Part 12 - Hati Yang Harus Disatukan

7 1 0
                                    

Perasaan yang Hampir Memudar

  "Jangan pergi Safira..."

 Setelah di campakan oleh Safira, aku merasakan ada sesuatu cahaya yang redup di dalam hati ku. Ntah mengapa setelah Safira meninggalkan ku tadi, perasaan ku kepada semakin jauh dari ekspektasi ku selama ini. Walaupun begitu, di dalam hati ku yang paling dalam. Aku masih menaruh harapan kepadanya dan aku juga yakin dan percaya suatu saat nanti ia akan menjadi milik ku.

 Kemudian datang teman-teman dari panitia yang melihat ku merenung dan terdiam di bawah pohon ini, mereka melihat ku dengan perasaan kasihan pada ku. "Dika, ada yang tidak beres?" tanya salah seorang dari mereka.

Aku pun menghela nafas lalu tersenyum seolah-olah tak ada yang terjadi padaku. "Ah nggak, santai aja aku sedang istirahat sejenak aja." 

 Mereka mengangguk mengerti, meskipun tetap bisa melihat bahwa ada sesuatu yang mengganggu pikiranku. "Baiklah, kalau begitu ayo kita berkumpul lagi," ucap salah satu dari mereka.

Aku setuju dengan ajakan mereka, meskipun dalam hatiku masih terbayang bayang Safira. Bagaimana pun, aku harus terus bergerak maju, berharap bahwa suatu saat perasaanku kepada Safira akan diterima dengan tulus. 

*************************************
Sebelum Semua ini Terjadi

  Di senin pagi yang cerah, seperti biasa aku pergi ke sekolah melewati jalan yang biasa ku lewati. Saat di depan pintu gerbang sekolah, aku di hampiri oleh Kak Rizka yang tampak senang ketika aku datang. Aku bingung kenapa ia senang melihat ku, namun ada sesuatu di balik senyumannya itu. 

 Kak Rizka menghampiri ku dengan senyuman di wajah nya. "Pagi Dika, kebetulan kamu datang pagi-pagi, bisa gak kamu nanti siang saat makan siang kamu ke ruang osis. Kamu mendapatkan tugas khusus buat kamu."  Ucap Kak Rizka.

 "Pagi Kak Rizka, tugas sepenting apa sih kak yang ngebikin Kak Rizka ngasih tau pagi-pagi?" Ucap ku bingung bertanya kepadanya.

"Hmm... Kalau kamu mau tau, kamu dateng ya ke ruang osis." Ucap nya menyembunyikan sesuatu di balik kata-katanya. 

 Aku mengangguk setuju. "Oh gitu kak, yaudah nanti siang aku bakal dateng." 

"Bagus Dika, aku tunggu ya." Ucap Kak Rizka senang kegirangan.

 Kemudian, aku masuk kedalam kelas yang masih belum banyak siswa yang datang ke kelas. Untuk mengisi waktu, aku menyempatkan diri untuk mengerjakan Pr yang belum ku selesaikan tadi malam karena aku terlalu sibuk bekerja di cafe. Aku mengerjakan nya dengan teliti, hingga aldi datang.

Aldi datang menyapa ku. "Pagi Dika! Kamu lagi ngerjain apa?" Ucap Aldi bingung.

"Oh ini, tugas minggu lalu sih kamu udah?"  Ucap ku bertanya kepadanya.

"Coba liat tugas yang mana." Ia menanyakan kembali tugas apa yang ku kerjakan ini, lalu aku perlihatkan tugas yang sedang ku kerjakan ini kepadanya. 

"Nih coba liat sendiri." Ucap ku sembari memperlihatkan tugas ku kepadanya.

"Wah ini mah aku udah, kamu mau lihat jawabanya?" 

"Gak usah Di, ini udah mau selesai kok."

"Oh yaudah, mau aku bantu aja gak?" 

"Nah kalau itu baru boleh."

 Waktu berlalu, waktu makan siang telah tiba dan aku pun buru-buru ke ruang OSIS. Saat tiba di ruang OSIS pada waktu makan siang, rasa penasaran memenuhi pikiranku. Apa tugas khusus yang Kak Rizka ingin berikan padaku? Ketika aku masuk, aku melihat Kak Rizka sedang duduk di meja dengan senyuman misterius di wajahnya.

"Selamat datang, Dika. Silahkan duduk dulu," ucapnya ramah. "Kamu pasti penasaran dengan tugas yang aku berikan padamu."

Aku mengangguk, mencoba menyembunyikan rasa penasaran dan kegugupanku. "Iya, Kak Rizka. Aku sangat penasaran, sebenernya tugas apa yang bisa aku bantu?"

Kak Rizka tersenyum, kemudian dia memberikan sebuah dokumen kepadaku. "Ini adalah projek  untuk festival sekolah berikutnya. Kami ingin membuatnya lebih spektakuler dari sebelumnya, dan aku pikir kamu adalah orang yang tepat untuk membantu kami merancangnya."

 Aku terkejut dengan pernyataan itu lalu aku kmenanyakan lagi secara detail tentang festival sekolah ini. "Apa?! Festival Sekolah? Itu pasti tugas yang berat, tapi Kak Rizka yakin memilih aku buat membantu projek ini?" 

Kak Rizka mengangguk lalu ia menawarkan kembali perihal projek tersebut. "Bagaimana? kamu ingin ikut berpartisipasi atau tidak?"

Kak Rizka tersenyum penuh harapan menatapku. Aku merasa sebuah kepercayaan besar diberikan padaku. Meskipun hatiku berdebar-debar, aku tahu ini adalah kesempatan yang sangat langka.

"Kak Rizka, Aku akan mencoba yang terbaik," jawabku mantap. "Aku juga siap bantu merancang festival sekolah ini."

 Senyum Kak Rizka semakin melebar setelah keputusan yang telah kukatakan. Aku merasa  gugup sekaligus bersemangat. Mungkin ini adalah peluang besar yang telah menungguiku untuk bisa bersosialiasi dan meningkatkan komunikasi ku kepada semua orang.

"Aku tahu kamu bisa melakukannya, Dika. Kamu punya kreativitas dan semangat yang dibutuhkan untuk membuat festival ini luar biasa. Dan jangan khawatir, kamu tidak sendirian. Tim OSIS akan selalu ada untuk mendukungmu."

 Aku merasa lega mendengar dukungan tersebut. Sejak saat itu, hari-hariku dihabiskan dengan memikirkan ide-ide kreatif untuk festival sekolah. Aku menyusun rencana, membuat sketsa panggung, dan berdiskusi dengan tim OSIS dan itu dilakukan setiap kali ada pertemuan.

 Beberapa hari di habiskan dengan merancang dan berdiskusi. Festival sekolah semakin mendekat, tapi semangat kami tak pernah pudar. Kami bekerja keras, menciptakan properti, dan merencanakan acara hingga detik terakhir. Namun tak lupa juga, aku harus bekerja di cafe untuk menghidupi keseharian ku.

 Walaupun kelelahan dengan aktivitas, namun aku dedikasi kan diri ku untuk bisa berpartisipasi di Festival Sekolah kali ini. Aku jadi keingat perkataan Kak Maya, yang ia sampaikan kepada ku. 

"Orang kaya kamu itu memang harus lebih banyak komunikasi dan ya tentu saja terus belajar." 

 Kelelahan memang salah satu resiko yang harus di terima jika mengambl beban yang berat seperti ini, namun berkat senyum Safira yang selalu di terbarkan oleh nya. Membuat setetes air keringat dan rasa kelelahan ku terbayarkan. Karena dia seorang komdis dia juga membantu pembuatan Festival sekolah ini.

 Namun aku ragu apakah dia mengatahui aku ikut di pembuataan Festival ini atau tidak ya, karena Safira dan Aku belum pernah sama sekali berada di ruangan atau kerjaan yang sama di Festival ini. Walau begitu, dia itu sangat imut dan manis. Aku masih tergila-gila oleh nya, walau pernyataan cinta ku masih di gantung oleh nya. 

 Sampai sekarang, aku masih belum mendapatkan balasan cinta dari nya. Walau begitu aku tak mengkhawatirkan itu. Hari-hari berlalu, dan persiapan untuk festival sekolah semakin mendalam. Setiap detail dirancang dengan cermat, setiap latihan dilakukan dengan tekun. Safira dan aku, meskipun tidak bekerja langsung bersama, tetap melihat satu sama lain dari kejauhan. Senyumannya yang ramah membuat hatiku berbunga setiap kali kami bertemu, meskipun hanya sekilas.

Until You Look At Me!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang