Bag 1

77 1 0
                                    

   Tak kusangka aku akan berhadapan dengan hari ini, hari yang sama sekali tidak aku inginkan bakal terjadi. Kubenci tiap detik yang akan kulalui kedepan. Tak tahu lagi harus bagaimana, namun sungguhlah benar aku putus asa. Lebih menyeramkannya lagi, seberapa besar aku membenci hari ini, tak dapat kulakukan apapun untuk menyudahinya ataupun sembunyi. Hanyalah hembus napas berat dan geleng-gelemg kepala sedari aku bangun pagi dan memejamkan mata hingga sekarang.
   Dalam perjalanan yang sekali lagi kubenci, mode tubuhku sedang membisu.
   "Beca?"
   Itu Mamaku, sedang duduk dikursi samping Papa yang sedang menyetir. Kami dalam perjalanan menuju kota masa kecil Papa. Tak tahu tepatnya dimana, tapi alasan aku dibawa pergi dari rumah adalah karna Mama dan Papa tak tega meninggalkanku dimasa akhir Sekolah Menengah sendirian, sedangkan keperluan kerja jangka panjang Mama Papa tak bisa diacuhkan.
   "Beca sayang, are you okay?"
   "Hmm,"
   "Nak, sekali lagi maafkan Mama Papa ya. Kan sudah kita rundingkan kemarin sama Kak Gala juga, kamu juga setuj-"
   "Ya gimana aku ngga setuju kalo gitu caranya. Itu pemaksaan tau,"
   "Bukan gitu sayang, Mama tahu kamu pasti mengerti maksud Mama Papa. Nggak ada niat jelek sayang, ya?"
   "Papa percaya Beca pasti bisa melewati ini. Dan juga Gala itu anak baik kok,"
   "Manalah kutahu Gala itu orangnya seperti apa,"
   "Percaya sama Papa, kami ngga akan serahin Beca ke sembarang orang. Ya?"
   Jawabku hanya mengangguk malas. Argh, jujur aku malas sekali. Rasanya ingin dirumah saja. Rasanya tak ingin dimobil ini. Atau, atau aku keluar dari mobil dan melarikan diri?
Ah, mana mungkin?!. Semakin aku berpikir, semakin gila rasanya!

   Dimasa akhir, yang hanya sejengkal langkah perlu kulewati untuk mendapat kelulusan, jalannya sungguh tak terduga dan malangnya lagi sama sekali tak mulus. Pekerjaan Mama Papa memang penuh resiko dan aku sadar, aku harus tahu posisi. Tak bisa lagi manja-manja anak TK. Tak boleh aku minta ini minta itu yang tidak masuk akal. Tapi di sisi lain, aku punya kehidupan yang menyenangkan untuk diputus sepihak seperti ini. Sungguh sedih, namun jika aku sendirian dirumah besar tanpa Mama Papa juga sama saja bohong. Mau bagaimana aku mengurus diri sendiri yang notabene aku belum pernah ada dimasa aku hidup sendirian atau merantau seperti itulah. Belum pandai aku mengurus hidupku sendirian.
   Rencana Mama Papa adalah membawaku pergi dan melanjutkan sisa masa sekolah bersama Kak Gala. Ya, aku tak tahu siapa itu namun yang kudengar dari Papa, Gala adalah saudara jauh. Dan Gala bersedia dititipi aku selama kurang lebih setahun. Mama dan Papa berkata sudah memikirkan hal ini tak hanya satu atau dua minggu, tapi berbulan-bulan.
Ahhhh entahlah. Tak bisa kubayangkan akan secanggung apa nanti hari-hariku. Tak pernah terlintas dihidupku aku akan tinggal bersama orang asing, yang anehnya lagi ini anjuran orang tuaku. Oh! Bukan, saudara jauh, bukan orang asing. Taaapi! Dia tetap asing bagiku, ya kan?!
 

   Perjalanan masih panjang, hanya tidur, bangun, lalu tidur, dan bangun lagi di dalam mobil. Sungguh pegal lama-lama seluruh badanku.
   "Berapa lama lagi Pa? Jauh banget," mataku menikmati pemandangan dari jendela. Mobil melaju perlahan, kulihat kami memasuki area kompleks rapih dan rumah-rumah penuh taman bunga yang cantik. Dari jauh kulihat ada orang berjalan pelan. Dari atas sampai bawah dengan balutan hitam. Topi hitam, kacamata hitam, hodie hitam, bahkan celana pendek dan sendalnya pun warna hitam! Tapi pegang eskrim! Haha udah gede makan eskrim, batinku. Kupandangi ia hingga lenyap dari mata.
Bentuk mukanya berkesan keras dan hidung lancip. Hm, oke lah. Kelihatan maco dan tipe cowok dingin dan pendiam. Tapi lucu, sambil bawa eskrim.
   "Ini sudah sampai, yuk turun. Jangan cemberut lama-lama ya Beca?" Aku hanya memutar mataku.
   "Okey,"
   "Kenapa sayang," tanya Mama pas lihat muka ku melongo.
   "Dia kerja apa Mah, rumahnya gede banget?"

   "Oh sudah sampai Om,"
   Serempak kita semua menengok kebelakang kami.
   Hah?!! Orang ini kan,
  "Gala! Apa kabar? Wah," ia tersenyum menyambut pelukan Papa. Es krimnya kemana.
   "Baik Om Berdi, aman perjalanan Om, Tante?"
Mama Papa mengangguk dan senyum lebar. Sedangkan aku menahan tanya dimana eskrim yang ia makan sambil jalan kaki tadi. Ah! Apa?! Cool? Maco?! Arghhh nggak nggak. Aku pasti sudah gila!
   "Beri salam dong Beca kok diam aja," Mama mendorong pinggangku perlahan untuk mendekat ke arah mereka. Ah, ya.
   "Hai Om? Eh Kak Gala. Aku Beca, yang mau nyusahin Kak Gala,"
   "Beca ih," Mama Papa Kak Gala tertawa.

Life of BecaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang