ACDD 49# PUTRI YANG GUGUR

18.1K 1.2K 29
                                    

ACDD 49# PUTRI YANG GUGUR

"Sejatinya ketika yang dicinta pergi, dia tidak benar-benar pergi. Dia masih dekat karena kita menyimpannya dalam hati."

~Aisfa (Cinta dalam Doa)~

🕊🕊🕊

Dada Gus Alfatih berdenyut nyeri menyaksikan istrinya terbujur kaku dengan alat bantu oksigen di dalam ruangannya. Suara alat pendeteksi jantung yang mendebarkan, menusuk-nusuk indera telinganya.

Matanya masih terpejam erat. Wajahnya pucat, namun terlihat tenang. Bibir yang tadi mengeluarkan ringisan kesakitan telah tertutup rapat seolah Aisfa sedang menikmati istirahatnya.

Gus Alfatih mendekati istrinya. Menarik kursi dan duduk di sampingnya. Digenggamnya tangan dinginnya lalu dicium berkali-kali.

"Habibati, kamu lagi istirahat ya karena kelelahan menahan sakit? Maaf ya tadi kakak datang terlambat. Maaf, kakak tidak bisa menjagamu dengan baik hingga kamu seperti ini."

Gus Alfatih tersenyum. "Oh, iya selamat ya, Habibati. Anak kita sudah lahir ke dunia. Terimakasih banyak telah membuat saya menjadi seorang Ayah."

"Aisfa, kamu harus cepat sadar ya. Anak kita menunggu Uminya." Gus Alfatih mengecup kening istrinya sebelum akhirnya beranjak pergi. Ia teringat kalau ia mempunyai urusan yang harus segera diselesaikan.

Di luar, keluarga Aisfa dan Gus Alfatih mengantri melihat keadaan Aisfa, karena dokter melarangnya untuk masuk beramai-ramai. Terlebih Naysila yang sedari tadi tidak bisa duduk dengan tenang. Sewaktu mereka diberitahukan kabar kecelakaan yang menimpa Aisfa, Naysila bahkan sempat pingsan.

"Al, segera urus jenazah putrimu. Dia harus segera dikebumikan," ujar Gus Adnan saat melihat putranya keluar dari ruang rawat Aisfa.

Gus Alfatih mengangguk dengan lemah. Pemuda itu pun segera melaksanakan titah Abinya. Awalnya Gus Adnan yang ingin mengurus jenazah cucunya tapi Gus Alfatih melarangnya. Gus Alfatih ingin menghabiskan waktunya dengan putrinya meski itu dalam keadaan ia mempersiapkan peristirahatan terakhirnya.

Gus Alfatih menggendong bayinya dalam pelukannya. Bayi yang ia beri nama Fazahra Althafunnisa itu sudah selesai dikafani. Gus Alfatih mengecupnya berkali-kali sembari berbisik, "Abi sangat mencintai kamu, Putriku, dan rasa cinta ini tidak akan pernah sirna meskipun kamu tidak ada di dunia ini. Perpisahan ini hanya sementara, Sayang. Nanti Abi, Umi, Ali dan kamu akan bersama kembali."

Gus Alfatih mengangkat wajahnya berusaha menghalau air mata yang ingin keluar. Tidak! Ia tidak boleh menangis. Bukankah ini hanya perpisahan sementara? Fazahra pergi karena Allah lebih menyayanginya. Dan tempat Fazahra di sisi Allah sudah jelas baik.

Sebaliknya ia yang harus mengkhawatirkan dirinya sendiri. Apakah bisa kelak berkumpul dengan bayi cantiknya ini di surga-Nya?

🕊🕊🕊

Setelah membumikan jenazah Faza, Gus Alfatih mendapatkan kabar kalau istrinya sudah sadarkan diri. Dengan perasaan senang sekaligus sedih ia kembali kerumah sakit. Senang karena istrinya sudah membuka matanya dan sedih karena tidak tahu bagaimana caranya nanti ia memberitahukan kepulangan Faza. Aisfa pasti akan terpukul.

Ketika Gus Alfatih membuka pintu ruangan istrinya, ia disuguhkan senyumannya. Lihatlah bahkan istrinya masih bisa tersenyum meski masih dalam keadaan lemah. Gus Alfatih jadi tidak tega melunturkan senyuman itu.

"Gimana keadaan kamu, hm?"

"Aku baik, tapi aku penasaran sama anak-anak kita. Di mana mereka aku pengen gendong," katanya dengan wajah berbinar.

Aisfa (Cinta dalam Doa) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang