"Ya, dia ada, dia benar-benar nyata, dia memang hidup 'di dunianya' "
•
•
"Tenang lah Lisa, kita bisa meniup balon yang baru. Dan hei, aku punya Lolipop untuk mu"
Atlas menyodor kan sebatang lolipop berwarna-warni pada Lisa yang langsung di rampas dengan cepat oleh nya "terimakasih, Atlas!" ucapnya gembira sembari menghapus air mata di pelupuk mata serta pipinya.
Selanjutnya gadis itu berlari menghampiri teman-temannya dan ikut bermain bersama, kenapa anak kecil bisa melupakan masalahnya secepat itu? Padahal baru saja tadi ia menangis histeris dan seketika menjadi ceria kembali hanya karna seonggok lolipop.
"Dari mana kamu mendapatkannya?, tidak ada toko di daerah sini, lagi pula itu tidak akan muat jika berada di kantung celana mu" tanya ku mendelik curiga pada Lelaki itu.
Atlas menaikkan sebelah alisnya di sertai senyuman menyebalkan "bilang saja kamu mau"
"Aku tidak suka lolipop, terlalu kekanakan!"
"Tapi kan kamu memang anak-anak" ucap Atlas sewot, aku kembali mendelik sinis ke arahnya "bocah sepertimu jangan berlagak dewasa!"
Lelaki itu mengangkat sebelah alis nya "walau cuma beda setahun, aku tetap lebih tua dari mu"
"Jadi umurmu lima belas tahun?" aku sedikit memiringkan kepala, menatap serius ke arah bocah itu. "Loh, ku pikir kamu sudah tau" dan, dia kembali tersenyum menyebalkan.
"Kamu tidak pernah memberi tau itu, setiap di tanya selalu mengalihkan topik!" protes ku pelan, Atlas tertawa hingga matanya berair. Aku mengabaikannya dan berjalan menuju salah satu kursi kayu di taman.
Tak lama lelaki itu menghampiri ku dan ikut duduk di sebelahku, "kata teman-temanku, nanti malam ada festival kembang api, kamu mau ikut tidak?" tanya ku dan menoleh pada Atlas yang ternyata juga tengah menatapku. "Seperti nya tidak, firasat ku tidak enak. Sebaiknya kamu juga jangan pergi, Azura"
Aku menautkan kedua alis bingung "tidak ada hal buruk yang akan terjadi, kita bisa bersenang-senang di festival itu,"
"Ayo lah, lagi pun kita bisa membuat permohonan saat lampion di terbangkan secara bersamaan, itu semua akan menjadi momen terindah, Atlas" ucapku sedikit merengek sambil menggoyang-goyang pelan lengan lelaki itu, Atlas memanyunkan bibirnya yang mana jadi terlihat seperti anak kecil "hm, baik lah"
Aku bersorak girang pada Atlas dengan seulas senyuman, "tapi kamu harus terus berada di dekat ku, oke" Atlas menautkan jemari kelingkingnya dengan ku dan ikut tersenyum.
Setelahnya kami sama-sama diam, hingga aku teringat dengan obrolan saat kami berteduh di sebuah pondok kecil ketika kami kehujanan waktu itu.
"Mmm.. Sekarang aku bisa tebak apa cita-citamu." aku menunjuk ke wajahnya dengan jari telunjuk.
Atlas tampak mengangkat sebelah alis, "cita-cita mu pasti ingin menjadi pendongeng, yang akan ceritakan kisah-kisah fiksi mu itu pada anak-anak!" ujarku menyelidik, bukan tanpa bukti aku menuduhnya seperti itu.
Pertama; dia sering bercerita suatu kisah di luar nalar padaku,( mungkin cerita itu berdasarkan imajinasi-imajinasi nya ).
Kedua; Atlas berteman dengan anak-anak kecil?, ku pikir dia lelaki pendiam yang tidak mudah bergaul apa lagi dengan anak kecil, tapi aku salah, bahkan dia berteman dengan seorang pria peternak, astaga!
Ku lirik anak itu, sekarang ia tengah nyengis tak jelas "ku pikir itu bukan cita-cita lagi, sepertinya itu sudah terwujud"
Aku mengerut kan alis "kenapa begitu?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Universe Sky
Viễn tưởng"Ketika Langit mempertemukan kita di langit fajar dan mengakhirinya pada langit senja" "Aku pecinta Langit biru, dan kamu pecinta Langit malam" hanya di saat matahari terbit dan terbenam kita bisa bertemu bercerita tentang Langit tertawa bersama alu...