Bab 16 Christiaan Huygens

448 64 12
                                    

Christiaan Huygens - Belanda || Penemu Jam

Tujuan kita memang penting tapi sesekali coba posisikan diri menjadi orang lain.

°°DC°°

Perjalanan menembus hutan gelap dengan lampu bus yang menjadi satu-satunya penerangan, ditemani suara nyanyian kemenangan yang mampu memecah keheningan. Piala besar nan berkilau yang mereka bawa, menjadi bukti bahwa Briniac adalah pemenangnya.

Gerbang tinggi dengan tulisan Welcome to Briniac High School di atasnya, terbuka lebar. Laju bus yang mereka naiki perlahan berkurang kecepatannya. Satu-persatu penumpang turun dan secara teratur memasuki asrama.

Di tengah hutan gelap, penuh tanaman hijau, suara-suara jangkrik saling bersahutan, tentu Briniac menjadi satu-satunya tempat yang paling bersinar. Bahkan dari kejauhan cahaya dari gedung Briniac High School sudah mencuri atensi, seperti sebuah kehidupan yang tersembunyi.

Re turun dari bus, lelaki yang mengenakan jersey basket lembab oleh keringat dengan ditutupi jaket hitam keemasan dan membiarkan zipper terbuka membuat para siswi secara diam-diam bahkan terang-terangan mencuri pandang.

Lelaki itu melangkahkan kaki sembari memasukkan tangan kanannya ke dalam saku jaket, kemudian tangan kiri memegang tali ransel yang ia sampirkan di bahunya.

Tatapan kagum terlihat dari para siswi, yang terang-terangan memandang lelaki yang menjadi bintang lapangan hari ini. Siapa yang tak kagum melihat lelaki dengan rambut setengah basah itu. Belum lagi ketika wajah yang terbiasa tak berekspresi itu sedikit menyunggingkan senyum, saat melihat piala kemenangan yang mereka bawa.

Cerdas, bintang lapangan dan berwajah tampan. Tiga hal yang selalu menjadi incaran para siswi sudah diborong oleh Re.

"Modal tampang aja bangga," gerutu Fanya berjalan mendahului Re.

Lelaki itu menaikkan sedikit alisnya, tentu saja ia dapat dengan jelas mendengar ucapan pemilik peringkat terakhir di Diamond Class itu.

"Dasar cewek aneh," celetuk Re kemudian berjalan masuk.

Baru saja Re hendak memasuki lift, perempuan yang berjalan keluar dari pintu samping Briniac House mencuri perhatiannya. Langkah itu berganti arah, Re mempercepat kakinya dengan pandangan yang tak berpindah sedikitpun dari wanita itu.

"Kenapa nggak nonton?"

Perempuan itu menoleh dengan wajah sedikit terkejut namun segera ia menetralkan raut wajahnya.

"Gue sibuk," sahut perempuan itu berusaha menatap arah lain.

Re mengeluarkan minuman yang ada di dalam ransel kemudian menyerahkan pada perempuan itu.

Tentu saja perempuan itu tak langsung menerima pemberian Re, ia malah hendak melarikan diri seolah tak ingin berbincang lama dengan Re. Dengan sigap Re menahan tangan perempuan rambut blonde itu dan meletakkan botol yoghurt blueberry di tangan perempuan itu.

Perempuan itu menarik napas dalam-dalam, perlahan ia mengangkat kepalanya hingga membuat ia dapat melihat manik hitam teduh milik Re.

"Congrast, sorry gue nggak dateng." Perempuan itu menarik tangannya dan berjalan menuju bangku yang ada di dekat taman yang ada di samping gedung Briniac House.

Re berjalan mengikuti perempuan itu dan memilih duduk sembari menyandarkan punggungnya, pandangannya tertuju pada langit malam yang gelap tak berbintang. Bau tanah menyeruak akibat beberapa waktu lalu hujan turun cukup deras, suasana dingin dan sejuk secara bersamaan menemani keheningan.

DIAMOND CLASSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang