17

155 19 0
                                    

Danielle berkali-kali menutup matanya, berusaha untuk terlelap, namun tidak bisa. Sekarang bahkan sudah pukul 2 pagi, tubuhnya terasa lelah namun seakan-akan masih enggan untuk menuju ke alam mimpi.

Ia frustasi, sudah sering sekali dirinya seperti ini. Alasannya sejak dulu tidak pernah berubah, yakni karena mimpi masa lalu yang terus-terusan menghantuinya hampir setiap malam.

Katakanlah Danielle itu lemah, tapi kali ini ketidaknyamanan benar-benar sedang menyerang dirinya. Ia belum pernah merasakan gejala yang seburuk ini. Lemas, sesak napas, tubuh yang gemetaran, belum lagi serangan panik yang begitu luar biasa.

Semakin dirinya berusaha menutup matanya, rasa tidak nyaman itu justru semakin menjadi-jadi. Rasa pening dan sesak yang terus-terusan melanda membuatnya mengeluarkan air mata. 

Ia menangis.

Napasnya tercekat, segala bayangan masa lalunya kembali muncul. Namun kali ini semuanya terasa begitu nyata, seolah-olah seseorang tengah menariknya secara paksa dan menyakitinya. Jiwanya sudah terluka begitu dalam.

Di tengah-tengah rasa tersiksanya itu, suara ketukan pintu kamarnya berhasil mengalihkan atensinya. Danielle berjalan mendekat ke arah pintu dengan sedikit takut, pasalnya ini sudah hampir pukul 3 pagi. Siapa yang masih terjaga?

"Sayang, kamu gapapa?"

Suara itu membuat Danielle memantapkan dirinya untuk membukakan pintu kamarnya. Itu jelas sekali merupakan suara sang mama.

Isak tangis dan napas yang masih tidak beraturan nyatanya tidak bisa disembunyikan, membuat Danielle terlihat begitu menyedihkan di hadapan mamanya. Orang tua mana yang tidak sedih melihat anak semata wayangnya seperti ini?

"Sayang," suara yang halus nan lembut itu masuk ke dalam indra pendengaran gadis blasteran itu, suaranya terdengar begitu menenangkan.

Danielle sedari tadi hanya menunduk, berusaha menghindari kontak mata dengan lawan bicaranya itu.

"Masih sakit, hm?"

Sial, suara lembut nan perhatian itu membuat pertahanan Danielle runtuh. Ia kembali terisak, tetapi kali ini dengan alasan yang berbeda.

"Mama..." akhirnya suara lirih itu lolos begitu saja dari bibir mungil Danielle yang masih bergetar karena menangis.

Tanpa menunggu lagi, dirinya langsung merengkuh tubuh yang ada di depannya.

"Kamu kenapa, hm? Mama gak pernah liat kamu sampe kayak gini. Kayaknya, hari ini parah banget, ya?"

Danielle membeku sejenak. Berarti, selama ini, mamanya sudah tahu apa yang terjadi dengannya?

"Mama... kok bisa tau?"

Yang ditanya hanya tersenyum kecil, lantas mengusap-usap kepala anaknya dengan lembut.

"Mama gak pantes disebut mama kalau mama bahkan gak tau apa yang terjadi sama anak mama sendiri."

Segala usaha Danielle untuk menyembunyikan hal ini rupanya sia-sia.

"Makasih udah bertahan sejauh ini, Sayang. Kamu kuat, kamu hebat," lalu, Danielle bisa merasakan ada kecupan ringan yang mendarat di pipinya.

Perlahan, rasa kantuk mulai menyerang Danielle. Tidak membutuhkan waktu lama untuk dirinya terlelap dalam pelukan hangat mamanya.

.

.

.

"Hanni? Kakak boleh masuk?"

Minji sudah berkali-kali memutar otak agar adiknya tidak merajuk seperti ini, tetapi usahanya sia-sia.

Wishlist || Kang HaerinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang