RESORT PART 14A

168 10 0
                                    


[Catatan admin: maaf, dari awal aku menjanjikan akan ada 15 episode untuk cerita bersambung ini. Tapi rupanya aku salah hitung dan sebenarnya ada 16 episode. Oleh karena itu, aku akan menyebut episode ini sebagai 14A dan episode selanjutnya 14B]

Takumi, Shoji, dan aku menatap sang biksu, tak sabar untuk mendengarnya melanjutkan ceritanya. Apa yang salah dengan bocah itu? Mengapa warga menjadi ketakutan melihatnya?
"Warna kulit anak itu penuh dengan lebam dan tubuhnya menggembung, seperti terisi air. Bola mata putih menonjol dari celah kedua kelopak matanya yang membengkak. Iris matanya terlihat menghadap ke atas. Ketika ia bernapas, terlihat buih keluar dari mulutnya. Dan suara aneh muncul ketika ia menjawab ibunya, suaranya terdengar seperti suara koakan burung gagak. Para penduduk melihat makhluk itu terkekeh dengan suara yang sangat aneh dan sang ibu mengelusnya dengan penuh kasih sayang. Mereka langsung kabur ketakutan."
"Sore itu, para penduduk berkumpul di rumah kepala desa, menceritakan semuanya. Saat sang kepala desa mendengar cerita mengerikan itu, iapun sadar itu di luar kuasanya. Ia kemudian memanggil seorang biksu terkenal, ia adalah salah satu nenek moyangku [catatan: pendeta Shinto diperbolehkan menikah]. Setelah mengetahu betapa mendesaknya masalah ini, iapun segera pergi ke rumah keluarga itu. Ketika ia melihat sang anak itu, iapun segera menyeret ibunya dari rumah tersebut menuju ke kuil. Anak itu mengikuti mereka sambil mengeluarkan suara-suara aneh sepanjang waktu."
Mereka tiba di kuil dan sang biksu memaksa sang ibu masuk ke dalam kuil. Ia mencoba berbicara dengannya, namun ia hanya meronta, memaksa agar ia dipersatukan kembali dengan apa yang ia sebut sebagai anaknya."
"Lalu apa yang terjadi?" tanya Takumi.
"Kekeraskepalaan wanita itu terlalu kuat untuk mereka bendung. Ia berhasil meloloskan diri dan kabur dari kuil tersebut."
Biksu itu berhenti berbicara sejenak dan terlihat kekecewaan mengalir di wajahnya.
"Setelah itu, para penduduk kembali ke rumah wanita itu, namun baik ia dan anak menakutkan itu sudah menghilang. Saat mereka menggeledah rumah itu, mereka menemukan beberapa jimat tertempel di pintu dan terdapat tumpukan sampah makanan membusuk di pojok ruangan. Bau busuk memenuhi rumah saat itu.
Aku langsung memikirkan lantai kedua hotel tersebut.
"Semua orang berpikiran hal yang sama. Sang ibu, masih berduka atas menghilangnya anaknya, melakukan ritual ilmu hitam di ruangan itu. Hal yang tak terbayangkan terjadi: usahanya melahirkan monster. Merasa tak mampu lagi berbuat apa-apa untuk wanita yang pertama, sang biksu dan para pengikutnya beranjak ke rumah wanita yang kedua. Namun di sana mereka lagi-lagi terlambat. Sang ayah tampak hampir mati ketakutan di luar rumah, melihat monster yang diakui istrinya sebagai anak mereka. Sang biksu segera membacakan ayat kitab suci ke arah makhluk itu. Sang ibu, berusaha melindungi apa yang ia percayai sebagai anaknya, mengutuk sang biksu dengan teriakan yang mengerikan."
Aku mulai berkeringat, meskipun itu hanya cerita.
"Para penduduk terlalu ketakutan untuk mendekat, namun biksu itu dan para pengikutnya mendekati ibu dan anak itu tanpa ragu-ragu. Mereka mencoba memaksa sang ibu untuk melakukan upacara penyucian ke kuil, seperti wanita pertama. Ia terus meronta ketika mereka membacanya. Sama seperti kasus yang pertama, makhluk itu juga terus mengikuti ibunya. Namun biksu itu terus melancarkan mantra-mantra ke arah makhluk itu sambil melemparkan garam ke jalan yang mereka lewati. Biksu itu akhirnya membawa wanita itu ke kuil kecil dimana kalian bertiga berdiam tadi malam. Ia diikat dan dikunci di dalam."
"Itu sangat mengerikan." Takumi merasa bersimpati padanya.
"Tak ada pilihan lain," jawab sang biksu, "Prioritas pertama mereka adalah memisahkan ibu dan anaknya. Tanpa melakukannya, mereka takkan bisa melakukan langkah selanjutnya."
Biksu itu kemudian melanjutkan ceritanya, "Beberapa langkah dilakukan untuk mencegah wanita itu bunuh diri, namun aku sendiri tak tahu menahu tentang detailnya. Kuil itu kemudian dibungkus dengan mantra-mantra sementara para biksu duduk di sekeliling kuil membacakan ayat-ayat kitab suci. Mereka dapat mendengar tangisan sang ibu dari dalam kuil. Untuk mencegah anak itu mendengar suara tangisan ibunya, mereka melantunkannya dengan keras-keras dengan tujuan menengggelamkan suara wanita itu."
"Namun tetap saja, sang anak akhirnya muncul. Ia mencari orang tuanya dan mulai berjalan mengelilingi kuil itu. Dan ..."
Sang biksu berhenti untuk mengambil napas.
"Lalu apa yang terjadi?"
"Ketika ia mengitari kuil, terlihat bahwa ia semakin sulit untuk berjalan. Akhirnya ia ambruk ke tanah dan mulai merangkak. Setelah itu, sendi-sendinya mulai membengkok dengan cara yang sangat mengerikan dan ia mulai melata seperti seekor laba-laba. Seperti melihat kemunduran fisik dari seorang manusia. Ia semakin lama semakin lemah, kehilangan tangan dan kakinya. Akhirnya ia mulai untuk berguling."
"Semakin mendekati fajar, makhluk itu menyusut dan terus menyusut hingga akhirnya yang tersisa hanyalah tali pusar.
"Tu...tunggu...itu berarti...tali pusar itu..." Takumi menunjuk pada kotak berisi tali pusar yang baru saja ditunjukkan biksu itu kepada mereka.
"Ya, tali pusar itu adalah tali pusar yang baru saja kalian saksikan."
"Tidak mungkin!" Shoji tertegun.
"La...lalu kenapa hal yang sama terjadi pada kami?" tanyaku.
"Aku sendiri tak tahu." kata sang biksu dengan jujur, "Catatan dari para biksu memang masih ada, namun sama sekali tak ada catatan mengenai ritual yang wanita-wanita itu lakukan untuk menghidupkan kembali anak mereka."
"Mengapa mereka tak bertanya saja pada wanita-wanita itu?" tanya Shoji.
"Bukannya mereka tak mau," kata sang biksu dengan wajah sedih, "Namun mereka tak bisa."
Mulut kami semua menganga, "Mengapa?"

TO BE CONTINUED

RESORTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang