan senyuman yang dia torehkan kepadaku. Aku tidak kuat. Aku berlari ke arahnya tapi tiba-tiba tubuhku terasa berat untuk digerakkan.

Aku menyeret kakiku dengan susah payah untuk menghampiri dia yang perlahan mulai menghilang. Aku kembali meneteskan air mata. Derasnya hujan seolah turut menaungi kesedihanku. Dia, lelaki dengan ribuan ekspresi yang akan selalu kuingat. Banyak orang menganggapnya sosok keji, tak punya hati, angkuh. Tapi, aku justru menganggapnya sebaliknya. Dia lelaki baik, hatinya tulus, dia dermawan, rendah hati. Mungkin... terbilang, aku menganggapnya sosok sempurna, tak memiliki celah jelek di mataku. Dia ... lelaki terakhir terbaik setelah ayahku.

••|••|•Tamat ••|••|••

[END] Jurang Neraka Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang