Pelarian

592 16 2
                                    

Sinar matahari begitu terik hari ini. Tapi itu bukan hal yang membuat semua orang berhenti dari kesibukannya. Lautan manusia nampak begitu jelas dari dataran tinggi. Walaupun bukan sebuah ibu kota negara tapi itu adalah pusat kota suatu daerah.

Semua manusia berbondong bondong menyelesaikan kesibukan mereka masing-masing. Begitu juga dengan seorang gadis dengan dress hijau selutut menampakan kulit putih gadingnya.
Tatkala setiap orang melirik ketika gadis itu lewat.

Menerpa rambut panjangnya sehingga menampakan leher jenjang gadis itu. Tidak sedikit yang menggoda gadis itu tapi dia hiraukan. Dengan menggunakan heels tak membuat langkahnya terhenti. Sudah 8 tahun masa perlarian gadis ini menuju kota dimana kakek dan neneknya tinggal.

Alena sudah tumbuh sangat cantik dan anggun. Hal ini di buktikan tidak sedikit yang melirik menatap kemolekan tubuhnya di balik dress yang tengah dia kenakan. Sekarang kecepatan langkahnya mulai melambat, memasuki sebuah gedung rumah sakit dimana dia bekerja sekarang.

Tidak sia-sia pendidikan selama 6 tahun dia jalani. Dan lulus dengan prestasi terbaik secara cumlaude. Saat ini dia berhasil menjadi sosok seperti kedua orang tua nya. Memang tidak mudah sampai di titik ini, tapi hasilnya sangat memuaskan walau dia hanya dokter umum.

Tidak sedikit yang menyapa dirinya ketika menyusuri setiap lorong rumah sakit. Cantik dan humble, itu lah kenapa banyak pasien yang merasa senang dengan perawatan yang di lakukan Alena hingga gadis itu cukup di kenal oleh kebanyakan penghuni rumah sakit.

Sesampainya di ruang pribadi nya. tanpa waktu lama Alena menyambar jubah putih nya dan juga laporan harian yang harus dia isi tiap minggu. Tidak lupa dengan beberapa perlengkapan alat medis yang seperlunya dia bawa. Selain bekerja di rumah sakit, Alena juga di tunjuk sebagai dokter pribadi direktur dari perusahaan percetakan yang memang gedung kantor tersebut tidak jauh dari sini. Alasan kenapa Alena dapat terpilih karena direktur perusahaan tersebut anak dari pemilik rumah sakit tempat dia bekerja sekarang.

Seperti di awal bilang tadi, cukup banyak penghuni rumah sakit yang mengenal dirinya. Itulah kenapa dia mudah di kenali karena kepopuler an nya di rumah sakit. Alhasil dia lah yang di tunjuk memeriksa kesehatan rutin anak dari pemikik rumah sakit ini.

Sekiranya sudah siap Alena kembali bergegas menuju kantor percetakan. Dengan naik taksi dia bisa menghabiskan waktu selama 15 menit. Sesampainya di sana Alena segera melenggang masuk dan menaiki lift menuju lantai 27. Tidak ada seorang pun yang menghentikan nya karena sudah dua bulan dia di tunjuk untuk bekerja kesini dalam kurun waktu seminggu sekali.

Hari menunjukan jam 12 siang, seharusnya semua orang akan pergi beristirahat tapi dari informasi yang dia dapat tengah ada rapat penting saat ini. Jadi mau tidak mau Alena hanya bisa menunggu di depan ruang rapat sambari membaca beberapa majalah fashion yang terpampang disana. Bisa saja dia menunggu di ruangan direktur biasa dia periksa, tapi kesopanan nomor satu jadi mau di paksa bagaimana pun dirinya tidak akan sudi.

Sudah hampir satu jam an dia dibuat menunggu. Dan sudah tiga majalah dia habiskan membaca. Nampak berbondong- bondong orang keluar dari ruangan pertemuan. Disana dia melihat pria tinggi dengan setelan jas biru tua menjadi orang terakhir yang keluar dari ruangan.

Pria tersebut nampak gagah, siapa saja yang melihatnya sudah pasti bisa menebak apa jabatan dia di kantor ini. Baik Alena dan pria tersebut menyadari kehadiran mereka satu sama lain. Belum sempat Alena hendak melangkah pria tersebut sudah menghampirinya terlebih dahulu.

"Siang dokter Alena. Seperti biasa anda selalu tepat waktu" sapa pria tersebut ramah dengan kedua tangannya dia masukan dalam saku celana.

"Siang tuan Axel. Sudah menjadi tugas saya sampai di sini tepat waktu"

"Kalau begitu mari ke ruangan saya" dengan mepimpin jalan Alena mengikuti dari belakang.

Setibanya di kantor direktur tersebut tanpa buang waktu lama Alena memeriksa rutin kesehatan yang harus di jalankan. Nyatanya usia pria yang tengah dia periksa ini tidak begitu jauh darinya. Axel hanya berbeda dua tahun lebih tua di atas umur dia sekarang.

Setelah mengecek nadi dan segala macam yang perlu di isi dalam agenda nya hari ini- segera Alena mengakiri pertemuan mereka. Sebenarnya Axel ini hanya mempunyai diabetes. Tapi itu tidak terlalu parah karena masih di tahap awal. Jadi itu lah kenapa dia rutin untuk cek up seminggu sekali.

"Saya sedikit lapar. Apa anda ada waktu luang saat ini?" Tanya pria tersebut tiba-tiba memecah keheningan.

Sambil mengecek jam tangan nya Alena mengangguk mengiyakan. "Untuk dua jam kedepan saya punya waktu kosong" jelas Alena

"Kalau begitu temani saya makan"

"Eeh?" Dirinya tidak tau.. apakah dia tidak salah dengar? Dia memang merasa Axel ini humble apalagi dengan karyawan nya sendiri. Cuma baru kali ini saja Axel dengan mantap mengajaknya menemani dirinya makan.

"Apa anda keberatan?" Tanya Axel memastikan karena melirik Alena mematung sesaat.

"Tidak. Tentu saja saya tidak keberatan" yah.. lagian tidak ada salahnya menerima tawaran tersebut. Hanya makan formal biasa tidak akan membebani pekerjaan nya.

Mereka berdua akhirnya berjalan menuju cafe di seberang gedung. Tidak butuh waktu lama mereka berdua menentukan menu pilihannya masing-masing. Tidak banyak yang bisa di obrolkan. Hanya perbincangan ringan mengenai seputar pekerjaan. Begitu pun dengan Axel yang dapat mengetahui beberapa sedikit informasi seputar kedokteran. Sehingga tidak terasa mereka sudah menyita waktu lebih dari sejam.

"Jujur saja saya berterima kasih karena waktu nona sudah mau menemani saya makan siang hari ini" ucap Axel segera mengakhiri acara pertemuan mereka.

"Saya tidak masalah. Lagian saya yang berterima kasih karena sudah di traktir"

"Justrus sudah seharusnya. Kalo boleh saya meminta.., apakah minggu depan anda masih bersedia menemani saya makan siang selesai pemeriksaan rutin?" Jujur Alena tidak menduga permintaan pria ini secara mengejutkan.

Tapi rasanya ini bukan ide buruk. "Tentu, saya akan senang jika tuan juga tidak keberatan"

"Tolong jangan panggil tuan. Langsung saja panggil saya Axel" umur mereka tidak bepaut begitu jauh. Rasanya Alena seperti berhadapan dengan orang tua jika memanggilnya dengan embel tuan.

"Akan saya usahakan. Kalau begitu saya pergi dulu.., sepertinya saya sudah menyita waktu anda begitu lama"

"Justru saya yang menyita waktu anda" setelah keduanya mulai berpamitan, Alena segera berjalan keluar dan menyusuri jalan mencari taksi untuk kembali ke rumah sakit.

Candu IITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang