Chapter Ten: Triangle - 3

230 35 4
                                    

Mengikuti langkah si senior, Yerim membawa kantong belanja yang kecil menuju apartemen Hyunjin. Sungchan menawarkan diri membawakan yang lebih besar; cukup perhatian. Setidaknya dia bersikap baik. Setiap langkah yang diambil, mereka semakin dekat dengan tempat yang mereka tuju.

Ragu bukan lagi pilihan bagi Yerim. Dia semakin dekat dengan tujuannya. Hari ini bisa jadi kesempatan paling baik baginya untuk mendapatkan pemuda itu. Tetapi usaha yang dia lakukan juga harus setimpal. Untuk itu, dia mesti melakukan banyak hal, terutama melakukan hal yang tidak ia inginkan. 

Semalam dia berhasil menghindari Bomin, tetapi keberuntungan mungkin tak akan datang dua kali. Cepat atau lambat, dia perlu melakukan yang tak ia inginkan. Sampai akhirnya semua itu tidak penting lagi.

Bunyi gedebuk terdengar ketika Yerim menabrak punggung Sungchan. Dia baru saja melamun dan menabrak pemuda itu.  "Oh, maaf." Segera dia membungkuk sebelum cercaan keluar dari mulut mereka.

"Melamun?"

"Kurasa dia terlalu banyak memimpikan seks bersama Hyunjin."

Sungchan meringis, "kau ini." Sambil membuka pintu, dia terkekeh, "sebaiknya jangan berisik. Jangan sampai membangunkannya."

Yerim mengangguk mengerti seraya memeluk kantong belanjanya. Bagaimana bisa memasak tanpa membuat suara?

"Kalau kau berisik, kau mungkin akan diusir." Giselle tertawa, "kicked out, secara harfiah."

Yerim tidak mau kalah. Dia tidak akan diam saat ditindas, apalagi dengan reputasinya sebagai perempuan yang tak tahu malu. "Aku hanya mau memberinya makan. Makanan apapun yang dia mau." Gadis itu berkedip, menyatakan maksud dari kalimat dan pemilihan kata yang rancu.

Sungchan hanya bisa menggelengkan kepala.

Keadaan apartemen itu sepi dan dingin. Lampu hanya menyala sebagian, seperti tidak ada kehidupan di sana. Ruang tempat mereka sering bersantai seperti ditinggalkan begitu saja sejak kemarin. 

"Uh, sangat berantakan." Komentar keluar secara tak sengaja, Yerim seketika mendapatkan tatapan sinis.

Jiwa ibu rumah tangga Yerim meronta-ronta melihat bungkus snack dan gelas-gelas terbengkalai di meja. Kaleng kosong dan kotak pizza yang sudah menimbulkan bau. Bagaimana bisa seseorang tinggal di tempat sejorok itu? Apartemen Heeseung masih lebih baik, meskipun ada banyak penghuni, kalau semua malas, maka tetap akan kotor.

"Kalau begitu bersihkan saja." Giselle terkekeh, "itu pekerjaanmu, kan?" Gadis itu tak peduli, membanting tubuhnya ke sofa dan menaikkan kakinya sesuka hati. "That's why a lot of men like you. You are so ... what is it? Useful."

Kata terakhir itu tidak Yerim mengerti, tampaknya itu sindiran. Dia tidak terlalu mau tahu, karena hal-hal yang berantakan itu memang mengganggunya. Begitu seluruh barang belanjaan diletakkan di dapur, dia menyibukkan diri mengambil sampah yang berserakan.

Sungchan baru melihat perilaku kawannya yang acuh saat Yerim bekerja, berkacak pinggang dengan tatapan menggurui. "Lihatlah perempuan satu ini."

"I'm not gonna clean anyone's house. I don't even clean mine so, shut up."

"Hamada tidak akan melirikmu kalau kau bertingkah begitu."

"Siapa juga yang mengincar Hamada? Dasar sok tahu!"

"Lalu siapa? Anteknya, ya? Si Watanabe atau yang satu lagi?"

Giselle menatap sinis, "lebih baik kau diam saja."

Yerim hendak sekali mengabaikan percakapan mereka, namun entah mengapa nama yang muncul terasa akrab di telinganya.

"Eh, apa Hamada dan Watanabe yang kalian maksud itu, dari sekolah internasional? Hamada seangkatan kalian, dan Watanabe itu ... masih di bawah umur?"

THE GAMBLER 2: Big League🔞 | TXT & EN-Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang