[ Inspirasi: I Do - (G)I-DLE ]
||
||
\/
"Kenalin, pacar gue" Tiga kata yang diucapkannya dengan bangga itu bagaikan belati beracun yang ditancapkan langsung ke jantungku. Seluruh saraf-sarafku tak berfungsi seketika."Oi! Ryn. Woi!" Panggilnya setengah berteriak. Tangannya melambai-lambai dihadapan wajahku. Sukses membawa nyawaku kembali ke cangkangnya.
"Oh, sorry. Gu- gue baru inget ada janji, gue duluan ya." Karangku sembarangan, lalu segera berbalik. Aku harus segera pergi sebelum air mataku tumpah. "Btw selamat ya.." Kataku dengan suara bergetar yang gagal kukontrol. Dengan perasaan campur aduk, kulangkahkan kakiku meninggalkan mereka di atap sekolah. Tempat yang selama ini kuanggap spesial untuk kami berdua, sepertinya kini akan menjadi memori menyakitkan untukku.
Aku sakit, aku sedih, aku menyesal, aku marah dan malu. Tapi karena siapa? Pada siapa? Tak ada yang bisa kusalahkan selain diriku sendiri. Karena aku yang membiarkan perasaannya lama bertepuk sebelah tangan. Aku yang sengaja menempatkannya pada friendzone. Bilang tak mau lebih tapi menggenggamnya erat. Dan tetap kulakukan meski tahu semua itu mungkin menyakitinya. Terlalu percaya diri kalau dia akan terus di sampingku dan perasaannya tidak akan berubah.
Aku terduduk di ujung tangga. Tangisku tak terbendung lagi. 'Kenyataan' sukses memukulku keras. Ingatan tentang waktu yang kami habiskan bersama berputar di kepalaku. Begitu menyakitkan menyadari semuanya akan berbeda mulai sekarang.
Kudengar langkah kaki mereka menuruni tangga. Aku sangat ingin berlari tapi kakiku lemas tak bertenaga. Kucoba meredam tangisku tapi air mata ku tak mau berhenti.
"Karyn?"
Langkah mereka terhenti sebelum kemudian berlari menghampiriku. Kevin berjongkok di hadapanku. Tatapan yang sama. Mata itu masih menunjukkan kekhawatiran yang sama."Kenapa? Lo jatuh?" Tanyanya. Seperti orang bodoh, aku tak menjawab dan terus menangis. "Apa yang sakit?" Tanyanya lagi sambil mengecek kepala, kemudian kakiku.
"Lo bawa ke UKS deh, gue panggil suster Mira dulu di kantin" Kata gadis yang sejak tadi berdiri di belakang Kevin. Ia kemudian pergi meninggalkan kami.
Kevin hendak memapahku namun segera kutepis. Merasa tidak enak dengan gadis itu. Namun Kevin terlihat shock dengan penolakanku. Ia kemudian kembali berjongkok di hadapanku. Mengangkat wajahku yang tertunduk untuk menatapnya. "Ryn.. Gue khawatir. Lo kenapa?" Tanyanya begitu lembut, matanya berkaca-kaca. Hatiku terasa tercabik-cabik melihatnya.
Kuturunkan kedua tangannya dari wajahku, lalu kupegang erat. Air mataku semakin deras.
"Kenapa lo sebaik ini Vin? Kenapa lo masih seperhatian ini sama gue? Gue- gue gak pantes. Maaf.. Sejauh ini gue cuma nyakitin perasaan lo. Maaf, selama ini gue gak bisa jujur sama perasaan gue. Maaf karena sampe sekarang gue masih aja egois." Semua kalimat itu keluar begitu saja dari mulutku. Tanpa kupikir dulu, karena saat ini hanya perasaanku yang bekerja. Sambil menangis tertunduk, aku terus menggenggam tangannya. "Jangan suka sama yang lain, karena gue juga suka sama lo. Tadinya gue mau ngomong itu di atap. Tapi ternyata gue udah sangat telat."Tiba-tiba Kevin merangkulku erat.
"Maaf.. Maaf, gue gak bermaksud nyakitin lo kayak gini. Maaf" Katanya lirih. Sambil membelai kepala dan punggungku. "Gue bohong. Sinta sepupu gue, bukan pacar gue. Gue cuma mau mancing lo. Gue gak nyangka kebohongan gue bakal bikin lo begini. Maafin gue" Tangisku semakin kencang mendengar penuturan Kevin. Perasaan lega membanjiri dadaku yang sejak tadi terasa sesak. "Maafin gue."Terimakasih tuhan. Terimakasih karena semua itu hanya kebohongan. Terimakasih karena aku masih di beri kesempatan. Terimakasih atas keberuntungan ini. Aku berjanji untuk lebih jujur dengan perasaanku, untuk lebih menghargai perasaannya. Dan aku berjanji hubungan kami tidak akan mempengaruhi nilai akademik kami.
THE END