day one

333 32 6
                                    

Suara deru mesin dari sebuah mobil menjadi satu-satunya suara yang membelah jalanan yang di sepanjangnya ditutupi pohon cengkeh yang menjulang tinggi. Keadaan masih sedikit gelap namun di puncak pepohonan sudah tersorot sinar mentari yang menandakan jika pagi sudah datang sedari tadi.

Decakan untuk keberkian kalinya terdengar dipagi hari yang cerah ini. Seorang pria yang tengah mengemudi itu menatap kaca yang memperlihatkan keadaan seseorang dibelakang sana.

"Susah banget sih!"

"Kenapa sih Tzu? Masih pagi loh, udah ngedumel mulu."

"Habisnya! Disini gaada sinyal. Bikin kesel aja."

"Emang kamu mau ngapain nyariin sinyal?"

"Mau ngabarin temen-temen. Minta maaf tahun ini gak bisa ikut liburan sama mereka. Gara-gara harus dibuang ke tempat bosenin ini." Kalimat terakhirnya terdengar ketus disertai lirikan tajam pada kedua orang tuanya di kursi depan.

"Kita kesini kan atas persetujuan bersama. Masa kamu lupa sih..."

"Ya itu juga karna dipaksa! Kalo Mami Papi gak sita fasilitas ku gak sudi aku dibuang kesini."

"Tzu," Suara berat sang ayah membuat wajah cantik itu semakin ditekuk "apa salahnya sih nemenin Nenek kamu? Mumpung kamu libur panjang kan? Kalo udah sekolah kamu sibuk mulu. Lagian... Kamu kan lahir disini, ini tempat kelahiranmu ingat?" Kali ini suara sang ibu terdengar lembut guna kembali meluluhkan hati putri bungsu nya ini.

"Gak. Aku ingatnya hidup enak di kota. Jalan ke Mall, salon, bukan di pedesaan gini liat pohon cengkeh sama kebon kol doang."

"Udah. Kita udah sejauh ini. Papi gak mau denger keluhan apapun lagi dari mulut kamu. Kalo emang kamu gak mau ya turun disini!" Mobil berhenti.

Pria itu memandang putrinya tajam, kini dia gak lagi punya pilihan. "Apasih! Yaudah ayo!" Dia melemparkan ponselnya pada jok samping yang berisikan satu ransel baju gantinya untuk dia pakai selama liburan sekolahnya disini.

Kini mobil itu keluar dari jalanan sepi dan mulai terlihat beberapa rumah warga. Karena ini masih pagi, cuaca sedikit berkabut mengingat ini ada di dataran tinggi. Ada banyak juga orang yang tengah berjalan menuju kebun, terlihat dari pakaian mereka yang sudah lusuh dan dipenuhi noda membandel atau warnanya yang sudah memudar, Peralatan berkebun pun tak lepas dari cangkul dan celurit.

Pemandangan itu membuat Tzuyu sedikit bergidik, "kok ada orang nyaman pake baju jelek gitu."

"Namanya juga mau kerja di kebun. Yakali pake kemeja sama rok mini."

Setelah beberapa saat menyusuri pedesaan, kini mobil yang mereka tumpangi berhenti di sebuah halaman rumah yang luas. Terdapat semak yang memagari sekelilingnya, didepan rumah panggung kayu itu ada sepasang bambu yang disatukan kawat untuk menjemur baju, pohon mangga didepannya terlihat lebat oleh mangga muda yang mungkin sebentar lagi sudah bisa di panen.

"Cucu nenek sudah datang."

Tzuyu menoleh dan dia tersentak dengan pelukan dadakan wanita tua dihadapannya. Sedikit menunduk karena dia belum bisa melihat wajah nya, dia sedikit lupa dengan wajah ibu dari ayahnya ini.

Setelah pelukan terlepas kedua orang tuanya mulai menyalami dan memeluknya dengan hangat.

Dan disinilah mereka berada, ruang tamu sederhana yang dilengkapi sofa kayu tanpa busa yang membuat bokong Tzuyu sakit jika berlama-lama duduk disini.

"Jadi Tzuyu mau nemenin Ibu selama dua minggu ini."

Mendengar itu sang Nenek terlihat senang dalam keterkejutannya. "Serius? Selama itu?"

EFEMERALTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang