Udah satu minggu setelah kejadian di Natuna waktu itu, selama satu minggu ini gue gak masuk kantor karena gue izin buat kerja dari rumah. Rasanya gue gak sanggup ketemu dan komunikasi sama banyak orang, gue butuh waktu sendiri.
Selama satu minggu ini Biru terus-terusan mencoba buat hubungin gue, dia bahkan ada di Jakarta sekarang. Setiap malam gue tau dia nungguin gue di depan rumah gue tapi gue sama sekali gak mau ketemu dia, gue sudah cukup sakit hati.
Soal Kalangga, dia juga ikut panik nyariin gue, gue bener-bener gak balas chat dari siapapun kecuali menyangkut soal pekerjaan. Selama satu minggu ini gue nangis gak berhenti, gue susah tidur dan gak nafsu makan.
Mungkin gue gak akan sampai segitunya kalau dari awal Biru kasih tau gue dan dia gak berprilaku seperti dia masih milik gue padahal nyatanya dia udah milik orang lain.
Gue lagi duduk di balkon kamar yang menghadap ke halaman belakang rumah, sekarang udah jam sebelas malam tapi gue gak bisa tidur. Di luar hujan deras banget.
Ponsel gue bunyi dan itu panggilan dari Kalangga, kayaknya dia udah beratus-ratus kali coba telfon gue dari kemarin. Gue ambil ponsel gue dan gue angkat telfon Kala.
"Kala.."
"Thanks God. Nady, buka pintu ya? Aku di depan."
"Kal aku-"
"Aku gak akan biarin kamu sendiri lagi, Nady. Please.. buka pintunya, ya?"
Air mata gue jatuh lagi, sekarang gue makin ngerasa bersalah sama Kalangga. I don't deserve him.
"Nady, bisa dengar aku sayang?"
Gue matiin telfon nya dan jalan ke arah pintu utama rumah, waktu gue buka pintu gue bisa liat Kalangga dengan setelan jas nya berdiri di depan gue. Kala keliatan khawatir banget, dia ngusap pipi gue yang basah karena gue masih nangis.
"Aku khawatir, Nady." Katanya.
"I'm sorry, Kala."
Kala peluk gue erat banget, gue makin nangis.
"Aku bawain kamu makan, kita makan dulu ya?" Katanya.
Kita masuk ke rumah dan duduk di sofa ruang tengah, Kala beneran bawa lumayan banyak makanan dia langsung bukain makanan nya dan kasih ke gue.
"Makan dulu, Nady." Suruhnya.
"Kal, aku gak nafsu makan."
"Aku tau kamu sekarang lagi gak baik-baik aja, tapi please Nady kamu harus tetap makan."
Setelah dipaksa beberapa kali akhirnya gue makan makanan yang Kala bawa, selagi gue makan Kala cuma diam sambil memperhatikan gue, tangan nya juga ngusap rambut gue dengan halus.
"Is that really hurt you?" Tanya nya pelan.
Matanya keliatan khawatir banget, padahal sekarang Kala juga keliatan lagi gak baik-baik aja. Kantung matanya juga keliatan jelas.
"Aku kenyang." Kata gue.
Kala gak maksa gue buat makan lagi, dia bersihin bekas makan gue dan kembali duduk di samping gue lagi.
"I'm sorry, Kal."
Kala kembali sibuk ngusap rambut gue, "It's okay, Nady. But please, jangan lagi kamu nyakitin diri kayak gini."
Padahal gue tau banyak banget pertanyaan di kepalanya, kenapa selama satu minggu belakangan ini gue gak ada kabar, kenapa selama sama Biru gue jarang kabarin dia, apa yang terjadi disana sampai gue bisa kayak gini. Gue yakin pertanyaan itu ada di kepalanya.
"He's going married, Kal."
Kalangga ngusap pipi gue yang mulai basah karena gue nangis lagi.
"Aku gak akan segininya kalau dia gak memperlakukan aku kayak kemarin, Kal. Dia berlagak seolah-olah dia ini masih sendiri, dia kasih aku harapan dan tiba-tiba dia bilang kalau dia akan menikah dengan perempuan lain. Aku kira dia satu-satunya orang yang bisa aku percaya dalam segala hal, tapi ternyata enggak."
Gue tau ucapan gue ini bisa bikin Kalangga sakit hati dan mikir ternyata selama ini gue belum sepenuhnya bisa nerima dia.
"Kala, I'm sorry for anything. I don't deserve you, Kal."
Kala menggelengkan kepalanya, "Listen to me, Nadyla. I don'f fucking care kalau nyatanya kamu masih punya rasa buat Biru, but please.. tetap izinin aku untuk ada disini sama kamu. Jangan karena ini kamu jadi mikir kayak gitu. I'm fine, Nady."
"You're not, Kalangga. Kamu jangan bohongin diri sendiri, kamu jangan buta. Aku udah bilang aku gak se-worth it itu untuk kamu, kamu bisa dapetin perempuan yang hidupnya stabil dalam hal apapun. Jangan sama aku, Kala."
"All I want is you, Nadyla."
Gue makin nangis, Kalangga gak main-main sama gue.
"Just stay with me, Nady. Aku akan baik-baik aja kalau sama kamu."
Kala peluk gue erat banget, kayaknya dia juga ikutan nangis karena gue bisa ngerasain pundak gue basah.
"If you're hurting, please tell me, Nadyla. I don't know what it feels like, but I want to be here for you. I want to understand what you're going through. Jangan lagi kamu nyakitin diri kayak gini, Nady."
__
Weekend ini Kalangga ngajak gue pergi, gue gak tau mau kemana karena dia gak bilang juga. Sejak kejadian kemarin Kala bener-bener taking care of me banget, lebih dari sebelumnya.
Kalangga udah di rumah gue dari pagi, dia masak buat kita sarapan. Gue cuma tinggal siap-siap dn ngurus diri sendiri aja.
"Wangi banget, masak apa?" Gue samperin Kala yang masih ada di dapur, dia keliatan ganteng banget hari ini. Ya setiap hari sih, cuma hari ini makin makin makin ganteng.
"Cuma nasi goreng, kamu duduk dulu aja aku sebentar lagi selesai." Suruhnya.
Gue duduk di kursi meja makan sambil ngeliatin Kalangga yang sibuk masak, gimana gue gak mikir kalo gue emang gak pantes buat dia kalo dianya sempurna kayak gini.
Gak lama Kala bawa dua piring nasi goreng dan yang satunya dia kasih ke gue, dia duduk di samping gue. Funfact Kala lebih suka duduk sampingan kalo ita lagi makan.
"Selamat makan." Kata gue dibalas anggukan Kala.
Kita makan dengan nikmat, sumpah nasi goreng buatan Kalangga gak pernah gagal karena rasanya enak banget.
"Any request for today?" Tanya Kala.
Gue menggelengkan kepala, "Aku gak kepikiran mau kemana juga."
"Oke, Kalangga jago dalam membuat Nadyla senang jadi kamu gak usah khawatir hari ini I'll make you happy." Katanya dengan senyum bangga.
Gue percaya sih karena selama ini dia selalu buat gue seneng.
__