Vote Commentnya guys!
POSITIVE
Matahari kuning itu sudah muncul dan hampir di atas kepala. Namun, Arjuna dan Yudistira masih setia duduk di atas hamparan pasir kasar itu. Bercengkrama satu sama lain. Arjuna juga bisa melupakan segala pikiran yang menyumbat diotaknya. Hingga kadang mereka tertawa bersama. Lambaian daun kelapa menari-menari tertepa oleh angin.
"Arjuna, kamu juga disini? Maharani mana?" Arjuna menolehkan wajahnya kearah orang yang mengajaknya berbicara. Perut Ranggita sudah berbeda sebelumnya. Mungkin terlihat agak menonjol.
"Rani enggak ikut. Kamu hamil, Git?" Ranggita hanya menganggukkan kepalanya.
"Kamu lagi marahan sama Rani?" ujarnya sembari duduk bersama Yudhistira dan Arjuna.
"Hanya masalah kecil. Eh, ngomong-ngomong berapa usia kandunganmu?"
"Sekitar 6 bulan. Dia terlihat lebih gesit." Mendengar penuturan Ranggita yang begitu mengagetkan, membuatnya melongo.
"Kok enggak pernah bilang-bilang?"
"Eh, siapa yang enggak bilang-bilang? Aku beritahu keluarga termasuk istrimu. Mungkin kamu yang terlalu sibuk dengan perusahaan entertain mu."
"Maybe. By the way selamat buat calon anak kalian. Semoga lebih kuat dari yang dulu."
"Amiiin," ucap Yudhistira dan Ranggita bebarengan. Yudhis mengelus perut Ranggita dan merasakan ada sesuatu yang menendang-nendang tangannnya. Tendangan itu membuat Yudhis tersenyum dan Arjuna terlihat iri melihat keluarga saudara kembarnya yang hampir lengkap.
Arjuna mengecek handphonenya. Kosong. Sama sekali tidak ada pemberitahuan apapun. Rasanya hampa.
***
"Huekk...huekk..." Hampir setiap jam perutnya melilit dan mual. Setiap kali makan pun rasanya tidak berselera karena tiap satu sendok selalu membuatnya lemas. Dalam otaknya muncul praduga-praduga seperti hamil misalnya. Hamil? Hal yang tidak pernah terpikirkan oleh Maharani. Dia berjalan menuju kalender merah tempat dia mencatat siklus haidnya. Sudah telat dua minggu dan sebelum 2 hari ini, dia selalu melakukannya dengan Arjuna. Keyakinannya semakin kuat dia bisa menyimpulkan karena dia juga dokter kandungan. Dia mengambil test pack yang selalu tersedia di ruang praktek di rumahnya untuk mengecek pasien yang masih merasa ragu atau antisipasi. Maharani masuk ke dalam kamar mandi dan mewadahi air seninya ke dalam gelas plastik. Lalu mencelupkan test pack itu ke dalam air seni beberapa menit lalu mengibas kibaskannya. Dua garis. Dia menangis haru. Di rahimnya ada buah cintanya dengan Arjuna. Pengobatan untuk Arjuna berarti manjur dan benar-benar terbukti. Bolehkah sekarang Maharani berteriak gembira? Tapi otaknya beralih pada masalah yang sedang mereka hadapi. Apa dia harus memberitahu Arjuna tentang kegembiraan ini? Dia mengelus perut ratanya sayang.
"Yang kuat ya, sayang. Mama mencintaimu." Dia berjalan ke ruang praktiknya lagi untuk mengambil obat pereda mual. Ingatannya kembali pada beberapa hari yang lalu ketika Arjuna tiba-tiba mual. Mungkin saja itu juga karena kehamilan Maharani. Dia tersenyum. Dia berniat, sebelum Arjuna pulang, dia tidak akan memberi tahu siapa-siapa tentang kehamilannya ini.
***
Sudah tiga hari Arjuna tak kembali ke rumahnya. Sebenarnya rindu, tapi dia harus kembali dengan kepala dingin. Sekarang, dia sudah memutuskan untuk tetap berada di samping Maharani dan pasrah dengan keputusan yang diambil oleh Maharani. Hari ini dia memutuskan untuk pulang ke Jakarta dengan penerbangan ke dua.
Tak ada yang spesial selama perjalanan yang melelahkan itu. Hanya mengandai-andai tentang adegan-adegan romantis bersama Maharani yang membuatnya tersenyum. Tepay pukul 14.00 WIB dia sampai di bandara soekarno-hatta dan jam segini pasti Maharani belum pulang dari rumah sakit. Dia memutuskan untuk menemuinya di sana.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lasing Heart [COMPLETE]
ChickLitSetiap ada pertemuan pasti ada perpisahan. Ada masa lalu ada pula masa depan. Ada sedih dan ada senang. Setiap keadaan pasti memiliki antonimnya masing-masing. Namun, di balik itu, ada sebuah penguat yang akan menjaga keadaan agar tidak berbalik Cer...