DIVE INTO YOU (CHAPTER 16 : WHITE NIGHT)

58 6 68
                                    

Sudah hampir setengah jam, atau bahkan mungkin lebih, Michael terpaksa memusatkan perhatian pada seorang perempuan muda di hadapannya. Dengan setelan kemeja longgar dan celana bahan warna khaki serta name tag menggantung di leher, rambut dicurly dengan alat dan kawat gigi bening yang terlihat setiap kali tersenyum, dia menerangkan laporan bulanan penjualan roti HeavenBake dengan sikap penuh semangat dan ceria.

Sebenarnya suasana meeting itu tidak terlalu formal. Ada kopi dan kue-kue terhidang, tampilan presentasi menarik, tanya jawab santai, dan paling penting Mingyu tidak hadir di situ. Michael tidak mau berurusan lebih jauh dengannya. Apalagi dengan membawa serta Josh seperti ini. Berulang kali Michael meliril ke arah sang anak. Dia masih asyik melihat video-video lucu di ponsel Michael. Sesekali meminta ibunya memotong kue di piring, atau mengambilkan kotak susu untuk dia sedot.

"Jadi kupikir kau harus menyiapkan jumlah produksi yang lebih besar untuk bulan depan, KimYoungjo ssi. "

Staff marketing bernama Hanni itu mengakhiri presentasi dengan senyum puas seolah-olah dia sudah mempertaruhkan semua waktu tidurnya untuk tampilan grafik, diagram serta tabel yang tidak Michael pahami.

"Aku tidak bisa menjanjikan hal seperti itu, " kata Michael dengan helaan nafas berat. "Kami tidak punya sumber daya manusia yang cukup. Aku- masalahnya aku harus selektif memilih karyawan. Ketua chef di tempat kami tidak bisa bekerja dengan sembarang orang. "

Hanni melirik ke arah rekannya. Seorang pemuda berkacamata dengan wajah tirus dan tubuh jangkung dan seperti kurang komposisi otot.

"Kalau begitu, kami akan membicarakan hal ini dengan Direktur Mingyu, jadi pokok permasalahannya ada di pihak internal, ya? " Hanni meyakinkan.

"Begitulah, " Michael bergedik. "Lagipula target tiga puluh persen setiap bulan itu agak mustahil menurutku. Seperti yang kalian tahu, roti yang kami produksi tidak pernah berinovasi. Tampilannya dijaga agar tetap memiliki cita rasa klasik. Aku bahkan tidak berani memprediksi sampai sejauh mana orang masih akan berburu tipe roti yang ketinggalan jaman seperti ini. Kecuali aku memang mempunyai ramuan ajaib untuk memikat pembeli. "

Hanni tertawa canggung, begitu juga temannya.

"Kalau kami belum bisa mengikuti permintaan pasar, kami sungguh minta maaf. Perkara toko saja sudah sentimental bagi setiap orang, apalagi rasa dan tampilannya. Mungkin kami butuh waktu lebih untuk mempersiapkan diri, sebaiknya kalian jangan terburu. Perlu diingat bahwa kami tidak menggunakan mesin-mesin canggih untuk memproduksi setiap roti, tapi hanya mengandalkan loyalitas dan pengalaman para karyawan, " jelas Michael.

"Baiklah, " angguk Hanni akhirnya. "Semua akan berjalan sambil tetap mengutamakan target konsumen. Aku akan terus mengirim setiap laporan penjualan dan pemakaian modal padamu. Tolong dicek lagi secara berkala. "

Ucapan Hanni membuat pelipis Michael berdenyut. Hal itu terdengar seperti sebuah pekerjaan rumah baginya. Namun Michael tidak pernah melayangkan protes sejak awal. Kerjasama mereka memang memberi keuntungan. Michael bisa membayar upah lembur bahkan merenovasi bagian-bagian toko yang rusak atau tua sedikit demi sedikit.

"Mommy, aku mau itu boleh tidak? " tunjuk Josh pada sebuah mesin snack otomatis saat mereka keluar dari ruang rapat.

Belum sempat Michael menjawab, Josh sudah berlari terlebih dahulu. Mata bulat dan lucunya tertimpa cahaya neon dari dalam mesin.

"Aku mau puding, oh dan itu Mommy, " tunjuk Josh pada keripik kentang rasa cumi bakar.

Michael mengeluarkan selembar uang. Josh langsung merebutnya.

"Biar aku yang masukkan, aku mau memasukannya. "

Namun tubuh Josh masih terlalu kecil. Michael sampai harus menggendongnya terlebih dahulu agar anak itu bisa memasukkan lembaran uang dalam slot mesin.

VERSELUFT || RAVN 🔞Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang