Take It

4 1 0
                                    

"Jangan bergurau padaku, kau paling tahu bahwa ramalan tidak bisa dipatahkan. Kau pikir ini kutukan? Zex bahkan tidak pernah tahu bagaimana akhirnya, kita semua tidak pernah tahu, Nou. Jangan bilang kau mau mempertaruhkan semuanya untuk ramalan satu abad ini?"

Benar, aku bohong. Aku tidak pernah peduli dengan para anggota Savior. Aku tidak peduli dengan cerita sedih Armen dengan ketidak-adilannya, aku tidak mau memikirkan Jen atau siapa saja di antara mereka yang ingin berkhianat. Demi Tuhan tidak. Satu-satunya alasan aku berada di sini adalah membalas dendam Ean.

Ean terlalu baik untuk membalasnya meski sudah mati, masa bodoh soal putri yang hilang, atau soal merebut kerajaan. Aku tidak berminat sama sekali. "Ini bukan ramalan ini takdir."

"Aku akan mengaku pada Raja Andreas bahwa aku adalah keturunan terakhir dari pendahulunya. Jadi jangan halangi aku Gil."

Dia bolak-balik antara kamarku dan kamarnya berulang-ulang. Gil hampir melupakan bahwa dirinya sekarang berada di tempat orang lain, vas bunga di ujung kamar selamat dari amukannya. "Nou, kau marah padaku?" Dengan rambutnya yang berantakan dia duduk di bawah kakiku, menepeuk-nepuk pahaku dengan serius, berusaha memintaku untuk segera menjawabnya. "Semua ini terjadi karena aku tidak menurut padamu agar tidak pergi melaut, benar kan?"

Aku menggeleng.

Sungguh, dari semua kesalahan dan kesusahan yang telah aku atau Gil alami, tidak pernah terpikirkan olehku untuk menyalahkan dirinya. Aku menyusulnya dengan sadar tanpa tahu apa yang akan terjadi sebelumnya. Akan lebih buruk jika aku tidak melihat Gil lagi untuk waktu yang tidak aku tahu. Aku beruntung, meski di saat seperti ini, Gil tidak pernah meninggalkanku. Karena perasaan itu, aku menangis. Namun, kulihat, Gil sudah menangis lebih dulu.

"Dengar," ucapnya parau. "Aku sungguh tidak tahu apa yang ada di kepalamu, aku sama sekali tidak tahu apa yang sedang kau rencanakan. Paling tidak beritahu aku agar aku bisa membantumu. Jangan mengambil semuanya sendiri seolah-olah ini semua adalah bebanmu. Aku tidak akan protes, Nou. Jadi jangan pergi. Aku—tidak, maksudku semua orang, tidak ingin kau terluka, apa kau tidak menyadarinya?"

Aku mengangguk.

Rencanaku? Hampir setiap malam aku memikirkan bagaimana caranya membalaskan dendam Ean, hingga yang terlintas dalam diriku hanya dengan menjadi seorang pembunuh. Sudah jelas aku tidak bisa melakukannya. Dan, apa benar semua ini adalah hal yang Ean inginkan? Sambil menatap langit-langit kamar, aku merenungi dua hal. Apa yang akan aku lakukan di sini? Apakah aku harus membuktikan bahwa ramalannya benar, atau aku harus membalaskan rasa sakit hatiku karena Ean? Pada siapa? Siapa yang benar-benar bertanggung jawab atas apa terjadi pada Ean?

Sekarang aku sudah di sini, mengelabuhi kekasih Ean yang mengatakan bahwa ia sama sekali tidak tahu apa-apa. Sedangkan Zex sudah memberiku pilihan untuk pulang. Sebenernya apa yang aku inginkan?

Dari semua pertanyaanku itu, Gil menjawabnya dengan memelukku sambil duduk.

"Kita pulang?"

Nou mengangguk. "Tunggu! Aku tetap ingin makan siang di sini. Aku ingin tahu perjamuan di istana seperti apa."

Dengan satu lengan Gil menyeka air mata dan ingusnya yang tadi ia keluarkan secara sukarela, ia memandangi Nou sekali lagi, "kau sedang tidak menipuku, bukan?" Nou tertawa, dia mengibaskan rambutnya. "Asalkan kau berjanji satu hal padaku."

"Jangan minta aku menyemir rambut, aku sangat tidak suka rambut warna hitam."

"Saat kembali ke pulau, aku tidak ingin memandikan babi Paman lagi. Kau harus melakukan semuanya untukku! Kau mengerti?"

Gil langsung sigap membentuk pose hormat seperti yang dilakukan oleh para pelayan saat berada di gerbang. "Akan kulaksanakan Tuan Putri." Nou tertawa sambil menunjukkan deretan giginya. Matanya berbinar karena senang dan karena air mata sedihnya. Gadis itu lantas merebahkan dirinya di atas ranjang empuk, berguling-guling pada selimut berenda putih. Tubuhnya tertutup selimut.

Tora : The Thief & The Lost PrincessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang