Begin

3 0 0
                                    

Baru kali ini aku sungguhan berkeliling Melawa tepat pada hari pertama tahun baru. Kami melewati serangkaian gedung-gedung yang mencakar langit dengan kilap sinar matahari di dinding-dinding kacanya. Benar, Martin membawaku pergi. Tidak mudah membujuk Zex dan kelompok Savior lainnya soal rencanaku ini. Aku memang tidak berniat memberi tahu mereka, aku ingin menyelesaikan semuanya sendiri.

Gil? Yah..

“Kalian pasti bukan kakak adik, kan?” Tanya Martin

“Apa pedulimu?”

Sebagai syarat dari Zex, aku tidak boleh pergi tanpa Gil di sampingku. Ini lebih baik dari pada ada lelaki tua botak yang mengikutimu ke mana-mana. Bibi Wei tidak bisa karena tato bunganya, orang tua Laura harus bekerja dan Laura masih sibuk mengurus serikat buruhnya. Tidak mungkin Peta, apalagi Zed. Anggota lainnya punya kesibukan, jadi pilihanku hanya Zex atau Gil.

Kendaraan Martin menyusur jalanan lengang melewati dua lampu lalu lintas setelah mesin penunjuk jalan di dalamnya mengatakan bahwa tujuan kami sudah dekat. “Wah, apa itu anggur?”

Dia tertawa lebar, “kebun anggur kerajaan adalah yang terbaik. Kau sudah pernah minum?”

“Minum?" Tanyaku bingung, kami juga punya kebun anggur di pulau, tidak banyak dan rasanya masam. Jadi saat Zex membuatnya menjadi jus dengan cara ditumbuk, aku tidak pernah mau meminumnya.

“Jika maksudmu jus asam, itu berati tidak,” kataku malas. Gil melirik Martin yang sedang menyetir denga tatapan tidak suka, kemudian beralih padaku karena aku meladeninya. “Apa?”

“Mau seenak apa pun aku tidak akan mencobanya Nou, barangkali sudah diracun.”

Aku mencubit lengannya keras, “tutup mulutmu, jangan mengacau! Aku sudah memberi tahumu di rumah, kan?”  Sembari meringis dia berbisik pelan, “kau jahat sekali padaku sekarang!”

“Lebih baik kau diam!”

Martin tertawa dari kaca kecil, sambil menyugar rambut, dia memerhatikan wajah Gil sebentar-sebentar sambil melihat jalan di depan. “Kau pasti sangat menyukainya kan?”

“Kau bilang apa?” Aku tidak memerhatikan situasi jadinya.

“Gil, dia pasti menyukaimu.”

“Apa? Hahaha tidak mungkin, dia sahabatku.”

“Nou, kau mungkin saja tidak tahu, tapi”

“Sstt! Diamlah!” Gil tiba-tiba aneh, wajahnya memerah, apa karena panas? Padahal matahari belum naik tinggi sekali, dan suhu di dalam kendaraan juga tidak buruk. “Kau sakit Gil?”
Dia diam saja.

Ketika kendaraan Martin berhenti, kami semua diminta turun. “Selamat datang di kerajaan Tora, Istana Torael.”

Tidak kupercaya istana Tora tidak seperti yang ada di bayanganku. Kupikir akan menjadi seperti katerdal tua yang dindingnya keabuan atau kecokelatan dimakan usia, menyentuh gaya klasik tapi mewah. Yang ini sungguh berbeda. Tempat yang Martin bilang istana lebih mirip sebuah kubus minimalis maha luas yang dikelilingi puluhan hektar kebun anggur.

“Ini istana? Tidak mirip istana," ucap Gil.

Penjaga buru-buru menyambut kehadiran tuan muda mereka, Nou dan Gil mengapit di belakang Martin sambil terus menilai suasana. “Mereka datang bersamaku untuk makan siang.”

Ketika penjaga mempersilahkan masuk, mereka serempak memberi hormat dengan satu tangan mengepal di dada. “Ini ciri khas kerajaan, kuharap kalian terbiasa.” Nou dan Gil serempak mengangguk, tidak ingin menimbulkan masalah dengan banyak tanya atau protes.

Sebuah selasar panjang dengan lantai motif papan catur belah ketupat. Di setiap sisi dinding, ada patung kepala berwarna terakota yang kontras sekali dengan dinding gading di belakang. “Semua patung ini adalah Raja Tora terdahulu. Kau tahu, sebagai penghormatan.”

Karena Martin bilang begitu, Nou mencari nama kakek moyangnya, sambil berjalan, Nou mengamati setiap nama yang tertera di marmer. “Armen,” ucapnya lirih.

“Ada apa?” Tanya Martin.

“Nou?”

“Hei?”

Nou dan Gil terkesiap, mereka seperti jatuh dalam buaian aneh setelah berhasil melalui selasar menuju state room pertama dengan banyak lilin elektrik yang tidak pernah padam.

“Patungnya kurang satu,” sahut Nou.

Martin bingung, ia sama sekali tidak punya waktu luang untuk mengabsen semua patung raja yang ada di sini. Lagi pula itu juga bukan tugasnya. “Apa maksudmu?”  Martin bertanya karena benar-benar tidak mengerti.

“Maksudku, di mana patung Raja Armen, ya kau tahu, aku membaca beberapa buku sejarah di perpustakaan kota.” Itu giliran Gil menjawab karena Nou diam saja. Dengan cepat Gil meraih tangan Nou untuk digandeng, mengembalikan kembali kesadaran Nou yang dirampas hawa asing.

“Kau mengenalnya?” Wajah Gil menimang pertanyaan Martin dengan segera. Gil pikir, kenapa seorang putra mahkota bisa sebodoh ini. “Tidak, maksudmu bagaimana?”

“Penghianat itu.” Sahut Martin lugas.

“Penghianat? Bagaimana mungkin?” Kata Nou.

“Dia dilengserkan secara tidak hormat, jadi, ya, pihak kerajaan menolak untuk membuatkannya patung.”

Nou dan Gil saling tatap, tidak bisa berkomentar lebih.

“Baiklah ayo masuk.”

Martin menggiring mereka lebih jauh setelah pertanyaan soal patung disudahi dengan cepat. Sejak itu wajah Nou jadi sulit dijelaskan. Gil masih menggandeng tangan Nou seperti merpati agar tidak lepas. “Tempat ini tidak punya tangga? Lantai dua? Istana macam apa ini?” Gil memang jauh lebih penasaran dengan istina modern Torael yang Martin jelaskan. Ini sama sekali tidak sesuai dengan penjelasan Zex atau kelompok Savior. Apa mungkin dirinya ditipu?

“Semua sisi istana sudah melewati banyak pemugaran, jadi ini tampak lebih modern dan aman. Jumlah kamar royal ditambah untuk tamu-tamu kerajaan setiap Festival Tebar Bunga dimulai. Kamar staff dan juga kamar utama diberikan pengamanan lebih, jadi kau tahu. Ini lebih keren daripada yang kau bayangkan.”

“Cih, istana macam apa yang tidak bertingkat.”

“Aku tidak bilang istana ini hanya punya satu lantai.”

Dan mereka tiba di ujung gallery room dengan sisi meja makan bertaplak beludru merah tua. “Ini seperti yang ada di tempat penginapan.” Nou sudah mulai mengusai dirinya. Martin mengeluarkan kartu identitasnya untuk membuka akses pintu besi otomatis, “ini namanya lift,” jelas Martin peka terhadap wajah Nou.

“Bukankah tidak ada lantai dua?”

“Kita tidak sedang berada di lantai dua, Nou. Kita sedang berada di lantai tertinggi. Jadi kita akan turun.”

“Maksudmu?” Tanya Gil.

“Seperti yang kau pikirkan. Kubilang Istana ini banyak berubah dalam kurun waktu seratus tahun.”

Aku dan Nou saling tatap, dan lift itu berdesir menuju turun. Aku bisa merasakannya. “Ini, kalian bisa menggunakan semua akses istana dengan kartu ini.” Martin memberikannya padaku, Nou tersenyum berterima kasih sebagai sopan santun. Tentu saja karena aku tidak mengatakannya.

“Aku akan mengantar kalian ke kamar. Dan kalian bisa berkeliling saat siang nanti. Aku akan mengutus pengawal. Aku akan menemui kalian lagi nanti malam. Kuharap kau menepati janjimu Nou.”

Janji itu, Nou sudah menceritakannya padaku. Nou ingin makan malam dengan raja satu kali. Imbalannya Nou menawarkan Martin untuk bisa mengunjungi makam Ean dan menceritakan seluruh rahasia Ean. Jadi Martin setuju tanpa basa-basi. Tuan muda bodoh itu sama sekali tidak menaruh curiga pada Nou atau pun padaku. Kupikir Nou sudah mengatakan bahwa keluarganya adalah dalang dibalik kematian Ean. Tapi Nou juga percaya, Martin bahkan tidak tahu apa-apa meski terlihat sangat pintar. Jadi Nou mengambil kesempatan. Selebihnya Zex memintaku untuk menjaga Nou saja. Aku tidak tahu apa yang akan Nou lakukan.

Kami bertiga sepakat untuk tidak menggunakan nama asli sebagai panggilan. Terlebih banyak antek-antek Jen yang menyamar di pemerintahan maupun di kerajaan. Jadi Nou memutuskan agar kami punya nama baru. Ibuku juga memotong rambutku, menyemirnya dengan warna hitam pekat. Rambut Nou dipotong pendek menyentuh pundak—tetap cantik meski aku lebih menyukai rambut panjangnya.

“Baiklah,” Martin berhenti di pintu besar berwarna putih. “ini kamar kalian. Tepatnya ini kamarmu dan ini kamar Nou. Tidak perlu khawatir, aku menyiapkan kamar yang terhubung. Jadi di dalam kalian bisa berkomunikasi lewat pintu.” Aku mengangguk dan membawa Nou masuk terlebih dahulu.

“Seseorang akan datang untuk membawa kalian jalan-jalan. Jadi nikmatilah. Aku pergi.”

Kamar ini seribu persen jauh lebih baik dari penginapan nenek lampir waktu itu, tapi dindingnya bukan partisi gipsum, sudah pasti tidak bisa dijebol. Karena hal pertama yang harus kulakukan adalah mencari jalan keluar.
Tidak ada jendela, sial! Kami di bawah tanah.

“Kau sedang apa?”

“Tidak, hanya sedang memikirkan, apa bagusnya ruangan tanpa pemandangan. Nou,  apa benar Martin bisa dipercaya?” Tanyaku.
Nou bergeming di tepi kasur, “bisa atau tidak, yang terpenting kita sudah masuk ke wilayah musuh, yang lain tidak perlu dipikirkan.”

Gil tersentak, rasanya Nou tidak pernah seberani ini, jadi dia mendekat. “Apa yang kau katakan?”

“Apa yang kau rencanakan Nou?”

“Mematahkan ramalan,” jawab Nou.



Tora : The Thief & The Lost PrincessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang