DELAPAN

121 17 2
                                    

Gue udah masuk kantor lagi karena sekarang udah hari Senin, tadi pagi gue ke kantor dianter sama Biru, nanti pulang juga dijemput sama dia. Biru bener-bener nemenin gue selama dia ada disini.

"Nady, mau ikut ke lantai lima belas gak?" Tanya Gavin. Di lantai lima belas itu ada ruangan santai yang biasa dipake kerja sama anak-anak kalo mereka mau kerjanya sambil selonjoran, disana juga banyak game yang bisa dimainin.

"Boleh deh Vin, gue udah pegel banget duduk mulu." Eluh gue.

"Ayo, Rumi, Naka sama Malvin udah disana." Kata Gavin.

Gue ambil laptop dan handphone gue, di meja tim gue cuma ada Deva, Rachel lagi ikut Mario gak tau kemana sedangkan Mas Dirga ada di ruangan Pak Sanjaya.

"Dev, mau ikut gak?" Tanya gue.

"Aku disini aja Kak, takut ada yang butuh kalian nanti susah kalo gak ada orang." Kata Deva.

"Oke, nanti kalo Mario atau Mas Dirga nanya bilang aja aku di lantai lima belas ya. Thank you, Deva."

Deva ngangguk paham, "Oke, kak!"

Gue sama Gavin jalan keluar ruangan menuju lift, kantor hari ini lumayan sepi kayaknya karyawan yang lain banyak yang WFH.

"Materi yang kemarin dikasih Adnan ke tim lo harus diterbitin kapan, Nad?" Tanya Gavin.

"Gue masih harus minta tanda tangan Mas Dirga dulu, susah banget ketemu dia sekarang tuh." Kata gue. Mas Dirga lagi sibuk ngurus kerja sama antara perusahaan Pak Sanjaya sama perusahaan Kalangga, jadi dia lebih sering ada di luar kantor sekarang.

"Meeting lagi kan nanti habis makan siang?"

"Iya, pusing gue kali ini kerjasama nya gak main-main." 

Gavin ketawa ngeledek, "Semangat ya, Kak Nady."

Pintu lift terbuka, gue sedikit kaget karena di dalam lift ada Kalangga sama sekretaris nya. Dia pasti mau ke ruangan Pak Sanjaya.

Gue cuma senyum buat menyapa Kalangga, gue kira dia bakal keluar karena ruangan Pak Sanjaya ada di lantai yang sama sama ruang kerja tim gue tapi dia malah mengisyaratkan gue sama Gavin buat masuk. Waktu gue mau pencet lantai lima belas ternyata udah dipencet duluan.

Di dalam lift hening, sesekali cuma suara Gavin ngeledek gue. Akhirnya pintu lift kebuka di lantai lima belas, kita semua yang ada di dalam lift turun di lantai itu.

"Nady, bisa bicara sebentar?" Kalangga manggil gue.

Gue ngangguk, Kalangga suruh gue ikutin dia. Dia bawa gue ke smoking area yang ada di lantai ini, gue duduk di kursi dan meletakkan laptop gue di atas meja, gue tetap harus sambil kerja.

"Kenapa, Kal?" Tanya gue.

"Kamu yang kenapa, aku ada salah ya sampe chat ku gak dibalas?" Tanya nya.

Astaga gue kira dia mau bicara apa gitu. Gue menggelengkan kepala sambil ketawa kecil, "Maaf ya, Kal. Aku kalo weekend jarang buka handphone, aku sibuk nonton seharian."

"Serius? Bukan karena kamu marah sama aku, kan?" 

Gue menggelengkan kepala lagi, "Enggak, Kala. Ngapain juga aku marah sama kamu."

Kalangga menghela nafas lega, "Aku kepikiran, kirain aku ada bikin salah sama kamu."

Gue ketawa dengernya, lucu banget ini orang. "Maaf ya jadi bikin kamu overthinking."

Dia ngangguk sambil senyum manis. Kalanggan ngeluarin bungkus rokok dari saku jas nya, dia ambil satu batang dan dia bakar, gue baru tau kalo Kala ternyata perokok.

"Kamu gak masalah sama asap rokok, kan?" Tanya nya.

"Gapapa, aman kok."

Kita hening beberapa saat, gue sibuk sama laptop sedangkan Kalangga sibuk mengepulkan asap dari mulutnya.

"Gimana, Biru?" Tanya Kalangga.

"Gak gimana-gimana, sehat anaknya waktu sampe sini." Jawab gue.

"Aku mau ketemu Biru deh, udah lama gak ngobrol sama si primadona BEM itu." Kata Kalangga dengan nada bercanda, padahal setau gue dia yang paling terkenal se-fakultas.

"Nanti dia jemput aku, kamu bisa ketemu dulu kalo kamu mau."

"Sampe kapan dia disini?" 

"Gak lama, lusa juga udah balik lagi ke Bali." Biru gak bisa ninggalin bisnis nya lama-lama di Bali, jadi dia harus pulang cepet.

Kalangga cuma nganggukin kepalanya, dia ngegeser kursinya supaya duduk lebih deket sama gue. "Ini materi meeting sama perusahaan aku yang kemarin?" 

Gue ngangguk, "Aku harus selesaiin ini sebelum meeting nanti."

"Jangan terlalu diforsir, Nady. Kamu gak kerja sendirian." Katanya.

Gue cuma ngangguk dan kembali fokus sama laptop gue. Kalangga juga diem aja, dia sibuk merokok.

__

"Kak, Nady. Kamu sebenernya ada apa sih sama Mas Kala? Daritadi dia liatin kamu terus." Tanya Rachel.

Gue sekarang lagi di lobi kantor, lagi nungguin Biru jemput karena sekarang udah jam pulang kantor. Gue disini nunggu bareng Rachel yang juga lagi nunggu nungguin Deva ambil mobil di basement.

"Gak ada apa-apa, Cel. Kala kan punya mata."

"Kamu nih denial atau gimana, Kak? Mas Gio aja sampe bilang ke aku kalo tatapan Mas Kala ke kamu nih beda." Kata Rachel. Gue bingung kenapa mereka suka banget ngomongin gue sama Kalangga.

"Enggak, Cel. Kalian stop ngomongin aku sama Kala, please." Kata gue, sumpah jadi nyebelin banget kalo setiap hari ada obrolan kayak gini.

"Hehe, maaf ya, Kak Nady. Habis kita penasaran banget, banyak yang naksir sama kamu." Kata Rachel.

Gue cuma bales dengan gelengan kepala. Gak lama mobil Biru berhenti di depan gue, gue langsung pamit ke Rachel dan masuk ke dalem mobil.

"Kenapa sih mukanya cemberut gitu?" Tanya Biru sambil ngelirik gue.

"Sebel gue, di kantor lagi ada gossip tentang gue sama Kala."

"Kenapa kok bisa jadi gossip?" 

"Gak tau, padahal gue sama Kalangga cuma sebatas kating kampus aja itu juga lo yang kenal sama dia, gue baru kenal sama dia belum ada satu bulan tapi satu tim ngira gue sama dia ada apa-apa." Eluh gue panjang lebar.

Biru ketawa, dia ngusap-ngusap rambut gue pake tangan kirinya. "Udah gak usah cemberut gitu, kita nonton aja mau?"

Gue langsung senyum dan ngangguk antusias, udah gue bilang Biru selalu punya seribu satu cara buat bikin mood gue baik lagi.

__

Written in The StarsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang