Bianglala

79 6 3
                                    

Ibu jari Baska berhenti menggulir beranda instagram miliknya. Mata sayunya yang menahan kantuk kini menjadi segar seketika menatap gambar seseorang yang sangat familiar walau nyatanya mereka hanya bertemu sebentar saat itu. Senyuman di dalam layarnya terasa sangat nyata, suara tawa renyahnya seperti terdengar tepat di telinga, seakan suara bising di kantin teredam. Ia juga ingat betul tangan mereka pernah saling menggenggam kala itu.

Jantungnya berdegup begitu cepat. Rasa itu hadir lagi setelah hampir dua tahun ia kubur dalam-dalam. Kata 'mungkin' menjadi topik hangat di benaknya. Tidak munafik, sesuatu yang mustahil kini muncul di hati kecilnya, sebuah harapan.

Dengan ibu jari sedikit gemetar ragu, Baska membuka profil orang tersebut.

Seketika ingatannya kembali pada saat itu. Saat dimana ia mengantar temannya kencan pertama di pasar malam.

"Bas! Ayo buruan, ih!" Karin menarik tangan Baska ke dalam kerumunan.

"Balik aja, Rin. Gak bakal dateng dia juga." Walau protes, Baska pasrah ditarik.

Langkah mereka berhenti.

Karin merotasikan bola matanya. Badannya berputar menghadap Baska sambil berkacak pinggang. "Kenapa, sih? Lo gak ikhlas banget deh, Bas."

"Gue kan udah bilang, gue gak mau ikut. Lo yang maksa."

"Ck. Lo mau gue diculik?"

"Siapa suruh kenalan lewat tinder," cibir Baska.

"Udah, ah! Ayoo dia udah nunggu gue di deket kora-kora."

Karin kembali menarik paksa Baska, kini lengan bajunya yang dicubit sambil ditarik dan Baska lagi-lagi pasrah menjadi tontonan beberapa pasang mata yang pasti berpikir mereka bertengkar.

Sejujurnya disini indah, sungguh. Mata bulat Baska berbinar, tidak bisa lepas menatap warna-warni lampu tang menghiasi seluruh wahana. Maklum, ia baru pertama kali datang ke tempat wisata seperti ini. Dufan yang terkenal pun belum pernah Baska kunjungi.

Beberapa permen kapas berwarna biru seperti berbisik agar dibeli. Baska menggelengkan kepalanya saat penjual tersebut menyodorkan satu plastik besar permen kapas.

Kini, matanya beralih menatap anak-anak kecil yang lari kesana-kemari mencoba seluruh wahana. Baska berhasil menahan tawa saat melihat satu anak kecil jatuh tersungkur dan menangis.

Area pasar malam ini lumayan luas dan banyak sekali pedagang disini. Aroma makanan mulai mengelabuhi indra penciumnya, bakso lebih dominan. Perutnya menjadi lapar mendadak.

"Rin, kora-kora yang mana?" Tanya Baska.

Karin menunjuk wahana yang berayun dengan tinggi. "Itu, udah deket. Lo mau nunggu disini aja? Yakin gak mau ikut gue dan pacar baru gue berpetualang?" Karin bersuara lumayan kencang karena harus melawan suara teriakan heboh yang entah berasal dari wahana yang mana, yang pasti disini bising ditambah lagu dangdut yang saling bersahutan.

"Makasih, gue mau makan bakso aja."

Baska melepaskan tangan Karin secara paksa dan meninggalkan perempuan itu yang sekarang entah sudah menghilang ke mana. Kakinya konsisten melangkah ke arah stand bakso yang aromanya sudah menggoda Baska barusan, walau sempat terdistract dengan aroma soto betawi.

"Bakso satu porsi, Bu." Setelah memesan, Baska memilih duduk di kursi depan sambil menikmati indahnya pasar malam.

Baska menarik kursi panjang yang sudah ia duduki agar lebih mendekat ke meja didepannya. Kemudian ia mengeluarkan ponselnya di dalam saku jeansnya. Memotret beberapa kali sebelum melihat hasil potretnya di galeri.

Bianglala [ Oneshoot ; Kookmin ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang