THIRD - ULANG TAHUN

434 22 1
                                    

Jakarta, 2014

            Nadir megetuk lantai keramik lewat sepatunya dengan tidak sabaran. Sambil melongos melihat pintu di hadapannya yang tak kunjung membuka padahal kelasnya sendiri sudah usai sepuluh menit yang lalu. Hingga suara doa yang terdengar dari tempatnya berdiri membuat kedua sudut bibirnya tertarik. Beberapa menit kemudian, anak-anak sebaya dengannya keluar. Bola mata Nadir langsung memfokuskan mencari tepat satu orang, Nayya.

            "Nayya!" Perempuan dengan kuncir kuda itu mendekat setelah namanya dipanggil.

            Tak banyak basa-basi, Nadir langsung mengamit tangan Nayya menuju tempat di mana sepedanya terparkir. Hari itu, ia mengayuh sepeda dengan kuat sekali. Rok merah yang dikenakan Nayya pun nyaris tersingkap kalau saja dirinya tidak sigap menahan.

            Ada aura yang berbeda terpancar dari wajah yang sejak pagi tadi tak kehilangan senyum itu.

            Ketika sampai di halaman Panti, terdapat sebuah mobil yang sangat dikenalinya terparkir di sana. Senyum nya makin mengembang, dan dengan langkah pasti ia masuk ke dalam. Lagu selamat ulang tahun langsung menyambutnya.

            Persis seperti yang dibayangkan, pesta ulang tahunnya kali ini dibuat dengan sangat meriah. Dinding-dinding panti yang kusam dihiasi dengan banyak balon, lantai yang sering di pel oleh Ibu Ayu juga sudah dilapisi dengan karpet yang hanya dipakai untuk acara-acara penting, dan terakhir ada sebuah kue dengan lilin berjumlah delapan di atas meja. Semua yang ada di sana menatap Nadir dan Nayya secara otomatis. Ibu Ayu, Mama Rina dan Papa Ridho; donatur yang paling sering memberinya hadiah seperti yang kalian tahu sepeda roda dua punyanya juga pemberian mereka, serta anak-anak panti yang lain kini tengah duduk rapi dengan topi ulang tahun di puncak kepala.

            Mama Rina mendekat, "Selamat ulang tahun, ya, sayang!" perempuan cantik itu langsung mendekapnya lembut, selanjutnya pelukan dari Papa Ridho, Ibu Ayu, juga ucapan dari teman-temannya sesama anak panti.

            Nadir sudah berdiri di depan, berdiri tepat dibalik meja berisikan kue coklat kesukaannya itu. Bunyi lagu yang biasa mengiring pesta ulang tahunnya menggema, semua orang bertepuk tangan dan bersuka cita merayakan umurnya yang memasuki sembilan tahun. Dilanjutkan dengan prosesi tiup lilin dan pemotongan kue, kue itu ditujukan untuk Ibu Ayu, Mama Rina dan Papa Ridho dan terakhir ditujukan kepada Nayya.

            "Untuk Nayya, sahabat Nadir." Ucapnya lalu memberikan potongan kue itu kepada Nayya yang duduk di sebelahnya. Perempuan itu tersenyum menyambut uluran tangan Nadir.

            "Makasih, ya, Nadir."

***

            "Nadir, jangan marah lagi!" Sudah lebih dari tiga puluh menit Nayya seperti itu, duduk di pinggiran karpet sedangkan lelaki itu tengah menidurkan diri di atas ayunan dari tali. Lelaki itu seolah tidak tertarik sama sekali untuk menatapnya atau mengucapkan sepatah katapun.

            Nadir marah.

            Dilihat dari segi manapun, Nayya salah. Ya, tentu saja, dia mengaku bersalah karena telah tidak sengaja menginjak robot mainan hadiah ulang tahun dari Mama Rina dan Papa Ridho. Katakanlah itu bohong, Nayya sengaja melakukannya. Tidak ada maksud tertentu, hanya perasaan cemburu anak kecil karena bisa dibilang sejak adanya robot tu Nadir jadi lebih sering mengabaikannya. Bermain dengan robot itu sepanjang hari dan melupakannya.

            "Nayya kan gak sengaja," entah sudah keberapa kali dia mengucapkannya tapi Nadir masih saja tidak mau mendengarkan.

            "Bohong! Nayya sengaja, kan?" kali ini Nadir menatapnya, membuat dirinya mendadak kikuk.

UNDERCOVERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang